Tanggapan Ketua PSGA UIN Suska Riau Terkait Permendikbud No. 30 Tahun 2021

Penulis: Ashila Razani**

Gagasanonline.com – Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Suska Riau Mustiqowati Ummul Fithiyyah memaparkan pendapatnya mengenai Permendikbud No. 30 Tahun 2021 dalam kegiatan diskusi realita kekerasan seksual di kampus yang diadakan oleh Forum Pers Mahasiswa (Fopersma) Riau, Sabtu (12/03/2021).

Dalam kegiatan tersebut, ia mengatakan kampus harus menerapkan zero toleransi terhadap kekerasan seksual. Demi meningkatkan budaya zero tolerensi, harus ada peraturan mengikat. “Jadi intinya adalah bagaimana kita bersama untuk mengawal terjadinya zero toleransi di tingkat kampus,” ucapnya.

Baca juga: Fopersm4 Taja Diskusi Realita Kekerasan Seksual di Kampus, Akademisi: Libatkan Nalar dan Empati

Mustiqowati menyebutkan terdapat persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kekerasan seksual sering terjadi, seperti blaming victim, relasi kekuasaan, dan mayoritas korban tidak memiliki jalur pengaduan. Dalam forum diskusi tersebut, ia juga menuturkan beberapa kelompok menganggap Permendikbud No. 30 Tahun 2021 cenderung melegalkan zina. Menurutnya orang-orang itu memakai mahfum mukhalafah yakni pemahaman terbalik, dan menyebabkan kesalahan dalam memaknai peraturan tersebut.

Frasa tanpa persetujuan korban dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021 yang menjadi jantung bagi konsep kekerasan seksual justru di permasalahkan. Padahal ini merupakan poin utama yang harus ada. Menurut Mustiqowati, frasa ini berperan penting membedakan antara pidana kekerasan dan pemaksaan dengan asusila. Bila frasa tanpa persetujuan korban dihilangkan, maka unsur pidana dan pemaksaan akan hilang. Secara karakter, korban kekerasan seksual akan sama dengan dosa asusila.

Baca juga: [Opini] Manusia Bukan Makhluk Asli Bumi

Jika frasa tersebut hilang, perempuan yang sebenarnya menjadi korban bisa dikatakan sebagai pelaku juga. Maka frasa tanpa persetujuan korban, penting adanya. Mustiqowati juga mengucapkan hadirnya Permendikbud ialah sebagai wakil negara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang menyangkut kekerasan seksual, bukan untuk mengatur soal zina. “Itu nanti ada aturan yang lain, lah kok gagal fokus,” katanya.

Menurut Ketua PSGA UIN Suska Riau ini ketakutan terkait frasa tanpa persetujuan korban akan melegalkan zina adalah hal yang tidak berdasar.

Reporter : Ashila Razani**
Editor: Puspita Amanda Sari
Foto: Dok. Gagasan/Amrina Rosida**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.