Mahasiswa Tuntut Penjelasan Surat Edaran Rektor terkait Penurunan UKT Dampak Covid 19

Penulis: Tika Ayu

Gagasanonline.com – Mahasiswa Pejuang Uang Kuliah Tunggal (UKT) melakukan aksi terkait putusan rapat pimpinana yang dilakukan pada 17 Juni lalu yang membahas sistematik pengurangan UKT. Meneruskan surat edaran Putusan Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia 515 tahun 2020 tentang Keringanan UKT untuk Perguruan Tinggi Islam Negeri (Ptkin) karena dampak Covid 19. Mereka menuntut persentase penurunan UKT sebanyak 50% untuk lima kriteria di surat edaran, juga pemberian fasilitas kuliah daring dengan kuota internet 50 ribu selama satu semester.

Menurut Rian Febrinsyah, mewakili massa aksi menilai pada surat edaran yang disampaikan Rektor UIN Suska Riau Akhmad Mujahidin memiliki syarat yang rumit, dan persentase penurunannya tidak dijelaskan.

“Kami minta persentase keringanan UKT diberikan 50% untuk semua kriteria di surat edaran, kecuali yang meninggal dunia.” ungkapnya, Jumat (26/06/2020).

Point orang tua meninggal merupakan putusan rapat pimpinan, bahwa akan langsung diturunkan ke UKT tingkat satu. Supardi kembali mempertegas hal tersebut, ia mengatakan diutamakan yang ayahnya meninggal dunia.

“Dengan syarat memiliki surat keterangan meninggal. Bagi ibunya yang meninggal, berati masih ada yang menanggung jawabi dan itu jadi pertimbangan.”

Terkait hal ini, menurut Rian alasan tuntutan penurunan UKT sebanyak 50% karena semua kriteria yang dijelaskan pada surat edaran sudah merupakan orang-orang yang terdampak. Tuntutan kedua massa aksi meminta fasilitasi kuota kepada setiap mahasiswa aktif , baik maha siswa baru ataupun mahasiswa semester akhir harus dipenuhi selama satu semester ini.

“Ini harus diberikan fasilitas kuota setiap bulan, kalau dirupiahkan 50 ribu selama enam bulan, ini sesuai dengan peraturan bahwa satu semester terhitung enam bulan.” ungkapnya.

Terkait kriteria orang tua meninggal, menurut Rian tidak adanya transparansi karena di surat edaran tidak dijelaskan seperti itu, ia mengira yang akan mengetahui info ini hanya mahasiswa mahasiswa yang sempat ikut audiensi paska disahkannya surat edaran rektor.

“Mahasiswa tidak diundang, karena mereka tahu Mahasiswa sudah menunggu di luar. Dengan singkat waktu beliau hanay mendengar dan menjelaskan sedikit. Soal kepursan tuntutan itu diterima atau tidak itu tidak ada kejelasannya,” terangnya.

Rian menjelaskan terkait fasilitas daring, opsi berikan fasilitas kuota internet adalah hal mungkin, karena melakukan kuliah tatap muka langsung harus dengan memenuhi standar protokol kesehatan mengingat Pekanbaru kembali menjadi zona merah.

Sejak 08:30 WIB Mahasiswa Pejuang UKT sudah memasuki gedung rektorat dan langsung berkumpul di lantai empat, tempat di mana kantor orang pertama di UIN Suska Suska bekerja yaitu Prof. Achmad Mujahidin. Namun setelah aksi yang kesekian ini, menurut informasi massa aksi mereka kerap gagal menjumpai rektor. Massa Aksi mengaku bahwa sudah memenuhi instruksi dari pimpinan supaya dapt beraudiensi dengan Prof. Mujahidin.

“Kami sudah menuruti prosedur, bertemu dengan Kpala Bagaian (Kabag) Kemahasiswaan, Kabag Akademik, Kabag Keuangan, Biro AUPK, WR II, WR III.”

“Kalau nanti juga enggak diendahkan lagi kami akan melakukan konverensi press,” tambahnya.

Menjelang tengah hari, akhirnya Wakil Rektor II Kusnadi menjumpai massa aksi, mereka duduk bersama membicarakan hal yang sudah sering mereka bahas, bahkan menurut pengakuan Kusnadi, dia juga menemui kendala yang sama dengan mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasinya.

“Saya juga kendalanya sama dengan kalian, saya sudah mogap-mogep bertanya sama staff ‘apakah pak rektor sudah datang?'” ungkapnya di depan massa aksi siang itu.

Di tengah pengaduan mahasiswa aksi, Kusnadi mencoba manggil Biro Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan (AUPK) Ahmad Supardi untuk duduk bersama dengan mahasiswamahasiswa membahas solusi ini. Kusnadi menggapai teleponnya dan mulai menghubungi Supardi untuk naik ke lantai empat tempat mereka berkumpul. Setelah beberapa saat, Supardi hadir di tengah-tengah massa aksi.

Di awal pembukaan pembicaraan Supardi melihat kertas tuntutan mahasiswa yang kembali diberikan kepadanya, setalah dibaca-baca oleh Supardi ia berkomentar katanya Keringanan UKT yang digarap UIN Suska Riau berdasarkan kasus perkasus.

“Karena dampak yang dirasakan itu berbeda-beda,” katanya.

Lantas, perkataan Supardi dijawab Rian yang mengatakan kalau misalnya dalam penurunan UKT ini dijamin 20% minimal, pasti banyak dari teman-teman yang berusaha mengurus penurunan UKT. Dengan kebijakan yang disampaikan di surat edaran rektor seperti membuat mahasiswa “termabang-ambang”.

“IAIN saja bisa memberikan jaminan untuk penurunan minimal 20% untuk yang terdampak PHK, kenapa UIN, tidak bisa?!” timpalnya.

Sesuai Tugas pokok dan Fungsi, kebijakan seperti ini memang kembali lagi kepada pimpinan kampus seperti rektor. Kusnadi menyadari hal tersebut, menawarkan pengawalan audiensi mahasiswa pejuang UKT ini sampai kelar hingga mereka bisa beraudiensi dengan Prof. Mujahidin.
Bagi Kusnadi, yang sudah keberapa kalinya membaca tuntutan mahasiswa ini berpendapat tidak ada yang salah dengan semua yang mereka tuliskan di atas kertas tuntutan, menurutnya tidak ada yang menyalahi aturan.

“Ini surat tuntutan sudah sesuai ini tidak ada yang melanggar peraturan,” sebutnya.

Supardi, mengoreksi surat tuntutan massa aksi, dan mengatakan bahwa surat yang merka bawa tidak lengkap secara administrasi, mengingat dirinya Kepala Biro AUPK. Belum selesai pembicaraan Supardi, beberapa mahasiswa aksi mengatakan “sudah pasti ke rektor pak” sampainya. Namun setelah itu, Supardi tetap melanjutkan koreksi-koreksinya kepada surat mahasiswa aksi tersebut.

“Pertama, surat ini tidak ada “kepada” nya. Ini mau di tujukan ke hantu atau kepada siapa ini?” kelakarnya.

Biro AUPK Ahmad Supardi, kembali menjelaskan bahwa semua putusan ini sesuai dengan menteri Agama bernomor 505 di sana menteri agama tidak menentukan persentase, dan hanya membolehkan tiga skema yaitu Penurunan, pemyicilan dan waktu perpanjangan pembayaran dan ini berlaku hanya untuk satu semester.

“Sekarang sudah ada 300 draf yang memasukan berkas penurunan UKT, jadi yang tidak melakukan permohonan, secara logika administrasi berarti ia tidak meminta penurunan,” ungkapnya.

Namun sampai massa aksi membubarkan diri, belum juga berjumpa dengan Prof. Mujahidin, hal tersebut mengecawakan massa aksi. Arif komando lapangan mengatakan akan terus menyuarakan jika rektor tidak mampu mengakomodir tuntutan mahasiswa lebih baik rektor turun dari jabatannya (#ganti Rektor).

“Sesuai perjanjian WR II dan biro AUPK akan mempertemukan mahasiswa pejuang UKT dengan rektor akan kami tunggu beberapa hari, jika tidak di respon lagi, kemungkinan aksi lanjutan akan kami lakukan dengan masa yg lebih banyak lagi,” pungkasnya.

Reporter: Tika Ayu

Editor: Bagus Pribadi

Foto: Tika Ayu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.