Sebagai Perguruan Tinggi Islam, Bagaimana Dosen UIN Suska Riau Menanggapi Hadirnya Permendikbudristek Nomor 30 di Lingkungan Kampus?

Penulis: Delfiana Harahap

Gagasanonline.com 31 Agustus 2021, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Medikbudristek) Nadiem Makarim mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Peraturan ini keluar setelah terjadi sederet kasus kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi Indonesia, seperti di Universitas Airlangga, Universitas Gajah Mada, Institut Agama Islam Negeri Kediri, dan Universitas Riau.

Menurut Nadiem, Permendikbudristek Nomor 30 menjadi upaya perlindungan civitas akademika dari segala bentuk kekerasan seksual di lingkungan kampus. Tetapi, sejak diterbitkan, Permendikbudristek Nomor 30 tetap tuai kontroversi, penentang menganggap peraturan ini menjadi upaya melegalkan perzinahan di lingkungan kampus. Di media sosial Twitter, perdebatan seputar Permendikbudristek dibagi dalam dua kelompok: kubu #CabutPermendikbudristekno30 dan kubu #DukungPermendikbud30.

Sebagai perguruan tinggi islam, bagaimana Dosen UIN Suska Riau menganggapi hadirnya Permendikbudristek Nomor 30 di lingkungan kampus?

Rina Rehayati selaku Wakil Dekan I (WD I) Fakultas Ushuluddin (FU) berpendapat, adanya aturan Permendikbudristek Nomor 30 memang baik dalam mencegah terjadinya pelecehan fisik dan verbal di lingkungan kampus. Menurut Rina, perdebatan terkait Pemendikbudristek Nomor 30 mungkin dikarenakan adanya multitafsir definisi pelecehan seksual.

“Kalau makna yang didefisinikan itu kalau dilakukan suka sama suka maka itu bukanlah pelecehan seksual, tapi kalau bahasa kita itu zina ya,” tuturnya saat dijumpai Jumat (25/02/2022).

Hemat Rina, meski tak masuk dalam kategori pelecehan seksual, perbuatan zina suka sama suka tetap tidak pantas diperbuat di ranah perguruan tinggi. Karena kampus tempat bagi orang-orang terdidik menimba dan mengamalkan ilmu, sehingga tidak sepantasnya dinodai dengan hal-hal negatif.

Hasbullah, Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) UIN Suska menjelaskan, aturan Permendikbudristek Nomor 30 dapat dilihat dari dua perspektif: hukum agama dan hukum sosial, apabila mengacu pada pengertian pelecehan seksual. Bedanya, dalam perspektif agama, melakukan hubungan seksual di luar nikah tetap dilarang, dan ilegal. Sedang di mata hukum, hubungan seksual di luar nikah tidak menjadi masalah apabila salah satu pihak tidak merasa dirugikan, dan tidak melaporkan ke pihak berwajib.

“Orang yang diperkosa itu bagian dari tindak pelecehan seksual, kalau dia melapor, berarti dia merasa dirugikan. Tapi, maaf, kalau orang yang melakukan atas dasar hubungan suka sama suka, dan tidak ada yang melapor, berarti tidak ada kasus hukum,” terang Hasbullah.

Meski setuju diterapkannya Permendikbudristek Nomor 30 di ranah kampus, Hasbullah tetap mengkritisi kata “Persetujuan” dalam definisi pelecehan seksual. Menurutnya, penjelasan pelecehan seksual cukup sampai kalimat “Tidak boleh membuka pakaian korban, tidak boleh memperlihatkan alat kelamin.”

“Sudah, sebatas itu saja, selesai masalah. Kalau ada kata persetujuan itukan ‘boleh asal setuju’,” tuturnya.

Menanggapi Permendikbudristek Nomor 30, Alfi Puadi Sub Koordinator Auk Psikologi UIN Suska mengatakan berada di tengah-tengah, tidak sepenuhnya menerima maupun menolak. Karena, menurut Alfi sebagian isi pasal cukup bagus, namun masih ada masalah di sisi narasi.

“Dalam tekstual masih ada masalah yang membuat orang multitafsir, sehingga orang salah mengartikan,” ujarnya saat ditemui Jumat (25/02/2022).

Paham Alfi, adanya Permendikbudristek Nomor 30 tidak akan memberikan efek apa-apa, kecuali lebih menekankan pada perilaku individu supaya tidak melakukan perbuatan asusila di ranah perguruan tinggi. Bahkan, Alfi mempertanyakan kenapa Permendikbudristek Nomor 30 tidak mengatur masalah pakaian perempuan.

“Termasuk perempuan, seharusnya diatur. Kenapa di sini hanya mengatur tidak boleh memperlihatkan ini (red alat vital), namun tidak melarang perempuan mengenakan ini (red baju terbuka). Tidak ada peraturan yang melarang perempuan memakai baju yang belahan dadanya kelihatan, makanya tidak ada unsur-unsur islamnya,” tuturnya.

Asril, Ketua Program Studi Ilmu Hukum (Prodi IH) menuturkan, sebelum adanya Permendikbudristek Nomor 30, sudah ada aturan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan. UU ini membahas bagaimana menjadikan warga negara memiliki takwa, cerdas, beriman, terampil, dan berakhlak mulia.

Pendapat Asril, sudah sebaiknya Permendikbudristek Nomor 30 dilihat dari aspek upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual, dibanding memperdebatkan definisi kekerasan seksual yang multitafsir di beberapa kalangan. Karena mau bagaimanapun, aturan kampus tentu tetap akan melarang hubungan seksual suka sama suka di ranah perguruan tinggi.

“Perlu dipahami, menteri tidak melegalkan (red zina), namun menangani dan mencegah. Kampus juga tidak setuju perbuatan seksual suka sama suka, karena agama tidak membolehkan,” terang Asril.

Mustiqowati Ummul Fithiyyah, Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Suska Riau menjadi salah satu pihak yang mendukung diterapkannya aturan Permendikbudristek Nomor 30 di lingkup kampus. Meski ia tak bisa tutup mata bahwasannya ada sebagian dosen tidak setuju dengan Permendikbudristek Nomor 30, karena disinyalir melegalkan zina.

“PSGA berencana mengadakan kegiatan bincang selingkungan UIN Suska Riau guna mendengarkan padangan setiap pimpinan mengenai kekerasan seksual di lingkungan kampus, serta cara penanganannya,” tutunya saat ditemui Senin (27/12/2021).

Sebut Mustiqowati, UIN Suska masih memproses dan mengupayakan SK pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta merancang Standar Operating Prosedur (SOP). Agar terbentuknya Unit Layanan Terpadu (ULT) untuk mendampingi korban.

Reporter: Metri, Amrina Rosida, Ristiara Putri Hariati, Annisatul Fathonah, Annisa Al Zikri, Yulvira, Ashila Razani, Windi Astuti

Editor: Annisa Firdausi

Foto: Istock

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.