Minyak Goreng Mahal, Begini Tanggapan Mahasiswa

Penulis: Ristiara Putri Hariati

Gagasanonline.com – Masalah lonjakan harga minyak goreng yang terjadi sejak November 2021 hingga menjelang Ramadan 2022 belum rampung. Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Rofiqoh Romadhoni, berpendapat bukan hanya pelaku usaha dan rumah tangga saja yang terkena imbasnya. Mahasiswa indekos, terutama yang memasak sendiri turut merasakan dampaknya.

Harga minyak goreng yang meroket membuat mahasiswa harus pandai mengatur keuangan. Selain itu, mahasiswa juga harus mencari jalan alternatif untuk mengurangi penggunaan minyak goreng. “Kenaikan harga minyak goreng bagi saya selaku seorang anak kosan tentu merasa sangat keberatan. Saya sebagai anak kos berharap stabilitas harga minyak goreng menjelang Ramadhan,” ucapnya ketika diwawancarai (2/4/2022).

Di awal kenaikan, harga minyak goreng mencapai Rp. 24.000. Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) sejak (27/1/2022), dilansir dari industri.kontan.co.id. DMO mewajibkan seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor untuk mengalokasikan 30 persen volume produksinya untuk kebutuhan dalam negeri. Sementara DPO mengatur harga minyak sawit mentah di tanah air.

Dengan kebijakan tersebut, Menteri Perdagangan M. Lutfi menyatakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng ditetapkan di angka Rp. 11.500 hingga Rp. 14.000 per liter. Namun kebijakan ini malah membuat ketersediaan minyak goreng di berbagai daerah menjadi langka, dan harganya melonjak. Dikutip dari bbc.com, (16/3/2022) Pemerintah kemudian mencabut HET minyak goreng. Stok minyak goreng kembali melimpah di pasaran. Namun harganya kian meroket. Di awal Maret harga minyak goreng tembus lebih dari Rp. 50.000 per dua liter.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan kenaikan harga minyak goreng dikarenakan harga internasional yang naik cukup tajam. Selain itu, faktor yang menyebabkan harga minyak di Indonesia mahal adalah turunnya panen sawit pada semester kedua. “Sehingga suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng,” katanya, pada Jumat (26/11/2021), dikutip dari Kompas.com

Faktor lainnya, yakni adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30. Juga gangguan logistik selama pandemi Covid-19, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal.

Reporter: Ristiara Putri Hariati

Editor: Hendrik Khoirul Muhid

Foto: Ginnys.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.