Ucapan Bangga yang Dirindukan

Penulis : Windi Astuti

Azkadina Bayuni. Ya, nama itulah yang tersemat kepada diri ini. Nama indah yang diberikan oleh almarhum kakek. Memiliki arti yakni wanita salihah yang taat akan agama. Pesan yang selalu kuingat dari kakek yaitu aku harus bisa menjadi wanita yang sesuai dengan arti nama yang telah ia berikan.

Aku merupakan salah satu mahasiswi dari universitas terkenal di kota kelahiranku. Memutuskan kuliah di saat kedua orang tuaku bersikeras melarangku untuk bersekolah tinggi, dengan alasan anak perempuan percuma sekolah tinggi karena pada akhirnya akan di dapur juga. Aku sedih di saat banyak orang mengatakan hal tersebut, apalagi di lingkungan tempat tinggalku. Masih banyak anak yang hanya lulusan SMA jika tidak bekerja maka akan menikah.

Aku tidak mengatakan hal itu salah. Jujur, aku juga sedang bekerja, tetapi sambil kuliah. Melakukan hal tersebut karena kedua orang tuaku enggan membiayai uang kuliah. Jadi, aku akan membuktikan kepada mereka bahwa aku bisa dan mampu!

***

Pagi ini, aku telah bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Seperti biasa, berjalan kaki lantaran jarak kos dan kampus tidak terlalu jauh. Sesampainya di kelas aku melihat belum banyak yang datang, hanya beberapa saja. Aku menyapa teman-temanku yang sudah datang dengan ramah.

Kemudian, aku duduk lalu membuka buku pelajaran yang akan dibahas nanti. Aku tidak sempat membaca tadi malam dikarenakan pulang lumayan larut karena bekerja. Anak ambis. Itu julukan yang diberikan oleh teman-temanku. Sebenarnya, aku merasa risi dengan julukan tersebut karena aku hanya mengerjakan yang seharusnya dikerjakan oleh mahasiswa lainnya. Biar saja lah mereka ingin mengatakan apapun tentang diri ini selagi mereka tak mengusik kehidupanku aku tak masalah.

Aku bukan tipe orang yang bisa memiliki banyak teman. Hanya memiliki dua sahabat yang dirasa sudah lebih dari cukup untuk memberi semangat. Merekalah yang selalu membuatku terus bersemangat kuliah hingga sampai di semester enam. Di saat orang tua bangga melihat anaknya mendapatkan nilai yang bagus dan juga penghargaan. Namun, berbeda denganku yang tidak pernah mendengar ucapan.

“Ayah dan ibu bangga sama kamu, Nak.”

Kalimat yang selalu aku nantikan dari kedua orang tuaku saat berhasil meraih juara bahkan prestasi yang dapat membanggakan kampus, tapi keduanya tidak pernah mengatakan kalimat tersebut.

Namun, hal itu tidak membuatku menyerah. Aku akan terus berusaha membuktikan kepada mereka kalau aku bisa sukses. Aku juga yakin, suatu saat nanti aku bakalan mendapatkan kalimat bangga dari keduanya.

Mata kuliah telah usai. Aku memutuskan untuk terlebih dahulu ke perpustakaan untuk meminjam buku. Namun, tanpa disengaja aku menabrak seseorang di depanku.

“Maaf aku tidak sengaja,” ujarku menunduk sambil meremas ujung hijab.

“Kamu Azka, kan?”

“Iya,” jawabku yang masih menunduk.

“Santai aja tidak perlu nunduk gitu. Aku juga yang salah tadi tidak lihat-lihat.” Jawaban yang diberikan olehnya membuatku memberanikan diri untuk mendongak.

“Aku Algi,” ujarnya sambil mengulurkan tangan.

“Azka,” jawabku dengan menyatukan kedua tangan ke depan dada.

“Maaf atas kejadian tadi, ya. Aku duluan. Assalamualaikum,” pamitku meninggalkan seseorang yang bernama Algi tersebut.

Aku tidak mengenalnya, tapi aku pernah mendengar bahwa ia merupakan salah satu mahasiswa incaran para wanita di kampus ini. Namun, aku tidak begitu memedulikan hal tersebut karena merasa itu tidaklah penting. Saat buku yang aku cari sudah dapat. Aku melanjutkan perjalanan pulang ke kos terlebih dahulu sebelum berangkat kerja. Jadwal hari ini, aku masuk siang karena memang tidak ada jadwal kuliah siang. Aku bekerja di salah satu toko buku yang tidak terlalu jauh dari tempat aku tinggal.

Lelah itu pasti. Di saat seperti ini, aku mulai berpikir apakah diri ini bisa membanggakan kedua orang tuaku saat tujuan sudah aku capai? Hal yang aku takutkan. Di saat aku sudah membuktikan kepada mereka, tetapi mereka tidak juga mengatakan bahwa mereka bangga memiliki anak seperti diri ini. Hal itulah yang selalu aku pikirkan setiap malam sebelum tidur.

Hari berlalu begitu cepat. Tidak terasa hari yang aku tunggu-tunggu telah tiba. Di mana, besok aku akan menggunakan toga wisuda. Hal yang membuatku lebih bahagia lagi ketika kedua orang tuaku berkenan untuk hadir di acara wisuda setelah banyak cara yang telah aku lakukan untuk membujuk keduanya. Rasanya tidak sabar ingin melihat ekspresi bangga dari keduanya.

Dering ponsel membuatku tersadar dari lamunan akan hari esok. Nama ayah yang tertera di layar ponsel dengan semangat aku mengangkat telepon tersebut. Jantungku berdetak dengan cepat. Air mata mengalir dengan deras disertai rasa sesak yang begitu aku rasakan di dada. Seakan tubuhku tak memiliki energi. Bahkan, kakiku tak kuat menopang tubuh ini. Kembali aku menatap ponsel dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti.

“Mengapa di saat aku ingin membuktikan kepada kalian, tetapi kalian pergi meninggalkan aku untuk selamanya? Kenapa? Aku ingin melihat binar bahagia itu dari kalian, tapi takdir tak mengizinkannya?”

Editor : Annisa Firdausi

Foto : Istock

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.