Nur Syamsiyah: Penindasan Perempuan Dilanggengkan lewat Budaya Patriarki

gagasanonline.com– Bahasan mengenai emansipasi terhadap perempuan di Indonesia menjadi salah satu bahan diskusi ilmiah, baik di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan. Penindasan terhadap perempuan masih sering terjadi dan hal itu yang membuat perempuan sekarang mulai menyadarkan diri sendiri dan lingkungannya. Betapa pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Salah satu penyebab terjadinya hal-hal tersebut ialah dilanggengkannya Budaya Patriarki.

Berangkat dari hal tersebut, Kamis (29/11/2018) Gagasan berkesempatan untuk mewawancarai Nur Syamsiyah di Warung Six, Pekanbaru. Ia sebagai Komite Eksekutif Serikat Perempuan Indonesia (Seruni). Saat ini kedudukan pusat Seruni berada di Jakarta dan memiliki cabang di 15 Provinsi, salah satunya di Riau. Berikut hasil wawancara kami.

Jelaskan tentang Seruni?
Seruni adalah organisasi massa perempuan yang mengatur perempuan dari berbagai kalangan hingga membentuk satu kesatuan. Dari buruh, petani, kaum miskin kota dan mahasiswa. Mengatur perempuan untuk melakukan pendidikan, pemberdayaan dan berbagai upaya
advokasi terhadap persoalan yang dialami oleh perempuan. Jadi, melihat perempuan di negara ini sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Sehingga butuh organisasi perempuan untuk melakukan perubahan terhadap dirinya dan lingkungannya. Di Riau sendiri
banyak perempuan bergerak di kalangan mahasiswa dan buruh.

Kalau di Riau ini secara khusus, apa yang diperjuangkan perempuan?
Secara khusus saya pikir tidak ada, karena hampir semua kondisi perempuan di Indonesia ini sama. Bahwa perempuan masih mendapatkan penindasan oleh Budaya Patriarki. Budaya Patriarki itu menomorduakan posisi perempuan. Harusnya, secara umum kondisi perempuan
sama dengan laki-laki dan posisi perempuan mempunyai kondisi yang berlipat. Karena perempuan mengalami penindasan seperti pelecehan seksual, diskriminasi. Kemudian ada hal-hal khusus yang seharusnya diperhatikan karena perempuan juga melahirkan dan
menyusui. Harusnya dia punya hak istimewa untuk memenuhi itu.

Apa patokannya sesuatu hal bisa dianggap sebagai penindasan terhadap perempuan?
Ketika dia diperlakukan tidak manusiawi dan haknya tidak diberikan itu adalah penindasan. Umpamanya di pedesaan, kondisi saat ini mayoritas yang menguasai lahan di Indonesia itu adalah segelintir orang karena ada monopoli oleh perusahaan besar. Hal itu adalah
penindasan. Kalau di Riau banyak buruh perempuan di perkebunan sawit dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Ketika perempuan menuntut hak cuti haid, dia harus mengalami tes-tes yang sangat melecehkan perempuan, seperti mengecek alat kelaminnya.
Itu bentuk-bentuk penindasan kasat mata yang kita lihat.

Bagaimana dengan kekerasan fisik terhadap perempuan?
Sangat disayangkan, harusnya tidak terjadi. Karena tidak ada alasan untuk melakukan kekerasan, baik fisik maupun non fisik terhadap siapa pun.

Sejauh ini apakah tuntutan perempuan sudah tercapai?
Mungkin secara formal, seperti emansipasi itu bisa dikatakan sudah. Karena kalau dibandingkan dulu perempuan tak bisa mendapatkan pendidikan sama sekali sekarang sudah bisa. Perempuan juga sudah ada di kursi-kursi pemerintahan. Tapi secara substansi itu belum ada.

Apa faktor yang menghambat perjuangan perempuan di Indonesia?
Ada persoalan di internal yaitu perempuan dan rakyat. Masih kuatnya Budaya Patriarki yang memang perempuan sendiri harus mengubah cara pandang itu, begitu juga dengan laki-laki. Mereka harus bisa mengatur dirinya sendiri dalam melawan budaya patriarki tersebut.
Persoalan di eksternal yaitu yang dihadapi perempuan adalah sistem yang besar. Bukan hanya negara tapi Imperialisme dan Kolonialisme model baru. Mereka memakai segala cara untuk melakukan penindasan, salah satunya memakai Budaya Patriarki.

Kenapa kita harus melawan Budaya Patriarki?
Jelas karena Budaya Patriarki ini yang menyebabkan munculnya penindasan terhadap perempuan. Budaya Patriarki bukan hanya dimiliki oleh laki-laki, tapi perempuan sendiri juga memilikinya. Contohnya, upah buruh perempuan dengan upah buruh laki-laki lebih
besar upah buruh laki-laki. Itu karena ada anggapan bahwa laki-laki adalah kepala rumah tangga sehingga laki-laki dianggap layak mendapatkan upah yang lebih besar. Kenyataannya perempuan dan laki-laki itu sama-sama menjadi penopang ekonomi keluarga. Bahkan di banyak persoalan kehidupan, perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga dalam keadaan janda atau suami yang sedang sakit. Ketika kita melanggengkan Budaya Patriarki, itu yang merugikan kita sendiri dan sistem sosial kita rusak dengan Budaya Patriarki.

Bagaimana menyikapi populisme Budaya Patriarki?
Menurut seruni, kita jangan melihat kuantitas. Budaya Patriarki memang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Waktu dulu ada kaum komunal primitif yang mana mereka menjunjung kesetaraan. Kemudian ada penguasaan kekayaan pada segelintir orang dan di situlah muncul Budaya Patriarki. Dan dilanggengkan oleh berbagai sistem sosial, seperti agama yang melanggengkan Budaya Patriarki, hukum juga demikian bahkan negara kita juga. Sekarang kondisinya semua membicarakan emansipasi terhadap perempuan sampai dibicarakan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tapi apakah benar itu tujuan mereka? Toh, semakin hari semakin banyak perempuan yang mengalami kekerasan. Kita seakan-akan memberikan tempat yang lebih besar terhadap perempuan, banyaknya perempuan yang masuk ke lembaga resmi pemerintahan. Bahkan ada menteri kita yang beberapa orang perempuan dan Indonesia pernah punya Presiden seorang perempuan. Tapi, mereka sama sekali tak menyuarakan kepentingan perempuan.

Apa-apa saja yang mampu menumbangkan Budaya Patriarki?
Yang bisa menumbangkan Budaya Patriarki adalah kebersamaan laki-laki dan perempuan untuk melakukan perjuangan. Membuka mata bahwa sebenarnya ada persoalan di diri kita. Kemudian melakukan pendidikan dengan metode-metode yang bisa diterima oleh
masyarakat.

Bagaimana seharusnya negara menyikapi Budaya Patriarki?
Sebagai negara harus melakukan tugasnya sebagai negara, mestinya seperti itu. Negara memang harus melakukan kewajibannya, penuhi tuntutan hak rakyatnya. Walaupun kita tak bisa banyak berharap dari negara.

Apakah ada paham tertentu dalam mendukung perjuangan perempuan?
Aku pikir paham kemanusiaan. Ketika dia manusia, punya akal sehat, punya hati nurani dan dia melihat ketidakadilan dan ketidakbenaran, ya harus diperangi. Baik itu menimpa laki-laki maupun perempuan.

Penulis: Bagus Pribadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.