Petualangan Membunuh Harimau Dalam Diri Manusia

Judul: Harimau! Harimau!

Pengarang: Mochtar Lubis

Penerbit: Yayasan Obor Indonesia

Rilis: 1975

Jumlah halaman: 190

 

“Bunuhlah harimau yang ada dalam dirimu sendiri, sebelum membunuh harimau yang memburu kalian.”

Oleh: Mujawaroh Annafi

Mochtar Lubis tak hanya dikenal sebagai wartawan hebat yang telah menorehkan sejarah dalam pergerakan pers nasional melawan kolonialisme dan kekuasaan otoriter Orde Lama dan Orde Baru, tapi juga salah satu sastrawan kebanggaan Indonesia. Sastrawan kelahiran Padang, Sumatera Barat ini dikenal sebagai novelis produktif. Harimau! Harimau! adalah salah satu karya terbaiknya yang mendapat beberapa penghargaan serta telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Belanda dan Mandarin.

Novel ini bercerita tentang petualangan tujuh pencari damar di rimba raya. Karakter ketujuh tokoh diceritakan secara rinci. Syahdan, ketika perjalanan pulang, mereka dikejar-kejar oleh harimau tua yang kelaparan. Satu per satu dari mereka jatuh menjadi korban harimau. Berhari-hari mereka mencoba menyelamatkan diri namun teror harimau terus menghantui.

Di tengah ancaman harimau yang disangka harimau siluman, timbullah proses refleksi mengenai diri mereka masing-masing, yang mempertinggi kesadaran mereka; tentang kekuatan dan kelemahan-kelemahan ketujuh pencari damar ini. Mereka adalah orang-orang yang dihormati dan disegani di kampung, seperti Wak Katok, seorang dukun dan ahli ilmu gaib. Wak Katok dianggap sebagai pemimpin dalam kelompok ini lantaran kelebihan yang dimilikinya. Lalu Pak Haji, seorang yang religius tapi tidak peduli dengan hal-hal di sekitarnya. Dia tak pernah ikut campur urusan orang lain maupun urusan desa.

Pak Haji, sebagai yang tertua telah kenyang merasakan pahit getir kehidupan, ia telah melanglang buana ke berbagai negara di masa mudanya. Banyak pengalaman yang dialaminya dalam hidupnya. Ia banyak melihat kepicikan-kepicikan serta segala tabiat buruk manusia, hingga ia berkesimpulan bahwa semua manusia tak bisa dipercaya. Itulah yang membuatnya menjadi apatis terhadap lingkungan sekitarnya.

Pak Haji yang dikenal sebagai seorang religius bahkan sebenarnya tak percaya pada Tuhan, lantaran tatkala ia dalam kesusahan, ia minta pertolongan Tuhan, satu-satunya harapan terakhir karena tak ada orang lain yang bersedia menolong untuk kesembuhan anaknya. Alih-alih doanya tak dikabulkan Tuhan – anaknya meninggal dunia akibat penyakit yang diderita. Tak lama setelah kematian anaknya, istrinya pun meninggal dunia. Namun di bagian akhir cerita Pak Haji mengakui kekhilafannya, ketika ajal sudah mendekatinya.

Selanjutnya Pak Balam, yang pendiam dan dikenal pandai meramal nasib. Ada pula Sanip, Sutan, Talip serta yang paling muda Buyung. Mereka dikenal sebagai pribadi yang baik dan santun oleh warga kampung. Pak Balam, orang pertama yang diterkam harimau namun berhasil diselamatkan – mengungkapkan mimpi-mimpi buruk sebelum pergi meninggalkan huma di tengah hutan tempat mereka menginap. Ia merasa ajalnya sudah dekat dan harimau itu adalah harimau yang dikirim Tuhan untuk menghukum mereka yang berdosa. Pak Balam juga meminta kepada anggota yang lain untuk menceritakan dosa-dosa yang telah mereka perbuat agar bisa selamat dari maut yang mengintai mereka.

Kata-kata Pak Balam menimbulkan gejolak di hati mereka masing-masing, mengakui dosa berarti mempertontonkan aib yang sedari dulu dikunci rapat-rapat. Terjadi pergolakan di hati bahkan di antara mereka. Ketakutan dan ketegangan teror harimau menimbulkan sikap waswas dalam diri mereka, terkuaklah sifat-sifat asli pencari damar ini. Ada harimau yang lebih ganas bercokol dalam hati mereka yang harus mereka bunuh sebelum membunuh harimau yang telah memangsa kawan-kawan mereka.

Novel yang ditulis Mochtar Lubis ketika dipenjara di Madiun semasa pemerintahan Sukarno, ini memiliki nilai sastra yang sangat tinggi dan tetap menarik dibaca di zaman sekarang, terutama bagi generasi muda. Cerita novel ini terinspirasi dari pengalaman Mochtar Lubis yang semasa mudanya sering masuk ke belantara Sumatera dan bertemu harimau.

Deskripsi dari peristiwa serta tokoh dituturkan secara apik, memudahkan imajinasi pembaca dalam memahami cerita. Tiap lembar novel ini, menyuguhkan ketegangan-ketegangan dan rasa penasaran. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari novel ini, seperti kepemimpinan, sosial, religius dan tentu saja moral. Konflik yang terjadi cukup intens, sehingga kita dapat memetik pelajaran, “bunuhlah harimau yang ada dalam dirimu sediri, sebelum membunuh harimau yang memburu kalian,” seperti apa yang dikatakan salah satu dari mereka menjelang ajalnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.