Mengawal Kasus Zuhdy, Fopersma Kembali Menerbitkan Rilis

http://www.gagasan-online.com/2016/01/mengawal-kasus-zuhdy-fopersma-kembali.html
Ratusan wartawan di Riau melakukan aksi menuntut keadilan kepada Polda
Riau, terhadap tindakan pengeroyokan kepada seorang wartawan portal
media lokal yang telah dilakukan oleh puluhan oknum polisi. Selasa
(7/12/2015) Sumber Foto : Bertuahpos.com


gagasan-online.com
: Forum Pers Mahasiswa (Fopersma) Riau menerbitkan rilis terkait kasus Zuhdy Febrianto, wartawan riau online yang mengalami tindak kekerasan oleh aparat kepolisian saat peliputan Kongres HMI ke 28 di GOR Remaja Pekanbaru. Rilis ini merupakan kelanjutan dari pertemuan Fopersma di LPM Bahana Universitas Riau pada Minggu, 18 Januari 2016.

Di dalam rilisnya ini, Fopersma kembali menegaskan komitmenya untuk terus mengawal kasus Zuhdy agar tak hilang dari pemberitaan publik. Tindakan ini dinilai perlu supaya kasus tersebut tidak mengendap dan tuntas diselesaikan.

Berikut isi pers rilis Fopersma dengan judul “Kasus Pemukulan Zuhdy Menunggu Keterangan Saksi

Kasus
Pemukulan Zuhdy Menunggu Keterangan Saksi

Dipenghujung tahun 2015 lalu menjadi catatan
penting bagi kebebasan pers di Riau. Pasalnya kekerasan terhadap pekerja media
kembali terjadi. Kali ini korbannya bernama Zuhdy Febrianto wartawan riauonline,
satu portal media daring di Pekanbaru, pemilik media ini Fakhrur Rodzi
sekaligus Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru.  

Zuhdy mengalami pemukulan oleh aparat
kepolisian saat mengamankan kerusuhan yang terjadi pada pelaksanaan Kongres
Himpunan Mahasiswa Islam ke 28 di Pekanbaru, Desember lalu.

Zuhdy yang mengambil foto serta mengambil
video kerusuhan tersebut mendadak adu mulut dengan aparat Polisi hingga
berujung kekerasan. Zuhdy mengalami luka di kepala hingga dirawat di rumah
sakit beberapa hari. Menurut pengakuannya, ia dipaksa oleh aparat Polisi untuk
menyerahkan handphone yang ia gunakan mengambil foto dan video kerusuhan. Ia
menolak.

Forum Pers Mahasiswa (Fopersma) Riau yang
telah berkomitmen mengawal kasus Zuhdy agar tak hilang dari pemberitaan kembali
mengadakan diskusi mengenai perkembangan kasus Zuhdy. Di undang sebagai
narasumber Andi Wijaya salah satu tim advokasi dari kuasa hukum Zuhdy. Namun
Zuhdy sendiri tak hadir dalam diskusi tersebut. Minggu (18/1), sekretariat
Bahana Mahasiswa.

Menurut Andi, ada beberapa wartawan yang juga
menyaksikan pemukulan terhadap Zuhdy. Zuhdy dikeroyok oleh beberapa aparat
Kepolisian hingga terjatuh dan tak berdaya. Atas kejadian ini, AJI melapor pada
Polda Riau. Lewat penasihat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH)  Pekanbaru, aparat Polisi yang terlibat
melakukan tindakan kekerasan terhadap wartawan dilaporkan ke Propam atas
pelanggaran etik.

“Kita membawa kasus ini pada tingkatan Pidana
dengan mengacu Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999. Aparat Kepolisian yang
terlibat dalam peristiwa ini dianggap menghalangi kerja wartawan,” jelas Andi.

“Sekarang Polisi sedang melakukan
penyelidikan. Zuhdy sudah dipanggil beberapa kali untuk di BAP. Selain
menyerahkan hasil rekaman video,” kata Andi.

Penasihat Hukum nya juga mengajukan dua orang
saksi yang melihat kejadian tersebut. Ratna dan Adi Fadila  dua orang wartawan yang ada di kejadian.
Mereka sempat dipanggil oleh pihak Polisi untuk memberi keterangan namun
berhalangan hadir karena ada kesibukan lain. “Mereka akan dipanggil sekali
lagi,” kata Andi.

Andi mengatakan, mereka sedang menunggu
kesaksian dua orang yang diajukan tadi guna melengkapi dua alat bukti. Selain
itu, Andi juga mendapat informasi bahwa Zuhdy dilaporkan kembali. “Tapi kami
belum tahu siapa yang melaporkan dan laporannya terkait apa. Zuhdy sebagai
terlapor juga belum ada dipanggil terkait laporan itu,” terangnya.

Kini, Zuhdy beserta Penasihat Hukum nya
berharap saksi yang diajukan mau memberi keterangannya saat dipanggil oleh Penyelidik.
Upaya lain yang dilakukan untuk menuntaskan kasus ini juga dilaporkan pada
Dewan Pers.

“Jika kasus ini mandek di Polda Riau, AJI
Pekanbaru beserta Penasihat Hukum akan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri,”
tegasnya.

Kekerasan terhadap wartawan bukan pertama kali
terjadi di Riau. Pada tahun 2012, beberapa wartawan juga mengalami tindak
kekerasan oleh aparat TNI AU Pekanbaru, saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200
milik TNI AU, di kawasan Perumahan Pandau Permai. Mereka, Fahri Rubianto
kameramen Riau Tv, Didik Herwanto fotografer Riau Pos, Rian Anggoro wartawan
Antara Riau dan Ari kameramen TV One.

Mereka dikejar oleh aparat TNI, dirampas
alat-alat untuk meliput hingga ada yang dicekik. Kekerasan terhadap wartawan
tentu melanggar kebebasan pers dalam hal meliput suatu peristiwa. Sanksi yang
diberi terhadap aparat tentunya tidak cukup dengan sanksi disiplin saja.

Seperti kasus Zuhdy, tindakan kekerasan ini
bisa dibawa keranah pidana, karena melanggar Undang-undang pers dan pasal 351
ayat 1 juncto pasal 170 KUHP. Menghalangi pekerjaan wartawan dan melakukan
tindakan penganiayaan serta kekerasaan.

Koordinator Fopersma Riau, Yosa Satrama Putra
mengatakan, Fopersma Riau akan terus memantau kasus ini hingga selesai. “Kita
tak mau kasus kekerasan Zuhdy ini dilupakan begitu saja, baik dari masyarakat
maupun media. Kasus Zuhdy harus dituntaskan karena akan memberi efek jera
kepada aparat terkait kekeasan oleh wartawan yang sering terjadi saat ini,”
kata Yosa. #Suryadi-Fopersmariau
Rilis ini merupakan rilis kedua yang diterbitkan Fopersma setelah sebelumnya juga merilis “Fopersma Riau Akan Kawal Kasus Zuhdy“.  Rilis tersebut dikeluarkan pada 12 Desember 2015 lalu sebagai respon dan bentuk solidaritas wartawan mahasiswa terhadap sesama rekan sesama jurnalis.

gagasan-online.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.