Fenomena Pengamen Jalanan

http://www.gagasan-online.com/2015/09/fenomena-pengamen-jalanan.html
Ilustrasi : Net
“Aku yang dulu bukanlah yang sekaraaang….

Dulu ditendang sekarang kudisayaaang…”
 
Begitulah sedikit penggalan lagu Tegar Septian yang masyhur disapaTegar. Bocah Subang  yang bergulat dengan nasib sebagai penyanyi jalanan sejak usia tujuh tahun ini, telah berhasil memesona banyak orang dengan tembang ciptaannya sendiri, salah satunyaberisi potongan lirik di atas dengan judul “Aku yang Dulu Bukanlah yang Sekarang”.
 
Masyarakat terpikat dengan lagu dan suara khas Tegar. Semakin banyak viewer yang menonton videonya di youtube saat bernyanyi di jalanan.Namun, dari alunan mendayu-dayu yang disuguhkan dengan petikan ukulele setianya itu, Tegar berhasil mengangkat keberuntungan hidup lewat tawaran para pemilik dapur rekaman yang tertarik untuk merilis lagu-lagu miliknya. Akhirnya,bocah pengamen yang kerap wiri-wiri di jalanan Subang-Kopo-Cikampek dan dikenal via youtube ini, kini sudah naik panggung dan tersohor di Tanah Air.
 
Namun, tidak begitu ceritanya dengan Dodo (bukan nama sebenarnya), seorang pengamen jalanan di daerah Panam, Pekanbaru, Riau. Bagi masyarakat yang biasa mengisi perut atau nongkrong di beberapa tempat makan di Jalan HR Subrantas, tentunya pernah melihat Dodo datang dengan sepedanya dan melulu menyanyikan lirik di atas hanya pada bagian reffain-nya saja. Disamping gaya bernyanyinya yang “pasrah” maksudku buta nada, ukulele yang biasa dibawanyatidak dimainkan sebagaimana mestinya. Alat musik berupa gitar mini ini tidak hanya sekadar di jreng-jreng kansaja, tapi terkadang ukulelenya hanya digantung di pundak lalu ia bernyanyi dengan bertepuk tangan dengan tempo yang lumayan lambat.
 
Tak jarang setelah atau pun sebelum Dodo datang bernyanyi dengan lagu andalannya, beberapa pengamen lain silih bergantidatang bernyanyi. Mereka terdiri dari berbagai usia, dari yang bocah hingga paruh baya. Salah satunya anak lelaki yang membawa kerincing dan menari lincah meliuk-liukkan badannya sambil bernyanyi lagu dewasa dengan suara sedikit disengau-sengaukan.Kalau yang tua, kerap kali saya melihat ia datang mengamen selalu dalam penampilan yang rapi dan segar, seperti sehabis mandi. Dia mengamen cukup dengan memukul-mukul gendang yang bunyinya lebih mendominasi dari suaranya yang seringkali membawakan lagu kasidah. Tak sedikit juga di antara kedatangan mereka diselingi oleh beberapa macam gelandangan dan pengemis.
 
Pengamen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online diartikan sebagai penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak tetap tempat pertunjukannya, biasanya mengadakan pertunjukan di tempat umum dengan berpindah-pindah. Dalam kamus online lainnya pengamen ditulis sebagai “beg while singing playing musical instruments or reciting prayers, atau be persistent (memaksa). Sederhananya, pengamen bisa disebut sebagai penyanyi jalanan.
 
Mengamen bukanlah pilihan pekerjaan bagi mereka. Terkadang ngamen hanyalah sebuah solusi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari yang semakin hari semakin membengkak. Bahkan ada sebuah ungkapan klasik di dunia pengamen bahwa “lebih baik mengamen daripada mencuri”.
Beberapa faktor yang membuat seseorang memilih menjadi pengamen di antaranya lemahnya ekonomi, mahalnya biaya pendidikan dan kurangnya lapangan pekerjaan. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan bahwa “buat makan aja susah, apalagi buat sekolah”.
 
Banyaknya pengamen di jalanan juga dapat menunjukkan adanya perbedaan karakter pengamen. Dari beberapa tempat saya menemukan berbagai karakter pengamen. Biasanya kalau masih bocah, mereka akan menunggu cukup lama hingga sampai kita mau memberi bayaran. Terkadang ada juga yang memaksa dan berulang kali meminta dengan kalimat yang sama dengan nada memelas. Suatu kali pernah saya melihat setelah diberi uang, bocah pengamen tersebut langsung membeli sebatang rokok dan berjalan melenggang ke tempat lainnya.
 
Miris dan sungguh disayangkan. Saya tidak menyimpulkan bahwa pengamen di daerah rantauanku tidak patut diberi atau tidak seperti diharapkan dapat menghibur dan membuat pendengarnya semakin merasa nyaman. Masih ada pengamen yang memiliki santun dan memang menghibur dengan pemberian sukarela. Hanya saja, mata pencaharian ini terkesan seperti lahan basah untuk meraup uang sekurang-kurangnya cukup untuk membeli sebatang rokok atau pun bensin motor. Saya memang tidak berhak menghakimi bagaimana cara seseorang mencari uang untuk bertahan hidup dan untuk apa uang itu mereka gunakan. 
Tetapi jika yang terjadi seperti yang saya lihat, pemberian yang kita maksudkan untuk membantu sesama akan menjadi sesuatu yang semakin membuat mereka bergantung hidup pada pemberian orang lain. Padahal kondisi badan mereka cukup sehat, terutama bagi yang usia remaja. Jumlah mereka akan semakin bertambah selagi kita masih enteng memberi dengan cara yang tidak tepat.
 
Sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan peraturan bahwa masyarakat tidak boleh memberikan uang sepeser pun untuk gelandangan dan pengemis (dalam hal ini termasuk pengamen). Tetapi nyatanya semua masyarakat melanggar peraturantersebut. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat tetap memberikan sedikit uangnya seperti merasa iba, menyukai hiburannya, alasan beramal, dan lain-lain.
 
Sebenarnya sudah ada wadah penyaluran bantuan sosial untuk sesama ini di tengah-tengah masyarakat. Beberapa lembaga sosial telah lama hadir seperti Dompet Duafa, Rumah Zakat, Swadaya Ummah, dan lain sebagainya. Pada lembaga-lembaga ini dana yang kita berikan akan disalurkan dalam berbagai bentuk pengembangan keterampilan masyarakat, kecerdasan, kemandirian umat, bahkan dapat digunakan untuk bantuan bencana alam dalam-luar negeri. Jadi, bantuan yang disumbangkan akan lebih jelas penyalurannya dan benefitnya lebih luas kita rasakan. tenrasa iba yang kita maksudkan adalah tidak membiarkan mereka selamanya betah menjadi pengamen atau pun gepeng, bukan?
Wilna Sari
Litbang LPM Gagasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.