[OPINI] – Asas Pemilu Luber Jurdil di Era Digital, Apakah Penting?

Penulis: Aulia Zuliantika**

Gagasanonline.com – Luber Jurdil sudah tidak asing didengar sejak mempelajari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Negara (PKN). Luber Jurdil merupakan asas pemilu yang telah ditetapkan pada pasal 22E ayat 1 UUD 1945, yakni berbunyi “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali”. Dari bunyi pasal tersebut asas pemilu Luber jurdil memiliki 6 asas.

Salah satu asas yang ingin saya bahas adalah asas ‘Rahasia’. Asas ini berbunyi kerahasiaan suara yang di berikan oleh pemilih akan dijamin keamanannya.

Pada kondisi saat ini, banyak masyarakat yang memberikan pilihannya secara terang terangan untuk dukungan politik. Terutama dengan adanya sosial media, masyarakat dengan mudahnya memberi tahu dukungannya ke publik. Hal ini menyebabkan terjadinya pertengkaran kerena perbedaan dalam dukungan. Tak hanya berupa olokan, bentuk kekerasan pun pernah terjadi.

Melihat kasus diatas, apakah asas ini penting untuk diterapkan Masyarakat ? Tentu ini penting agar meminimalisir terjadinya kericuhan antar masyarakat dan mengamankan diri dari hal-hal yang mengancam. Lalu apakah tidak boleh memberitahu dukungan kita kepada publik? Tentu saja boleh, karena menjadi hak pribadi orang tersebut untuk memberitahu atau tidak dukungannya.

Pada masa kampanye di era digital saat ini, dukungan-dukungan para tokoh terkemuka terutama para influencer dapat mempengaruhi masyarakat untuk memberikan pilihannya. Keterbukaan dalam pemilhan politik tak dapat di hindari lagi, sehingga tak ada lagi kerahasiaan dalam pemilihan terhadap dukungan politik. Lalu apakah sikap seseorang yang terbuka atas pilihannya merupakan tidak terimplementasinya asas rahasia?

Seperti yang telah dijelaskan, maksud dari asas rahasia yaitu kerahasiaan suara yang diberikan oleh pemilih akan dijamin keamanannya. Jadi pemilihan setelah memilih atau mencoblos dukungannya inilah yang menjadi kerahasiaan. Karena hasil pemilihan dan menyoblosan ini menjadi data. Dengan adanya kotak suara yang terkunci ini menjadi sebuah bentuk kerahasiaan dalam pilihan seseorang tersebut. Jadi kerahasiaan ini menjadi keamanan bagi masyarakat yang barang kali berada dalam kondisi yang mengancamnya.

Asas rahasia sempat menjadi perbincangan saat sidang panel Makamah Konstitusi pada tanggal 17 maret 2022, terdapat pengajuan permohanan pengujian asas pemilu bebas dan rahasia kepada mahkamah konstitusi sehingga terjadilah sidang pengujian UU Pemilu di ruang sidang pleno. Djujur Prasasto selaku pemohon menyatakan pada pasal 2 UU Pemilu yang berbunyi “pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung,umum, bebas, rahasia, jujur dan adil” bertentangan dengan UUD 1945.

Menurutnya kata “bebas” dan rahasia” memiliki makna tumpang tindih. Maksudnya jaminan untuk memillih, seharusnya termasuk bebas untuk mempublikasikan atau merahasiakan pilihannya dan sebaliknya, jika seseorang terpaksa untuk merahasiakan pilihannya, maka orang tersebut dalam kondisi tidak bebas. Selain itu, pemohon juga menyebutkan jika kata “rahasia” pada asas pemilu tidak lagi relevan pada era digital sekarang ini.
“apabila menghilangkan prinsip ‘rahasia’ dalam pemilu, membuka peluang sistem coblos dengan menerapkan e-voting sehingga lebih ekonomis, cepat, dan akuntabel. Sebab, pemilih akan memiliki rasa keterlibatan dalam memilih karena dapat melakukan penelusuran identitas pemilih, baik dari tingkat TPS maupun tingkatan nasional,” jelas Djujur pada sidang panel.

Pada sidang panel itu juga pemohon melakukan klarifikasi untuk melakukan penarikan atas pemohonan yang telah di ajukannya. Hal ini dilakukan karena pemohon memiliki keterbatasan pengetahuan bahasa hukum untuk menyusun permohonan yang sesuai dengan sistematika pengajuan pemohonan yang ditetapkan MK. Sidang panel yang dipimpin Hakim Kontitusi Daniel Yusmin P. Foekh, menyatakan bahwa ia menerima pengajuan permohonan dan setelah itu pemohon mencabutan permohonan. Sehingga dengan adanya pencabutan permohonan, ia tidak dapat melanjutkan untuk memberi nasehat.

Dari sidang panel ini kita dapat melihat bahwa asas ‘rahasia’ menjadi tantangan di era digital ini. Menurut Djujur Prasasto e-voting dapat memudahkan proses pemilihan dan perhitungan cepat. Akan tetapi dengan adanya e-voting ini dapat menghilangkan asas ‘rahasia’. Maka dapat kita ketahui e-voting menjadi keuntungan tersendiri bagi pihak tertentu. Jadi dapatkah asas ‘rahasia’ dan ‘bebas’ seperti yang di sidangkan ini dapat dihilangkan ? Tentu tidak dapat dihilangkan terutama pada asas ‘bebas’ karena seperti yang kita ketahui bahwa negara kita adalah negara demokrasi, jika asas ini di hapus akan bertentangan dengan bentuk negara kita yang demokrasi ini.


Di era digital saat ini, sangat sulit menerapkan asas rahasia pasalnya kampanye pun dapat dilakukan di media sosial. Tampak para pendukung memberikan dukungannya menggunakan berbagai macam tagar bahkan memberikan hoax menggunakan akun samaran guna menjatuhkan calon lain. Ntah hanya untuk ikut-ikutan atau memberi pengaruh agar mendukung calon yang sama. Tentu, hal itu sulit kita hindari.

Kesimpulannya asas Luber Jurdil pada pemilu sangatlah penting untuk kita semua, agar pemilu ini menjadi pemilu yang sehat dan bersih dari hal-hal kecurangan. Terutama pada asas rahasia, setiap orang boleh saja memberi tahu dan menyebarkan pilihannya kepada orang banyak. Akan tetapi pada saat pemilihan, hasil dari yang dia pilih menjadi tanggung jawab negara untuk menjaga keamanan atas kerahasiaan suara tersebut.

Editor: Dicky Kurniawan
Foto: Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.