Sering Mendadak Sedih Tanpa Sebab? Mungkin Kamu Mengalami Persistent Depressive Disorder

Penulis: Hendrik Khoirul

Gagasanonline.com – Pernahkah kamu tiba-tiba merasa sedih, tidak berharga, tidak ada harapan, atau terlalu kecewa dengan diri sendiri? Perasaan ini kerap muncul di rentang usia quarter life atau masa seperempat kehidupan. Secara medis, kondisi ini disebut persistent depressive disorder.

Menurut National Center for Biotechnology Information, persistent depressive disorder (PDD) merupakan bentuk depresi kronis. Istilah ini menggabungkan dua diagnosis terkait depresi, yaitu dysthymia dan chronic major depressive disorde (gangguan depresi mayor kronis).

Gejalanya, kamu mungkin merasa kehilangan minat pada aktivitas normal sehari-hari, merasa putus asa, kurang produktivitas, memiliki harga diri yang rendah, serta perasaan tidak mampu melakukan bidang yang kamu tekuni secara keseluruhan. Kondisi ini juga menyebabkan serangan rasa sedih yang mendadak. Tetapi kebanyakan pasien mengaku tidak tahu penyebab rasa sedih mereka.

National Institute of Mental Health memperkirakan 19,4 juta orang Amerika mengalami setidaknya satu episode depresi besar pada tahun 2019. Ini mewakili hampir 7,9 persen dari semua orang dewasa Amerika. Selain itu, sekitar 2,5 persen orang Amerika akan mengalami persistent depressive disorder setidaknya sekali seumur hidup. Di seluruh dunia diperkirakan prevalensi depresi, termasuk gangguan depresi persisten adalah sekitar 12 persen.

Ada banyak penyebab persistent depressive disorder, seperti dikutip dari laman mayoclinic.org. Menurut penelitian, orang dengan gangguan depresi persisten ini mungkin memiliki perubahan fisik di otak mereka. Tetap signifikansi dari perubahan ini masih belum pasti. Perubahan fisik otak tersebut diduga mempengaruhi tingkat depresi seseorang.

Selain itu, otak manusia juga menghasilkan bahan kimia alami yang disebut neurotransmiter. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa perubahan fungsi dan efek neurotransmiter ini, serta bagaimana interaksinya dengan saraf yang terlibat dalam menjaga stabilitas suasana hati, ternyata memainkan peran penting dalam mempengaruhi tingkat depresi seseorang.

Penyebab lainnya bisa jadi karena genetik atau keturunan. Menurut penelitian, seseorang lebih berisiko mengalami persistent depressive disorder apabila keluarganya juga memiliki riwayat yang sama. Para peneliti sedang mencoba untuk menemukan gen yang mungkin terlibat dalam menyebabkan depresi persisten ini.

Peristiwa di kehidupan seseorang juga dapat menyebabkan persistent depressive disorder. Mungkin kamu merasa sedih secara mendadak disebabkan peristiwa masa lalu yang tidak disadari. Peristiwa traumatis seperti kehilangan orang yang dicintai, masalah keuangan, atau resolusi hidup yang tak tercapai, dapat memicu gangguan depresi persisten pada beberapa orang.

Mengutip laman Healthline, selain beberapa penyebab tersebut, seseorang yang memiliki riwayat kondisi kesehatan mental lainnya, seperti kecemasan atau gangguan bipolar, penyakit fisik kronis, seperti penyakit jantung atau diabetes, serta penggunaan obat terlarang juga lebih rentan mengalami persistent depressive disorder. Sekitar 21 persen orang yang menyalahgunakan penggunaan narkotika mengalami depresi ini.

Menurut penelitian Hung CI dan kawan-kawan pada 2019 yang dipublikasikan di Pub Med, depresi, secara umum memiliki dampak besar pada morbiditas dan mortalitas serta penyebab umum beban penyakit global dan kecacatan di seluruh dunia. Hasil dari studi 10 tahun menunjukkan bahwa gangguan persistent depressive disorder meningkatkan keparahan depresi, kecemasan, dan gejala somatik yang lebih besar dibandingkan dengan gangguan depresi mayor.

Lalu bagaimana cara mengobati persistent depressive disorder ini? Pengobatan untuk persistent depressive disorder dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya.

Menukil dari laman Healthline, biasanya perawatan untuk pasien persistent depressive disorder terdiri dari pengobatan, psikoterapi, serta mengubah gaya hidup.

1. Obat-obatan

Profesional medis dapat merekomendasikan berbagai jenis antidepresan untuk mengobati persistent depressive disorder, antaranya Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI), seperti fluoxetine (Prozac) dan sertraline (Zoloft). Antidepresan trisiklik (TCA), seperti amitriptyline (Elavil) dan amoxapine (Asendin). Serta Serotonin dan norepinefrin reuptake inhibitor (SNRI), seperti desvenlafaxine (Pristiq) dan duloxetine (Cymbalta).

2. Terapi

Kombinasi pengobatan dan psikoterapi adalah metode paling efektif untuk mengobati persistent depressive disorder. Profesional medis biasanya akan menyarankan untuk mengambil bagian dalam psikoterapi atau terapi perilaku kognitif atau cognitive-behavioral therapy (CBT). Psikoterapi, disebut juga sebagai terapi bicara, biasanya melibatkan sesi dengan profesional kesehatan mental atau psikiater.

3. Perubahan gaya hidup

Gaya hidup yang tidak sehat seperti penggunaan narkotika menyebabkan persistent depressive disorder. Oleh sebab ini, mengubah gaya hidup yang sehat juga diperlukan untuk kesembuhan depresi.

Editor: Annisa Firdausi

Foto: Pixabay

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.