Polemik ‘Ngopi Pagi’

gagasanonline.com : Masjid bercat putih berdiri dengan pagar-pagar besi tinggi yang mengelilinginya. Istiqomah, itu nama masjidnya. Terletak dijalan Merpati Sakti Pekanbaru. Cat putih menghiasi dinding masjid. Ikhwansyah duduk didekat pintu masjid. Lelaki kelahiran 16 Oktober 1991 itu menggenakan jaket berlambang organisasi dengan celana kain.

Ikhwansyah bercerita kasus ‘Coffee Morning’ yang mencuatkan namanya. Ia juga mengaku mengalami kekerasan yang dilakukan oleh dosen seusai acara tersebut. Konflik di Fakultas Sosial dan Ekonomi (Fekonsos) kembali memanas. Bak bola api yang terus menggelinding ke permukaan, meredup, menyala, berkobar dan tak kunjung padam. Diawal 2016, Fekonsos mengalami kericuhan bahkan sempat memboikot ruang belajar mahasiswa. Saling silang pendapat dalam penafsiran statuta sampai Wakil Dekan III melayangkan somasi kepada Dekan. Pantry mewah dan ‘tugu monas’ Fekonsos-pun jadi masalah.

Cofee Morning Fekonsos Sedang Berlangsung

Lagi, acara ‘Coffee Morning’ yang ditaja oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fekonsos pada Rabu, 21 Desember 2016 pun berujung masalah. Berawal dari Ikhwansyah yang merasa acara tersebut setting-an. Acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan penyampain visi misi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fekonsos disertai pembacaan sepuluh pertanyaan. Sepuluh pertanyaan ini dirangkum dari pertanyaan-pertanyaan yang dicatat mahasiswa sebelum memasuki gedung saat acara akan dimulai.

Sekitar Pukul 10.00 WIB, Ikhwansyah memilih meninggalkan acara untukshalat dhuha di Kesekretariatan Forum Kajian Islam Intensif (FKII) As-Syams. Sebelum pergi, aktivis rohis ini sempatkan diri menulis status di media sosial miliknya.

Sekitar sepuluh menit usai ibadah, Ikhwansyah kembali memasuki gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) untuk mengikuti kembali acara Coffee Morning. Ikhwansyah kecewa karena hanya ada empat pertanyaan disesi kedua yang diizinkan moderator dan dirinya sama sekali tak dapat kesempatan bertanya. “Seharusnya puluhan pertanyaan, namanya juga diskusi,” katanya. Selain itu, Ikhwansyah juga menyayangkan sistem acara Coffee Morning ini yang pertanyaan-pertanyaannya dicatat dan hanya dibacakan sepuluh pertanyaan.

Menurut Ikhwansyah, acara usai pukul 11.00 WIB. Ia pun kembali kesekretariatan FKII As-Syams yang letaknya masih satu gedung dengan aula PKM, lebih tepatnya di sayap kanan PKM. Dikesekretariatan FKII, Ikhwansyah hanya seorang diri, sedangkan diluar kesekretariatan ada beberapa mahasiswa yang tengah asik bercerita. Tak lama berselang,

Pernyataan Ikhwansyah di Media Sosial

Sejumlah mahasiswa mendatangi Kesekretariatan FKII untuk bertemu Ikhwansyah. Mereka meminta Ikhwansyah untuk menemui salah seorang dosen di dalam PKM namun ia sempat menolak dan meminta dosen itu yang datang kepadanya dikesekretariatan FKII. “Tapi karena segan dosen lebih tua, sayalah ke sana (jumpaidosen, -red),” ujar Ikhwansyah.

Ikhwansyah diminta menemui dosen tersebut untuk mengklarifikasi pernyataan yang ia tulis dimedia sosial miliknya. Di status tersebut, Ikhwansyah mengklaim acara Coffee Morning itu setting-an. Status tersebut ia tautkan kepada pejabat universitas dan aktivis mahasiswa. Ada tiga belas akun yang tertaut di status tersebut.

“Hari Coffee Morning Settingan Mahasiswa Fekonsos Hanya diam Mendengar Omong Kosong, Sekali Penipu tetap Penipu. @Tipu – tipu”

Ikhwansyah mempertanyakan kenapa yang menjawab pertanyaan itu hanya Dekan. Seharusnya yang masalah UKT, dijawab oleh WD II. Sedangkan untuk masalah kemahasiswaan, dijawab oleh WD III.

“Pimpinan yang hadir ada WD I, WD II, WD III, dan kajur-kajur. Apakah pimpinan yang lain hanya duduk-duduk dan menonton?”

Selain itu, Ikhwansyah mengaku saat menemui dosen bersangkutan setelah acara Coffee Morning usai, ia mendapatkan kekerasan fisik yang dilakukan oleh beberapa dosen berinisial MK dan MR. dosen berinisial MK mencengkram lehernya dari belakang dan kedua tangannya dipegang oleh dosen lainnya berinisial MR. “Sempat mau ditinju sama MK, tapi dihalangi dosen lain,” katanya.

Ikhwansyah lalu dibawa kemobil menuju gedung Fekonsos. Kemudian ia dibawa kesalah satu ruangan dengan kondisi tangan yang masih dipegang MR. saat memasuki ruangan tersebut, Ikhwansyah sempat merasakan kakinya ditendang oleh MK. Di dalam ruangan itu ternyata sudah menunggu beberapa dosen dengan inisial AL, ZA, MR, LH, dan lainnya. “Didalam ruangan itu saya dibentak-bentak. Setelah lima menit, Pak Mahmuzar datang dan mereka baru tenang,” jelas Ikhwansyah.

Jam 11.50, Ikhwansyah ditemani Wakil Dekan III Mahmuzar dan beberapa teman-temannya melaporkan ulah oknum dosen-dosen tersebut kekapolsek Tampan. “Saya sudah divisum dan saat ini pengaduan dalam proses,” tutupnya.
***
Beberapa kali mencoba ditemui diruangannya, Dekan Fekonsos, Mahendra Romus sedang tidak berada ditempat. Akhirnya salah seorang kru Gagasan berinisiatif untuk menunggui Mahendra Romus saat tengah mengajar. Selesai mengajar, lelaki yang memakai baju dengan celana jin itu melayani mahasiswa-mahasiswa bimbingannya.

“Saya sedang sibuk,” ujarnya pada kru Gagasan saat telah selesai dengan mahasiswa-mahasiswa bimbingannya. Akhirnya Mahendra bercerita sambil terus mengayunkan langkahnya karena ada jadwal rapat senat.

Menurut Mahendra, menjawab semua pertanyaan yang diajukan saat Coffee Morning itu memang tugasnya. Semua pejabat Fekonsos yang lain turut hadir  dan mereka yang memberikan input jawaban ke dekan. “Cuma khusus dekan yang menjawab, dekan kan pengambil keputusan,” katanya.

Mahendra juga mengomentari terkait kekerasan yang dialami oleh Ikhwansyah. Menurut Mahendra, tindak kekerasan itu tidak pernah ada. “Cuma dinasehati. Wajarkan kalau orang tua memarahi anaknya sendiri yang kurang sopan? Kamu pernah kan dimarahi orang tuamu sendiri?” tanya Mahendra kepada wartawan Gagasan itu.
***
Ruangan berpintu coklat yang itu tampak ramai. Beberapa mahasiswa keluar masuk untuk menemui Muammar Alkadafi salah satu dosen Fekonsos. Muammar Alkadafi, dosen dengan inisial MK yang dituduh Ikhwansyah sebagi pelaku penganiayaan tidak merasa pernah melakukan kekerasaan apapun.

Mahendra Romus (Tengah) saat menjawab pertanyaan mahasiswa di Cofee Morning Fekonsos

Menurut pernyataan Muammar, dirinya sama sekali tidak pernah memukul atau bahkan menyeret korban.”Kasus itu tidak ada, tidak benar adanya pemukulan,” ucapnya dengan nada emosi.
Muammar mengaku bahwa dirinya memang terpancing emosi saat itu, ia hanya sempat perang mulut dengan Ikhwansyah untuk meminta verifikasi terkait status Ikhwansyah tersebut. Selain itu, Muammar membenarkan bahwa dirinya sempat memegang tangan korban untuk menemui dosen yang hadir untuk menjelaskan tujuan korban menulis status tersebut. “Cuma memegang bukan menyerat atau memukul. Marah karena dia kurang sopan,” kata Muammar.

Sedangkan untuk tuduhan mencekik, Muammar juga membantah hal itu. Dalam kesaksiannya Ia hanya memegang kerah baju korban waktu korban disuruh naik ke dalam mobil untuk dibawa ke Fekonsos. “Kebetulan dia memakai jaket pada saat kejadian,” tambahnya sambil memperagakan kejadian saat itu.
Muammar juga menjelaskan bahwa Ikhwansyah dibawa kemobil dan dilarikan ke Fekonsos untuk menghindari kondisi massa yang sedang kesal kepada Ikhwansyah. “Satu saja mahasiswa yang mulai saat itu, habis dia,” kata Muammar.

Sedangkan Wakil Dekan I Mahyarni mengaku sempat melihat Ikhwansyah dibawa ke Fekonsos pada saat kejadian Coffee Morning beberapa bulan yang lalu. Pada saat itu, ia kebetulan berada di parkiran Fekonsos usai mengahadiri acara Coffee Morning. Mahyarni sempat kaget melihat di depan gedung Dekanat Fekonsos sudah ramai. “Loh ada apa ini?” Mahyarni mengulang apa yang ia katakan saat kejadian Coffee Morning.

Mahyarni bercerita bahwa ia tidak pernah melihat adanya aksi pemukulan atau penyeretan selama berada di parkir. Ia hanya sempat mendengar adanya keributan omongan saja. “Dosen tersebut bergerak kearah Ikhwansyah, tidak ada ekspresi mau mukul. Lagian disana udah ada sekuriti kok,” ucapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh security Fekonsos Firdaus yang saat itu berada di parkiran dihari Coffee Morning. Menurut pengakuan Firdaus, ia melihat Ikhwansyah keluar dan berjalan sendiri dari mobil. Firdaus mengaku tidak ada melihat adanya tindak kekerasan. “Tidak ada penyeretan yang saya lihat,” ucapnya.

Wakil Dekan III Fekonsos, Mahmuzar mengaku dirinya mengetahui adanya keributan setelah acara Coffee Morning dari salah seorang mahasiswa yang menghubunginya. Kemudian WD I Mahyrani juga sempat mengabari kasus yang sama kepadanya. Mahmuzar yang sedang mengisi kuliah tidak sempat menyaksikan apa yang sedang terjadi. “Saya tidak tau pasti, karena tidak ada ditempat,” ucapnya.

Menurut Mahmuzar, setelah ia selesai mengajar, ia mendapat kabar bahwa Ikhwansyah di bawa keruang senat. Mahmuzar menuju ruang senat sendirian, ketika Mahmuzar berada diruang ia mengaku hanya melihat semua yang hadir bungkam. Ia hanya sempat mendengar ucapan Ikhwan syah. “Kurang ajar mana saya dari bapak, saya hanya nulis di Facebook status seperti itu, sementara bapak menendang saya, memukul saya, rasa sakitnya masih ada. Nanti saya lapor polisi.” Mahmuzar mengulang kata-kata yang diucapkan oleh Ikhwansyah waktu itu. Kemudian Mahmuzar menyuruh Ikhwansyah untuk diam dan ruangan kembali sepi, ia pun meminta Ikhwansyah untuk pulang. Sebelum meninggalkan ruangan, Mahmuzar mengaku sempat mendengar adanya ucapan dari salah seorang dosen yang kurang enak di dengar. “Kau emang kurang ajar, awas kau nanti malam,” lebih kurang begitu ucap Mahmuzar yang berusaha mengingat percakapan itu.

Selain itu, berdasarkan penuturan yang disampaikan oleh WD III Fekonsos ini bahwa bukan dirinya yang menemani Ikhwansyah untuk melapor ke polisi. Ia juga akui bahwa dirinya sempat bertanya apa benar korban hendak melapor dan jawabannya iya. “Hanya menyusul mereka, bukan mengantar. Setelah beberapa saat mereka meninggalkan kampus saya menghubungi mereka menanyakan bagaimana keadaannya,” tuturnya.
***
Ketua panitia Coffee Morning, Yudha Armanda menyayangkan status Ikhwansyah dimedia sosialnya. Padahal ia dan teman-temannya sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pengadaan acara itu dengan tujuan dapat mempertemukan pihak dekanat dengan mahasiswa guna menyelesaikan permasalahan yang ada di Fekonsos. Acara itu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sejak beberapa minggu sebelum hari H.

Kekecewaan itu sempat membuat pihaknya (BEM.-red) ingin menggugat Ikhwansyah atas status yang ia tulis di sosial media miliknya. Yudha merasa status itu mencemari nama baik BEM Fekonsos. Namun pihaknya mengurungkan lantaran kasus Ikhwansyah dan dosen tersebut menimbulkan fraksi dan sudah sampai laporan kepihak kepolisian. “Agar permasalahan tidak semakin melebar. Nanti kalau kami menggugat akan semakin panjang kasusnya,” jelas Yudha.

Dengan lugas, Yudha menceritakan runtutan acara Coffee Morning. Pada pembukaan acara, Ketua BEM Fekonsos membacakan 10 pertanyaan yang diajukan mahasiswa saat registrasi. Pada tahap registrasi, panitia menyediakan kolom bagi para peserta yang terdiri dari mahasiswa Fekonsos untuk menuliskan permasalahan di fakultasnya. Kemudian panitia secara tertib melempar pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk diajukan kepada pejabat fakultas sesuai dengan bidangnya.

Mahedra Romus, Dekan Fekonsos menjadi narasumber pertama yang menjawab pertanyaan yang disampaikan. “Akhir acara, panitia juga menyediakan satu sesi sebagai tempat tanya jawab audiens yang hadir dengan para pimpinan dekanat,” kata Yudha.

Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua BEM Fekonsos, Andira Rahman. Dengan tegas, ia membantah tuduhan pihak lain yang menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mahasiswa di acara Coffee Morning telah dikonsepkan atau ditentukan sesuai keinginan pihak tertentu. Andira mengatakan, 10 pertanyaan yang diajukan di sesi pertama merupakan rangkuman dari keluhan mahasiswa.

Menurut Andira, sejauh ini tidak ada keluhan dari mahasiswa terkait acara dialog bertajuk Coffee Morning yang diselenggarakan BEM Fekonsos. “Mahasiswa puas karena pertanyaan mereka terjawab,” katanya.
***
Saat dijumpai kru Gagasan Selasa Siang (07/03/17), Ketua Dewan Kode Etik Dosen Prof Alaidin koto tengah sibuk berdiskusi dengan dua orang temannya di perpustakaan pribadi miliknya. Alaidin menyambut kru Gagasan dan mempersilahkan duduk diatas karpet disamping rak bukunya. Ia mengakui Dewan Kode Etik Dosen itu dibentuk oleh rektor untuk menangani kasus kode etik yang berlaku di UIN dengan jumlah anggota sebanyak tujuh orang. Saat ditanyai terkait kelanjutan kasus yang sedang ditanganinya, Alaidin mengaku kasus itu telah selesai diproses. Ia juga mengatakan bahwa hasil dari penyidikan Dewan Kode Etik Dosen telah sampai ditangan rektor dan ia sendiri tidak berhak membacakan hasilnya. “Itu hak Rektor yang menyampaikan, bukan wewenang kami,” ucapnya.

Alaidin memaparkan kasus yang ditanganinya ini telah melewati sepuluh hari sidang dengan menghadirkan berbagai saksi. Mulai dari saksi dari kedua belah pihak dan juga saksi yang dianggap netral. Semua saksi yang dihadirkan memberikan keterangan dibawa sumpah . “Semua saksi yang di panggil datang. Sidangnya tertutup makanya tidak di publish,” katanya.

Menurut keterangan yang diperoleh dari Rektor UIN  Prof Munzir Hitami bahwa dewan kode etik menyimpulkan memang ada terjadi kekerasan namun tidak sampai cedera. Selain itu menurut rektor, dewan kode etik meminta untuk diadakan perdamaian antara pihak-pihak terpenting internal yang ada di Fekonsos yang sudah berkubu-kubu secara tajam. Antara kedua belah pihak (Ikhwansyah dan dosen bersangkutan -red) berdamai.

Lebih lanjut, rektor menjelaskan bahwa dari mahasiswa bersangkutan  juga terjadi pelanggaran etika karena membuat status yang tidak sopan. Ia menyarankan perlunya sidang lanjutan untuk kasus pelanggaran etika teradap mahasiswa bersangkutan. “Lanjutan dari kasus ini akan diserakan kepada dewan kode etik mahasiswa. Kalau menurut dewan kode etik patut untuk disidang maka  akan di sidang, kalau tidak ya tidak,” katanya.

Munzir berharap tercapainya islah di Fekonsos yang telah lama diupayakan oleh pihak Rektorat. Ia juga mengakui sulitnya mendamaikan kubu-kubu yang telah terbentuk di Fekonsos. Munzir juga melihat kasus ini sebenarnya akar permasalahannya dari internal fakultas. Ia juga menyarankan agar kasusnya diselesaikan di internal terlebih dahulu. “Kalau konflik kubu-kubuannya tidak diselesaikan, gejala yang dikeluarkan seperti itu,” tambahnya.

Munzir juga mengimbau kepada seluru pihak yang ada di UIN untuk bisa saling menghormati. Mahasiswa menghormati dosennya, dosen menyayangi mahasiswa. Untuk pimpinan ia juga berharap supaya adil. “Yang patut dilakukan ya dilakukan, yang patut dibagi ya dibagi. Kita ini keluarga.” Selain itu ia juga mengupayakan agar penyelesaian segala sesuatu dengan musyawarah dan dengan persuasif, tidak dengan kekerasan. Kalau jalan ini tidak membuahkan hasil baru diajukan ke dewan kode etik. “Untuk saat ini belum adanya sanksi yang diberikan dalam masalah ini karena masi dalam bentuk kewajaran,” tutupnya.

Muthi Haura & Ika Piyasta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.