Hanyut Bersama Shoegaze Ala Cigarettes Wedding

Penulis: Bagus Pribadi

Gagasanonline.com – Ada banyak hal pemicu timbulnya rasa penat saat tinggal di Pekanbaru. Dari cuaca panas hingga tata kota yang berantakan seringkali menjadi keluhan orang-orang yang tinggal di Pekanbaru.

Anehnya, hal yang tak dirasakan oleh orang-orang di provinsi tetangga seperti, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Jambi menjadikan Pekanbaru tujuan untuk mencari pekerjaan. Dorongan itu didasari ketika mengingat narasi banyaknya minyak bumi, ibukota yang dikelilingi perusahaan kelapa sawit, dan anehnya, menganggap orang-orang di Pekanbaru tak sebanyak lowongan pekerjaan yang tersedia.

Hal itu kerap menjadi perhatian khalayak, ketimbang kegiatan kesenian yang ada di Pekanbaru, salah satunya musik. Memainkan musik shoegaze, Cigarettes Wedding mampu mematahkan apa yang selama ini menjadi perhatian khalayak ramai tersebut.

Senantiasa Bermain Musik

Cigarettes Wedding terbentuk pada 2010 silam di sebuah perkumpulan musik di Pekanbaru. El Kautsar sebagai vokalis bercerita, awalnya Cigarettes Wedding memainkan musik indie-rock dan folk seperti Band of Horses asal Amerika Serikat. Kemudian, El Kautsar yang sangat menyukai shoegaze, dan seiring bertambahnya referensi musik dari para personel, mereka mengubah aliran musik Cigarettes Wedding.

“Selain itu juga karena waktu itu enggak ada yang main musik shoegaze di Pekanbaru. Jadi kami ingin memulai dan menyebarkan shoegaze ke orang-orang di Pekanbaru,” ujarnya, (4/2/2020).

Pada 2017, Cigarettes Wedding merilis album penuh pertamanya bertajuk Senantiasa. Sesuai dengan nama, penggarapan Senantiasa cukup lama, dimulai terbentuknya Cigarettes Wedding sampai 2017. Hal itu karena personel silih berganti, hingga domisili para personel yang sempat berbeda. Pernah suatu waktu hanya ada dua personel yang menetap di Pekanbaru, disebabkan pekerjaan para personel.

Pengaruh dari pergolakan itu cukup besar bagi Cigarettes Wedding, karena mereka adalah band dengan cukup banyak personel. Saat ini, formasi Cigarettes Wedding ialah El Kautsar Nazer (vokal), Arri J Pratama (gitar), Rizky (gitar), Tengku M Fadli (bass), Aditya Palwaguna (keyboard), dan Adeltra S Nugraha (drum).

Proses kreatif biasanya dari Arri dan El Kautsar. Adeltra menjelaskan, Arri yang memiliki materi pada gitar, dan El Kautsar menyesuaikan dengan lirik yang akan dibuatnya. Setelah itu, acap kali mereka merembukkan bersama materi yang sudah ada.

“Saat itu inspirasinya seperti Slowdive, Hammock, sampai Mono. Tapi tiap personel punya selera musik selain shoegaze juga, misalnya kayak Arri yang agak grunge. Jadi itu menambah warna musik shoegaze yang dimainkan Cigarettes Wedding,” katanya, (28/1/2020).

Mengenai lirik pada album Senantiasa, El Kautsar tak jauh-jauh mencari inspirasi, cukup dari kehidupan sehari-hari. Ia mengaku cukup menulis lirik dari apa yang ia lihat dan rasakan, biasanya itu menjadi keseruan tersendiri untuk mengangkat orang-orang di sekelilingnya.

“Biasanya aku riset juga terus kubalikkan ke diriku sendiri, pantas enggak lirik ini digunakan untuk materi yang ada. Banyak lirik yang enggak aku pakai karena enggak pantas untuk dinyanyikan,” jelasnya tertawa.

Setelah menjalani proses yang cukup panjang, pertengahan 2017 Cigarettes Wedding merilis secara mandiri album Senantiasa. Berisikan delapan lagu dominan berdurasi cukup panjang.

Sesuai dengan referensi musik mereka saat pengerjaan, album Senantiasa menggambarkan dengan baik bagaimana pengaruh vokal di lagu-lagu Slowdive, petikan-petikan dan noise gitar khas Jepang ala Mono, dan ketenangan yang diberikan Hammock. Dominan lagu dengan lirik berbahasa Indonesia, menjadikan Cigarettes Wedding penghuni cukup lama di ingatan Anda.

Ada tiga nomor “First Paragraph”, “Ufuk Barat”, dan “Senantiasa” yang berisi instrumental tanpa lirik, satu kata pun. Tiga nomor ini benar-benar mengantarkan Anda pada ketenangan. Begitu juga pada nomor-nomor yang menggunakan lirik seperti “Jerat Hilang”, “1989”, “Tissue of Quotations”, “Senja Tinggi”, dan “Cerita Langit”. Suara vokal yang menyatu dengan keseluruhan instrumen semakin membawa Anda ke dalam hal yang Anda rasakan saat ini.

Di nomor “Cerita Langit” mengisahkan tentang kebakaran hutan dan lahan yang menerpa Sumatera, khususnya di Pekanbaru pada 2015. Cigarettes Wedding, sebagai band yang terkena dampaknya membuat lagu ini sebagai upaya bentuk kegelisahan warga Pekanbaru. Ambil saja penggalan liriknya, “mata memerah menyala merona, sepah endapkan berbagai gelisah.” Kemudian, “langit usang tak lagi ramah menyapa, tentang cerita langit yang kita timba.”

Musik shoegaze ala Cigarettes Wedding menegaskan, bagi warga Pekanbaru dan khalayak ramai, di antara waktu yang kian hari kian terburu-buru dan rasa penat menjalani hidup; ada ruang untuk merenungkan kehidupan.

Bertahan di Skena Musik Pekanbaru

Sekitar tiga bulan setelah rilisnya Senantiasa, Cigarettes Wedding mendapat kesempatan bermain di Bandung dan Yogyakarta. Dengan wajah gembira, Arri merasa cukup kaget atas apresiasi orang-orang yang melihat mereka bermain di Bandung dan Yogyakarta. “Manggung di sana seperti manggung di Pekanbaru sendiri. Dan setelahnya, pengaruhnya cukup baik terhadap Cigarettes Wedding,” terangnya, (28/1/2020).

Banyak dan ramainya skena musik di Jawa membuat Arri menyadari apresiasi yang didapatkan Cigarettes Wedding saat bermain di Bandung dan Yogyakarta. Arri mengisahkan, saat bermain di Bandung, ada yang mengatakan dengan binar kekaguman, ternyata di Pekanbaru ada juga yang memainkan musik shoegaze. “Ada juga yang apresiasi dan bilang, mantap ya kalian berani sampai sini (Jawa),” tambahnya.

Berbicara apresiasi musik shoegaze di Jawa, tak lepas kaitannya dengan apresiasi di Pekanbaru. Arri berkisah awalnya orang-orang di skena musik Pekanbaru merasa aneh dengan musik shoegaze. Tapi seiring berjalannya waktu, rasa aneh itu hilang dan orang-orang yang memainkan musik dengan berbeda aliran musik sudah mulai terbuka dan menerima, tidak kaku lagi.

“Pernah kami main di acara metal, dan mereka merasa aneh. Padahal yang nonton bukan anak metal aja, ada punk, alternatif juga ada,” terangnya sembari tertawa.

Lanjutnya, saat ini musik shoegaze di Pekanbaru sudah banyak yang mengetahui, dan yang baru tahu juga mencari tahu lebih dalam lagi. Kenapa nampaknya tetap minim, karena orang di skena musik Pekanbaru, enggak sebanyak orang di kota-kota Jawa.

Membicarakan skena musik di Pekanbaru, Rizky mengatakan saat ini sedang gencar-gencarnya dan sangat variatif seperti folk, punk, metal, rock, sampai shoegaze. Tambahnya, saat ini orang-orang di Pekanbaru bermain musik sudah lebih serius, dalam artian tak lagi hanya meng-cover lagu dari band lain saja.

“Sekarang semangatnya sudah bagus, mereka sudah ada pikiran untuk merekam karya sendiri dan memainkannya. Niatnya sudah baik. Ini karena ada satu band yang memainkan karya sendiri, jadi band lain ikutan dan percaya diri. Terbukti saat acara-acara kolektif musik sekarang, rata-rata band sudah memainkan karya mereka sendiri,” terangnya, (28/1/2020).

Rizky mengatakan band di Pekanbaru juga harus lebih bisa bertahan, pasalnya seperti apa yang kerap dialami Cigarettes Wedding saat ada acara musik di Jawa. Sebelumnya, mereka sudah diajak di acara tersebut, kemudian penyelenggara acara membatalkan karena pertimbangan transportasi yang banyak memakan biaya.

“Kalau di Pekanbaru, tak ada tempat dan perizinan acara yang sulit. Terus juga perhatian orang-orang di musik fokusnya di pusat, Pekanbaru termasuk yang sangat tenggelam dalam perhatian,” pungkasnya.

Reporter: Bagus Pribadi
Editor: Winda Oktavia
Foto: Cigarettes Wedding

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.