Putusan MK Terkait Batas Usia Capres- Cawapres, Begini Tanggapan Civitas Akademika

Penulis: Riza Darmayani**

Gagasanonline.com – Mahkamah Konstitusi (MK) sahkan putusan No. 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023 terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Putusan tersebut menyebut, capres-cawapres yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai DPR/DPD, Gubernur, atau Walikota dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun.

Menanggapi itu, Sekretaris Jurusan (Sekjur) Hukum Tata Negara (HTN) Irfan Zulfikar menilai hal itu sangat kontroversial bagi sejumlah kalangan. Putusannya terkesan terburu-buru, terlebih di musim politik saat ini.

“Saat ini memang masyarakat dan pakar hukum dikatakan panik, tidak panik,” ucapnya, Selasa (24/10/2023)

Lanjutnya, memang untuk jadi pemimpin tidak dibatasi usia. Namun, dari sisi MK sendiri tidak sepenuhnya menyetujui putusan tersebut. Disitu dapat dilihat ada kecacatan.

“Terlepas dari itu, siapapun yang menjabat semoga peduli rakyat, ada keadilan dan mengerti kebutuhan rakyat,” ucapnya.

Mahasiswa Ilmu Hukum (IH) Abdul Aziz mengatakan, hal itu bisa merusak tatanan hukum karena tidak memiliki rasio yang kuat. Terutama bagi yang belum berpengalaman.

“Di sini bisa dikatakan hilangnya hak konstitusional seseorang. Justru bisa menimbulkan ketidakpercayaan hukum,”

“Perlu diketahui sistem pemerintahan di Indonesia berlandaskan trias politika. Putusan MK bisa mengacaukan sistem tata negara,” tambahnya.

Dikatakannya, MK sebagai rumpun yudikatif tidak boleh mengambil kewenangan seperti membuat undang-undang seperti eksekutif dan legislatif. “Jika melampaui maka dapat dikatakan abuse of power,” jelasnya.

Selain Abdul, Mahasiswa Hukum Tata Negara (HTN) Imam Yahdi menyatakan putusan MK menambahkan norma baru yang sebelumnya tidak diatur. Menurutnya, konsep awal keberadaan MK itu sendiri berfungsi menguji norma.

“Jadi kalau menguji norma yang sudah ada, maka alternatifnya menguji apakah norma itu konstitusional atau tidak, dalam hal ini batas usia 40 tahun tersebut,” ucapnya.

Imam menambahkan ia terbuka saja akan putusan itu, selagi kandidatnya memenuhi syarat. Namun karena dalam musim politik, hal ini menjadi kontroversi.

“Jadi putusan itu terkesan menguntungkan beberapa pihak dan membuat MK terlihat sebagai alat politik,” pungkasnya.

Reporter: Riza Darmayani
Editor: Annisatul Fathonah
Foto: dock. Riza/Gagasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.