Kronologi Pelecehan Seksual Mahasiswi HI Oleh Dekan FISIP Unri

Penulis: Hendrik Khoirul Muhid

Gagasanonline.com – Mahasiswi Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Riau (Unri) angkatan 2018 mengaku mendapat perlakuan tindak pelecehan seksual oleh dosen pembimbingnya. Kasus tersebut terungkap setelah beredarnya pengakuan korban lewat video yang diunggah akun Instagram Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Fisip Unri pada Kamis, (4/11/2021). Pengakuan tersebut menambah daftar kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus yang terungkap.

Dalam video berdurasi 13 menit 26 detik, korban pelecehan seksual yang tidak ingin identitasnya terungkap menceritakan kronologi dirinya mendapat perlakuan pelecehan seksual oleh pelaku, yang merupakan dosen pembimbing proposal skripsinya. Belakangan diduga bahwa pelaku merupakan dekan Fisip, Syafri Harto. Kejadian tersebut bermula saat korban menemui pelaku pada Rabu (27/10/2021) di ruangan dekan pukul 12.30 untuk melakukan bimbingan proposal skripsi.

“Saya melakukan bimbingan proposal skripsi di ruangan dekan FISIP Unri, di dalam ruangan tersebut, kami hanya berdua, tidak ada orang lain di dalam selain kami,” kata korban dalam video tersebut.

Korban menyebutkan, pelaku awalnya melakukan bimbingan proposal skripsi dengan menanyakan beberapa pertanyaan yang menuju pada personalitas korban. Pelaku menanyakan tentang pekerjaan dan kehidupan korban. “Namun dalam percakapan tersebut beberapa kali Pak Syafri Harto mengatakan kata-kata yang membuat saya tidak nyaman, seperti ia mengatakan kata-kata I love you, yang membuat saya merasa terkejut dan sangat-sangat tidak menerima perlakuan bapak tersebut,” aku korban.

Seusai bimbingan, kata korban, saat dirinya hendak berpamitan dan menyalami pelaku, tiba-tiba pelaku tersebut langsung menggenggam kedua bahu korban dan mendekatkan badannya kepada korban, lalu menggenggam kepala korban dengan kedua tangannya. Korban mengaku dicium di bagian pipi sebelah kiri oleh pelaku. Karena ketakutan, korban langsung menundukkan kepala.
“Namun bapak Syafri Harto segera mendongakkan kepala saya dan ia berkata, “Mana bibir, mana bibir” yang membuat saya, membuat saya sangat-sangat merasa terhina, membuat saya terasa terkejut, badan saya terasa lemas, saya ketakutan,” ungkap korban.

Kendati takut, korban berusaha melawan dengan mendorong tubuh pelaku. Namun setelah korban melakukan perlawanan tersebut, pelaku tanpa bersalah mengatakan, “Yaudah kalau enggak mau,” kata korban, menirukan ucapan pelaku. Korban kemudian langsung meninggalkan ruangan dekan dengan terburu-buru. Ia meninggalkan kampus dalam keadaan gemetar karena ketakutan. “Saya merasa ketakutan dan merasa sangat dilecehkan oleh bapak Syafri Haryo, saya mengalami trauma yang sangat berat atas perlakuan yang tidak pantas yang dilakukan pak Syafri Harto kepada saya,” tuturnya.

Korban tak mau berdiam diri, setelah mendapat perlakuan pelecehan seksual tersebut, ia kemudian mencoba untuk menghubungi salah satu dosen HI untuk mengadukan kasus ini, pada Jumat (29/10/2021). Korban meminta dosen tersebut menemaninya menemui Ketua Jurusan (Kajur) HI untuk melaporkan kasus pelecehan seksual tersebut, sekaligus mengganti pembimbing proposal skripsi. Namun saat hendak bertemu dengan Kajur HI, dosen tersebut menyuruh korban untuk bertemu terlebih dulu dengannya sebelum menjumpai Kajur HI.

“Walaupun saya sudah sampai ke rumah ketua jurusan, ia menyuruh saya berputar balik untuk menemui diri dia terlebih dahulu di sebuah kedai kopi,” kata korban.

Bukannya perlindungan dan pembelaan yang korban dapatkan, sebaliknya ia malah mendapatkan tekanan dari dosen HI tersebut untuk tidak memberi tahu Kajur HI mengenai kasus ini. Bahkan dosen tersebut sempat mengancam korban. “Jangan sampai gara-gara kasus ini, bapak Syafri Harto nanti bercerai dengan istrinya,” kata korban, menirukan ucapan dosen tersebut.

Lebih dari itu, korban bahkan disuruh untuk bersabar tanpa perlu mempermasalahkan kasus pelecehan seksual tersebut. “Saya hanya disuruh bersabar saja, disuruh tabah saja, tanpa perlu mempermasalahkan kasus pelecehan seksual yang sangat besar yang telah menimpa saya ini,” katanya. Menurut penuturan korban, dosen tersebut juga berusaha menghalanginya untuk mendapatkan keadilan atas perlakuan yang tidak pantas yang dilakukan oleh pelaku kepada korban.

Setelah menemui Dosen HI tersebut, seusai salat Jumat, korban akhirnya dipertemukan dengan Kajur HI. Korban masih mengira bahwa dosen HI akan berpihak kepadanya dan mendukung serta melindungi korban. “Awalnya saya kira bapak tersebut mendukung saya dan ingin melindungi saya namun ternyata tidak,” ungkap Korban. Di depan Kajur HI, dosen tersebut malah menyalah-nyalahkan korban atas kecerobohannya yang tidak menggunakan SK pembimbing dalam melakukan bimbingan proposal.

“Dia mementingkan persyaratan SK ketimbang kasus pelecehan seksual yang saya terima oleh bapak Syafri Harto, berulang kali mencoba menjatuhkan saya, mencoba untuk menyalahkan saya di depan ketua jurusan. Bahkan ia sempat beberapa kali mengayunkan kakinya seolah-olah ia marah terhadap pernyataan-pernyataan saya,” katanya.

Korban merasa tertekan dan diintimidasi oleh dosen tersebut. Ketika Kajur HI menanyakan tentang kasus pelecehan seksual yang diterimanya, korban terpaksa menyatakan hal-hal yang seharusnya tidak disebut karena merasa diintimidasi dan ditekan oleh Kajur HI tersebut untuk tidak speak up tentang ini. “Bahkan beliau juga mengatakan bahwa, bapak Syafri Harto melakukan hal ini bukan karena kebiasaan tapi karena aksidental atau kekhilafan saja. Namun, walaupun ini kehilafan, saya tidak menerima perlakuan tersebut, saya mengalami trauma yang besar dan saya ingin meminta pertanggungjawaban atas perlakuan beliau yang tidak pantas terhadap saya,” kata korban.

Tak hanya itu, bahkan tanpa merasa bersalah, dosen dan Kajur HI tersebut dengan gampangnya membuat statement bahwa korban tidak hanya dicium. “Saya tidak mungkin kan, menyebut kalau ini hanya dicium saja,” kata salah seorang dari mereka, seperti yang dituturkan ulang oleh korban. Dosen dan Kajur HI tersebut, kata Korban, tertawa akan hal itu di depan korban yang telah mengalami pelecehan seksual. “Yang mereka sendiri tidak merasakan bagaimana sakitnya, bagaimana pedihnya merasakan harga diri diinjak-injak oleh perlakuan tersebut. Sehingga saya merasa tidak ada perlindungan, tidak ada kepedulian dari pihak jurusan,” ujar korban.

Tak hanya ditertawakan, bahkan, kata korban, ada beberapa pihak yang mencoba melindungi pelaku tanpa memedulikan tentang kasus pelecehan seksual yang dialami korban. Sejumlah pihak tersebut mengatakan kepada korban agar tidak speak up, korban dilarang menceritakan kasus tersebut kepada orang lain. Cukup korban saja yang mengetahui hal ini. “Itu yang saya terima setelah saya mencoba untuk mendapatkan perlindungan dan pengaduan kepada pihak jurusan,” aku korban.

Setelah korban mencoba melaporkan kasus pelecehan seksual yang dilakukan dekan Fisip tersebut kepada Kajur HI, dosen yang mencoba mengintimidasi korban mengatakan bahwa korban harus bertemu atau menghubungi langsung pelaku. Dosen tersebut juga mencoba untuk mempertemukan korban dan pelaku secara langsung. Korban mengaku tak habis pikir, dosen tersebut tidak mengerti bagaimana perasaannya sebagai korban dipaksa untuk menemui pelaku, “Yang bahkan ketika saya membayangkan wajah bapak Syafri Harto tersebut saya mengalami ketakutan yang sangat luar biasa. Dosen tersebut sangat-sangat jahat kepada saya,” ungkap korban.

Setelah upaya mediasi yang dilakukan oleh dosen HI tersebut tidak berhasil, pelaku akhirnya berkali-kali mencoba menghubungi korban menggunakan nomor baru yang tidak diketahui oleh korban. Tetapi karena korban curiga dan tidak merespons telepon dari pelaku, pelaku kemudian sempat mengirim pesan kepada korban. “Saya merasa sangat diteror, merasa sangat ketakutan akan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh bapak Syafri Harto. Dan dosen yang mengintimidasi saya tersebut berusaha berkali-kali untuk membuat saya mengangkat telepon bapak Syafri Harto,” kata korban.

Tidak berhasil menghubungi korban, pelaku kemudian menghubungi keluarga korban melalui perantara. Namun bukannya mengakui kesalahannya, lewat perantara tersebut pelaku berdalih bahwa ia mencium mahasiswa bimbingannya tersebut hanya sebagai anak. Namun keluarga korban membantah dan memarahi perantara tersebut. “Kalau memang (sebagai) anak, kenapa harus minta bibir, kenapa harus berkata mana bibir, mana bibir, apakah perlakuan orang tua kepada anak, harus seperti itu?” kata korban, mengulang penuturan dari pihak keluarganya.

Kebohongan yang dibuat oleh pelaku untuk membuat pembelaan atas perlakuan keji tersebut, membuat korban merasa terhina. “Keluarga saya dan saya tidak menerima perlakuan tersebut. Kami sama sekali tidak bisa memaafkan perlakuan keji bapak Syafri Harto terhadap saya,” ujar korban.

Setelah seminggu sejak kejadian, barulah korban berani untuk berbicara, melakukan perekaman untuk memberitahu kepada khalayak atas apa yang dialaminya. “Sudah seminggu setelah kejadian, akhirnya saya dapat mengumpulkan keberanian untuk melakukan perekaman untuk memberitahu dan speak up atas kasus yang saya alami, saya merasa kasus ini harus diangkat. Saya harus mendapatkan keadilan saya,” katanya.

Dalam video tersebut, korban berharap agar seluruh wanita di luar sana, yang mengalami pelecehan seksual, terlebih di lingkungan kampus, untuk speak up memberitahukan apa perlakuan keji yang mereka lakukan kepada terhadap korban-korban pelecehan seksual. Korban mengatakan, jangan biarkan pelaku tertawa atas perlakuan keji yang telah mereka lakukan terhadap korban pelecehan seksual. “Dan saya ingin hal ini tidak terjadi lagi kepada setiap perempuan terlebih lagi mahasiswa yang mungkin mengalami ketakutan seperti saya, saya harap kalian kuat, saya harap kalian berani,” kata korban sembari terisak.

Di akhir video, korban mengungkapkan ia tidak ingin para pelaku pelecehan seksual dengan santainya melakukan pelecehan seksual terhadap wanita yang tidak memiliki kekuatan untuk membalas. “Saya harap saya mendapatkan keadilan, dan pelaku dihukum seberat-beratnya, mendapatkan hukuman yang pantas atas perlakuan kejinya yang diberikan terhadap saya,” tutupnya.

Melansir dari Tribunnews Pekanbaru, saat dihubungi lewat sambungan telepon dan ditanyai perihal video pengakuan korban pelecehan yang telah viral di media sosial. Dekan Fisip Unri Syafri Harto mengaku belum mengetahuinya. “Hah, tak tahu saya tuh, belum dapat saya informasinya,” kata Syafri Harto, Kamis (4/11/2021).

Sementara itu, Humas Unri saat dihubungi Gagasan melalui pesan WhatsApp pihaknya mengatakan belum mendapatkan informasinya secara pasti. “Terkait informasi itu, kita belum mendapat informasi pastinya,” kata pihak Humas Unri.

Reporter: Annisa Firdausi
Editor: Wulan Rahma Fanni
Sumber Foto: Tangkapan Layar Unggahan @komahi_uir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.