Penulis : Putri Hidayaturrizki
Gagasanonline.com – Novel laut bercerita merupakan karya terbaru Leila S Chudori yang terbit pada tahun 2017. Buku ini berlatar waktu tahun 1998 ketika zaman rezim, atau sejarah yang pernah terjadi sebelum reformasi. Tentang bagaimana orang-orang kritis dibungkam, bagaimana rakyat hidup dalam tekanan. Kemudian fenomena kehilangan orang secara paksa yang sudah dinormalisasikan.
Dalam buku ini penulis menceritakan kisah di balik itu semua, di mana banyak keluarga yang kehilangan anak, suami, kekasih, kakak serta sanak saudara karena peristiwa tersebut. Mereka yang telah diculik atau dihilangkan ternyata tidak pulang dan keluarga mereka menunggu tanpa kepastian. Serta masa orde baru yang menghilangkan 13 aktivis. Kejadian tersebut dikisahkan oleh seorang tokoh mahasiswa yang bergerak menuntut keadilan dari sebuah rezim. Salah satunya ialah sosok laki-laki bernama Biru Laut. Mahasiswa tingkat akhir Sastra Inggris dari Universitas Gajah Mada, tokoh utama dalam buku ini.
Buku ini diawali dengan kisah bagaimana kehidupan Biru Laut, sebelum ia masuk ke dalam dasar laut. Bagaimana kehidupannya ia ditangkap, disiksa, dan pada akhirnya ia dibunuh serta dibuang ke laut. Dan dari dalam lautlah ia mulai bercerita. Ia bercerita pada sebuah tempat yaitu Wirasena atau organisasi mahasiswa bernama Seyegen Yogyakarta. Di sana mereka melakukan kegiatan demi kegiatan yang menurut pemerintah merupakan sebuah aktivitas terlarang, mereka ingin meruntuhkan ketidakadilan yang mengakar kuat oleh rezim tersebut. Mereka tidak takut dengan maraknya penghilangan orang terjadi di mana-mana kala itu. Ada selogan berbunyi “Tembak di tempat” yang akan menjemput mereka jika memberontak.
Kisah ini berlanjut tentang Laut dan teman-temannya yang hilang tanpa jejak. Bukan hanya tentang itu saja, di buku ini juga diceritakan tentang bagaimana hangatnya keluarga Biru, tentang kerinduan pada adiknya yang bernama Asmara dan juga pada sang tautan hati, Anjani.
Buku setebal 379 halaman ini diceritakan dengan 2 sudut pandang. Yaitu, Laut dan Asmara. Laut menceritakan kisahnya sebelum ia diculik dan ditengggelamkan di dasar laut. Sementara Asmara bercerita tentang perjuangnnya mencari tahu kakaknya, yaitu Laut.
Alur buku ini tidak berdasarkan waktu atau tahun, melainkan lebih ke peristiwa kini dan juga masa lalu. Kemudian bahwa buku Laut ini pernah difilmkan oleh actor bernama Reza Rahardian sebagai Biru Laut, sementara Anjani diperankan oleh Dian Sastrowardoyo.
Tidak hanya itu, Leila S. Chudori sebelum menulis novel ini, ia melakukan riset selama 5 tahun. Setting peristiwa yang ada dalam novel ini nyata, dan penulis juga melibatkan sumber-sumber asli yang pernah mengalami peristiwa tersebut, dalam risetnya. Buku yang memiliki pemikiran idealisme, integritas serta nasionalisme yang begitu melekat.
Novel ini sangat bernyawa, dengan cara penulis bercerita di setiap bagian-bagiannya serta setiap perpindahan di buku ini memberi kesan jiwa yang menggugah bagi para pembaca. Buku ini juga mengaduk berbagai emosi serta bekas rasa setelah membaca habis buku ini. Bagian paling sedih dan menyentuh ialah ketika keluarga Laut yang masih menyiapkan 4 piring makan berharap laut akan datang di ambang pintu serta menyetel lagu kehadiran Laut dan membersihkan kamar juga buku-bukunya seolah benar Laut akan pulang.
Selain itu, ada pula bagian yang begitu menguras emosi ketika bagian penghianatan, apalagi penghianatan itu dari orang yang tak terduga, karena “Penghianat ada di mana-mana, bahkan ada di depan hidung kita,”
Buku ini memberikan banyak sekali wawasan baru, juga tentang bagaimana kita tumbuh menjadi seseorang bersifat kritis dan tidak hanya menelan mentah-mentah apa yang diberi. Seperti misalnya dari berita media atau dalam proses belajar mengajar di kelas. Terlebih meghadapi Indonesia yang tidak baik-baik saja saat ini. Sesuai kata salah satu tokoh Kinan dalam novel ini yang menyebutkan “Kita tak ingin selama-lamanya berada di bawah pemerintahan satu orang selama puluhan tahun, Laut. Hanya di negara diktatorial satu orang bisa memerintah begitu lama…. Seluruh Indonesia dianggap milik keluarga dan kroninya. Mungkin kita hanya nyamuk-nyamuk pengganggu bagi mereka. Kerikil dalam sepatu mereka. Tapi aku tahu satu hal, kita harus mengguncang mereka. Kita harus mengguncang masyarakat yang pasif, malas, dan putus asa agar mereka mau ikut memperbaiki negeri yang sungguh korup dan berantakan ini, yang sangat tidak menghargai kemanusiaan ini, Laut.”
Banyak kutipan kalimat yang memberi motivasi bagi para pembaca, salah satunya “Setiap langkahmu, langkah kita, apakah terlihat atau tidak, apakah terasa atau tidak, adalah sebuah kontribusi, Laut. Mungkin saja kita keluar dari rezim ini 10 tahun lagi atau 20 tahun lagi, tapi apa pun yang kamu alami di Blangguan dan Bungurasih adalah sebuah langkah. Sebuah baris dalam puisimu. Sebuah kalimat pertama dari cerita pendekmu….”
Buku ini selalu mengingatkan kita untuk mengingat sejarah dan selalu berfikir kritis.
Editor : Riza Darmayani
Foto : Gramedia.com