Harga Murah untuk Pelajaran Mahal

Penulis: Hendrik Khoirul

Gagasanonline.com – Tak jarang, hampir semua orang, tergiur dengan barang bertanda harga banting. Apa lagi yang dipajang di etalase online, diembeli kata murah dan asli berkedok bongkar gudang. Sadar atau tidak, sebenarnya kebanyakan dari mereka juga tahu kemungkinan besar itu adalah penipuan. Terutama jika barang tersebut diklaim orisinal tapi mematok harga di dengkul alias “ga pake otak”.

Dalam keadaan sehat pikiran, kita tentu akan mawas dan menghindari jual-beli semacam ini. Tetapi lain kata kalau Anda benar-benar membutuhkan atau mungkin menginginkan barang tersebut. Ketika melihat barang di market place dengan harga miring, akal sehat bisa jadi kalap. Nah, orang-orang seperti inilah sasaran atau target pasar penipuan semacam ini.

Banyak modus penipuan jual-beli online. Market place di Facebook adalah salah satu sarang mereka beroperasi. Bermodalkan foto produk dan informasi serupa dari barang yang dipajang di etalase online tersebut dan mengganti kontak yang dapat dihubungi, mereka berkedok seolah sedang berjualan. Untuk menarik calon korban, mereka menetapkan harga yang lebih murah. Jebakan Batman ini kerap berhasil mengelabui mereka yang ingin berhemat. Kalau menemukan barang serupa dijual dengan nomor kontak yang bisa dihubungi berbeda, sebaiknya Anda menaruh curiga.

Teman saya perlu membayar mahal untuk mendapatkan pengalaman tertipu di market place Facebook. Karena kendaraan amat penting sebagai sarana mobilitas di perkotaan, teman saya yang tak membawa motor dari tempat asal, memutuskan untuk membeli motor bekas di pasar online media sosial tersebut. Sebut saja inisialnya ZK, setelah berbulan-bulan sibuk di kampung halaman, akhirnya dia memutuskan kembali bekerja di kota. Namun karena alasan tertentu, dia tak membawa kendaraan. Dana terbatas membuatnya berburu motor bekas murah yang bertebaran di Facebook. Setelah menemukan satu yang cocok, teman saya ini membuat kesepakatan bersama penjual dengan uang muka Rp 200 ribu.

Bagi orang lain, uang segitu mungkin tak besar nilainya. Namun untuk anak rantau, seberapa pun adalah berharga. Bagi teman saya dan juga saya, uang Rp 200 ribu bernilai besar. Setelah sepakat dengan uang muka tersebut, pembayaran pun dilakukan via transfer. Beberapa waktu kemudian, teman saya mulai ragu. Akal sehatnya mungkin membuatnya sadar. Masa iya ada harga motor semurah itu?

Kemudian dia bercerita kepada saya dan memperlihatkan percakapan mereka via chatting. Aroma-aroma penipuan sebenarnya menguar jelas dalam percakapan itu. Tetapi saya tak berani menyimpulkan yang tidak-tidak. Penipu berkedok penjual itu mengatakan, barang bakal dikirim setelah teman saya mentransfer lunas. Transfer dapat dilakukan saat barang yang telah di-packing siap dikirim.

Namun kecurigaan teman saya makin bertambah, tiap kali diajak video call untuk memastikan kebenaran barang, penjual itu selalu berdalih. Untuk meyakinkan teman saya ini, penipu itu mengirimkan gambar dan video motor yang dijualnya. Dia juga mengirimkan video contoh packing di gudang pengiriman yang terlihat meyakinkan. Untuk membuktikan kecurigaannya, teman saya kemudian melakukan riset di Instagram. Dia menemukan foto dan video serupa di sebuah postingan lebih dari setahun silam. “Unggahannya benar-benar sama, tapi nama akunnya berbeda,” katanya.

Dari sanalah rasa curiga teman saya menguat. Lantas dia pun mengirim DM kepada pemilik akun Instagram tersebut. Usut punya usut, ternyata motor itu sudah terjual. Namun foto dan videonya masih digunakan oleh orang lain untuk modus penipuan. Selamet Riadi, nama penjual motor tersebut, kepada teman saya mengatakan, dirinya pernah didatangi calon pembeli. Kala itu si calon pembeli meminta sejumlah data pribadi Selamet seperti KTP.

Namun calon pembeli itu, setelah mendapatkan data-data Selamet, menghilang dan tak pernah jadi membeli. Data-data tersebut kemudian digunakan penipu untuk menjalankan modusnya. Selamet Riadi mengaku enggan melaporkan kejadian yang menimpanya ke pihak berwajib karena menurutnya membutuhkan bukti yang rumit. Teman saya bukanlah orang pertama yang mengontak Selamet Riadi. Korban maupun calon korban lain juga pernah menghubunginya untuk memastikan.

Belakangan teman saya tak lagi bisa mengontak si penipu. Bahkan nomor adiknya yang juga digunakan untuk menghubungi penjual abal-abal juga turut diblokir. Mudah-mudahan pengalaman teman saya dapat menjadi pelajaran untuk kita semua. “Semoga pengalamanku ini bisa jadi pelajaran, khususnya buat diriku sendiri di masa mendatang, dan syukur-syukur bisa jadi peringatan buat orang lain biar lebih aware,” kata dia.

Editor: Puspita Amanda Sari

Foto: istockphoto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.