Maulid Nabi Momentum Memupuk dan Merawat Kecintaan Kepada Baginda Rasulullah SAW

Penulis: Miftahul Huda*

Gagasanonline.com – Di kota suci Mekah Al-Mukarromah, sebuah kota yang menjadi pusat peradaban seantero dunia lahirlah sosok Nabi akhir zaman, yang bukan hanya seorang Nabi, tapi beliau juga sosok suri tauladan alam, sosok revolusioner yang telah membawa perubahan zaman dari Zaman Kejumudan menuju Zaman Peradaban, dari Zaman Jahiliyah menuju Zaman Islamiyah.
 
Di Tahun Gajah sekitar 570 M tersebut menjadi tolak ukur perubahan kehidupan Bangsa Arab, dari moralitas dan akhlak yang buruk menjadi cemerlang dan terang. Itu semua berkat hadirnya Nabi Agung yang menjadi rahmatan lil ‘aalamiin dengan keelokan Akhlak Rasulullah Muhammad SAW. Bahkan sampai-sampai Tuhan semesta alam Allah SWT langsung yang memuji keelokan akhlak baginda Muhammad SAW dalam firmannya pada QS. Al-Qalam ayat 4: “Dan sungguh engkau wahai Muhammad sosok yang memiliki budi pekerti yang teramat luhur”.
 
Sehingga dari rentetan kemuliaan yang dimiliki oleh Baginda Muhammad SAW tersebut wajib bagi kita selaku Umat-Nya untuk senantiasa merawat dan memupuk kecintaan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW dengan cara mengikuti seluruh perintah-Nya dan menjauhi apa yang Nabi Muhammad SAW larang. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Ali-Imron ayat 31: “Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
 
Oleh karenanya sudah selayaknya bagi kita Umat Islam yang merupakan umat dari Baginda Muhammad SAW dalam bulan Robi’ul Awwal yang merupakan bulan kelahiran baginda Rasulullah SAW untuk senantiasa memperbaharui kecintaan kita sebagai syiar terhadap nilai-nilai ajaran Islam yang luhur lagi agung ini. Bukankah dahulu Khalifah Mudhaffar Abu Sa’id pada tahun 630 H mengggelar perayaan Maulid Nabi SAW sebagai pembaharuan terhadap Ghirah umat dalam meneriakan kalimat Jihad kepada seorang Temujin atau yang kita kenal dengan Jenghis Khan.
 
Shalahudiin Al-Ayubi atas saran iparnya Muzhaffaruddin Gekburi yang merupakan Bupati Irbil pada tahun 580 H menggelar Maulid Nabi SAW sebagai pembangkit ghirah keislaman atas dasar penyerangan Crussader terhadap tanah suci Palestina, dan membuahkan hasil kemenangan Umat Islam pada tahun 583 H. Oleh karenanya kajian pembahasan kecintaan kepada Rasulullah harus tetap terawat dengan baik, karena pada sejatinya kita selaku Umat Islam mulia dengan mengikuti ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Baginda Muhammad SAW.
 
Semakin besar kecintaan kita selaku Umat Islam terhadap Baginda Rasulullah SAW dengan meneladani teladan kebaikannya maka semakin mulia pula kita karena telah menghayati jati diri kita sebagai umat yang beradab untuk terus merawat kecintaan kepada Rasulullah SAW.
 Momentum mencintai Rasulullah SAW dengan meneladani setiap tauladannya sejatinya harus dilakukan secara berkesinambungan. Tidak memandang waktu dan tidak meandang dimanapun tempat kaki berpijak selaku Umat Islam yang beradab wajib hukumnya untuk terus mencinta rasulullah SAW dengan meneladani semua tauladannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena kerinduan sejatinya terpupuk karena rasa cinta yang besar terhadap objek yang dicintai.
 
Bukankah Rasul SAW juga merindukan kita sebagai umatnya sebagaimana  dinukil dari sebuah riwayat bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Wahai Abu Bakar, aku benar-benar rindu hendak bertemu dengan Ikhwanku (saudara-saudaraku).” Kemudian para sahabat bertanya: “Apakah maksud engkau berkata demikian, ya Rasulullah ? Bukankah kami semua ini saudara-saudaramu? Abu Bakar RA bertanya untuk melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai memenuhi pikirannya.
 
Rasulullah SAW menggelengkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum, kemudian bersabda: “Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku, tetapi bukan saudara-saudaraku.” Suara Baginda Rasulullah SAW bernada rendah. “Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain. Rasulullah SAW melanjutkan sabdanya: “Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku sebelumnya, tetapi mereka beriman padaku dan mereka mencintaiku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka semua itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang ketika melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga bagi mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” (Ibnu Asakir dalam kitab Kanzul Ummal)
 
Mari terus pupuk dan rawat kecintaan kepada rasulullah SAW dengan meneladani semua tauladan kehidupannya, sebagai bekal syafaat kita di akhirat kelak. Semoga kita semua dapat betul-betul optimal mencinta Rasulullah SAW secara lisan dan tindakan serta mendapat kecintaan dari Baginda Rasulullah SAW sebagai perantara dicintai oleh Allah SWT. Sehingga kehidupan yang kita lalui dapat bahagia, tidak hanya kehidupan di dunia, jugak kehidupan di akhirat yang kekal kelak.

*Penulis adalah ketua LPRPM UIN Suska Riau

Editor: Sabar Aliansyah
Sumber foto: Dok. Gagasan/Ayu S

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.