Kartini: Perempuan Pejuang Kesetaraan

Penulis: Winda Julianti Handayani

Gagasanonline.com– Kartini (2017) merupakan film bergenre sejarah yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan di produseri oleh Robert Ronney. Film yang berdurasi 122 menit ini dibintangi artis dan actor senior ternama seperi Dian Sastrowardoyo, Reza Rahadian, Acha Septriasa, Ayu Shita, Christine Hakim dan Djenar Maesa Ayu. Film ini juga berhasil membawa pulang piala Festival Film Indonesia 2017 dalam kategori pemeran pendukung terbaik yang jatuh kepada Christine Hakim

Film ini menunjukkan bagaimana Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita khususnya dalam hal pendidikan. Digambarkan bahwa perempuan yang hidup pada jaman itu seakan – akan hanya memiliki satu tujuan yaitu menikah, tak peduli ia akan menjadi istri kedua atau ketiga. Serta memperlihatkan bagaimana pada zaman itu sangat sulit untuk mengenyam pendidikan apalagi saat menyandang status sebagai perempuan. Namun pola pikir Kartini mengenai hal itu berbeda, ditemani oleh kedua saudara perempuannya Roekmini dan Kardinah, ia mencoba mendobrak tradisi yang ada dan membantu perekonomian Jepara. Hal ini ditunjukkan dengan adegan dimana Kartini membuka sekolah dan mengajarkan para perempuan kelas bawah untuk belajar membaca dirumahnya.

Baca juga: Extreme Job: Perpaduan Aksi Komedi Menyegarkan

Kelebihan dari film ini ia lah dalam hal pengambilan gambar serta suasana yang digambarkan sangat detail seakan – akan kita dibawa kedalam film tersebut. Mulai dari teknik pengambilan gambar dari jarak dekat atau Extreme Close Up yang memperlihatkan pori – pori kulit, keringat serta rambut – rambut halus diwajah. Makeup yang digunakan para aktor juga sangat natural seakan – akan tidak menggunakan makeup sama sekali.

Film ini sangat memotivasi kita untuk menuntut pendidikan setinggi – tingginya terlepas dari gender yang kita miliki. Sosok Kartini mengajarkan kita bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki – laki, keberanian untuk menyuarakan mendapat serta mendobrak tradisi yang mengekang perempuan. Salah satu ucapan Kartini yang sangat menginspirasi ia lah “Tubuh boleh terpasung, tapi jiwa dan pikiran harus terbang sebebas – bebasnya”

Namun sangat disayangkan kebanyakan percakapan dalam film ini menggunakan bahasa Jawa dan Belanda sehingga ada beberapa percakapan yang sulit untuk dimengerti jika tidak menggunakan subtitle.

Penulis: Winda Julianti Handayani
Editor: Delfi Ana HarahapSumber
Foto: Melcom.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.