[Opini] Soal Kuota Internet Gratis, Fasilitas Paling Masuk Akal yang Tak Masuk Akal

Penulis: Hendrik Khoirul

Gagasanonline.com– Beberapa hari lalu Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional, sekedar memperingati dengan beragam poster dan kata-kata bijak ala filsuf dari masyarakatnya. Tanpa pernah mau sadar untuk memahami apa makna pendidikan itu sendiri. Ingat film Laskar Pelangi? Kalau tidak ingat juga tidak apa-apa. Dalam film kondang besutan Riri Reza yang rilis lebih dari satu dekade silam itu tersurat makna bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, apa pun latar belakang kehidupannya, di mana pun tempatnya, dan bagaimana pun rupa pendidikannya. Indonesia masih tetap dan selalu menjunjung tinggi makna universal hak warga negara tersebut, tapi seiring berkembangnya zaman yang segala sesuatunya harus berbanding setara antara apa yang Anda korbankan dan yang Anda dapatkan, maka barangkali slogan dari film Laskar Pelangi berubah jadi, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dengan tidak gratis.”

Belakangan ini Mahasiswa UIN Suska Riau ‘agak’ ribut-ribut soal ‘yang Anda korbankan dan yang Anda dapatkan’. Pasalnya, gara-gara wabah Covid-19 ini, hampir semua instansi pendidikan ditutup, tak terkecuali Kampus Madani UIN Suska Riau. Dampaknya semua kegiatan perkuliahan tidak bisa dilakukan secara tatap muka dan diganti dengan sistem dalam jaringan (daring) atau online. Lalu apa hubungannya antara kuliah daring dengan ‘yang Anda korbankan dan yang Anda dapatkan’? Karena perkuliahan tidak bisa dilakukan secara tatap muka di kelas, secara teknis mahasiswa tidak dapat menikmati apa yang dibayarnya, sebut saja kelas dan bangku kuliah, nyamannya pendingin udara (sarkasme), atau jasa dosen pengajar yang mengajar secara langsung.

Banyak mahasiswa yang bertanya-tanya, ke manakah dialokasikannya uang kuliah yang mereka bayarkan? Apakah tersimpan manis untuk semester depan dan tidak perlu bayar lagi? atau untuk gaji dosen yang hanya selintas lalu memberi materi di Google Classroom, yang kalau mahasiswa telat absen semenit dianggap tidak hadir tanpa mau tahu mahasiswa miskin kuota dan melarat sinyal? Maaf, ini sindiran, atau dialokasikan sebagaimana mestinya, untuk fasilitas mahasiswa di kelas? Meski mahasiswanya sedang entah di mana-mana.

Dengar-dengar di salah satu kampus di Indonesia sampai bikin petisi di change.org supaya pihak kampus memberikan fasilitas internet gratis dan sempat masuk trending di Twitter. Lalu Bagaimana pergerakan aktivis UIN Suska Riau dalam upaya menjunjung kemaslahatan umat, dalam hal ini mahasiswa, untuk mendapatkan haknya, minimal paket kuota internet gratis. Entahlah… mungkin hanya sebatas poster heroik yang diedit lewat aplikasi Picstart, atau mereka bergerilya, berjuang secara diam… diam-diam dan akhirnya terdiam.

Menyoal soal paket kuota internet gratis sebagai fasilitas pendidikan dari kampus supaya benak mahasiswa tidak suuzan dan ‘yang Anda korbankan dan yang Anda dapatkan’ jadi seimbang, walau tidak imbang-imbang amat, adalah kebijakan yang paling masuk akal saat ini. Pihak kampus dapat bekerja sama dengan provider internet untuk menyediakan paket kuota internet gratis dengan mencuil sedikit saja, hitunglah 10% dari UKT per mahasiswa. Toh itu juga hak mereka. Terlepas akan digunakan untuk apa kuota internet tersebut paling tidak mahasiswa tidak merasa membuang percuma hasil jerih payah kerja orangtuanya.

Kementerian Agama (Kemenag) pada surat edaran nomor: 697/03/2020 Tentang Perubahan Atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 657/03/2020 Tentang Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 (Corona) di Lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, nomor 1 poin c meenyebutkan pimpinan perguruan tinggi Islam dapat melakukan upaya dan kebijakan strategis, terutama dalam penanganan paket kuota dan/atau akses bebas (free access) bagi mahasiswa…

Surat edaran tersebut dengan jelas bahwa pimpinan perguruan tinggi memang sudah semestinya mengganti fasilitas belajar di dalam kelas dengan kuota internet gratis sebagai saku untuk kuliah daring. Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini, karena mahasiswa sudah berkorban untuk mendapatkan yang diinginkan, sudah bayar UKT biar dapat fasilitas kampus. Biar seimbang antara yang Anda korbankan dengan yang Anda dapatkan.

Tapi sepertinya mahasiswa UIN Suska Riau sedang jauh dari elusan dewi fortuna, dalam surat edaran yang ditandatangani Rektor Akhmad Mujahidin per 30 April 2020 bernomor B-1535/Un.04/PP.00.9/04/2020 tentang Perpanjangan Masa Belajar, Tugas Akhir, Penerimaan Mahasiswa Baru dan Optimalisasi Anggaran untuk Proses Pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Tanggap Darurat Covid-19 pada poin nomor 4 disebutkan bahwa karena adanya penghematan anggaran, maka pimpinan fakultas agar dapat mengoptimalkan anggaran tahun 2020 untuk proses pembelajaran. Tidak jelas maksud dari penghematan anggaran, apakah dioptimalkan untuk menyediakan paket kuota internet gratis bagi mahasiswa atau malah sebaliknya, tapi dalam audiensi yang dilakukan Rektor Mujahidin kepada Ormawa (Organisasi Mahasiswa) melalui Meet Google pada Rabu, 6 Mei 2020 pukul 13.00 pihaknya mengatakan untuk saat ini penyediaan paket kuota internet gratis mustahil terealisasikan. Mahasiswa UIN Suska Riau, berhentilah berharap… sebab fasilitas kuota internet gratis adalah fasilitas pengganti ruang kelas yang masuk akal tapi tak masuk akal.

Baca juga: Kemenag Batalkan Pemotongan UKT 10% Semester Ganjil Mendatang

Editor: Wulan Rahma Fanni
Foto: Gagasan/Hendrik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.