Polemik Omnibus Law dan Dampaknya kepada Rakyat

Penulis: Rindi Ariska

Omnibus Law mulai ramai diperbincangkan, setelah diucapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden pada 20 Oktober 2019. Ada banyak polemik yang terjadi di Indonesia terkait Omnibus Law.

Andi Wijaya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru saat diwawancarai, Senin (16/03/2020) mengatakan, Omnibus Law itu peraturan yang mencakup beberapa undang-undang, salah satunya undang-undang tentang buruh, lingkungan hidup, dan kehutanan.

LBH Pekanbaru menyikapi secara kontekstual terkait hal yang dirugikan karena Omnibus Law. Seperti lingkungan hidup, di mana Omnibus Law menghapus izin lingkungan, partisipati masyarakat dalam pembentukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) juga diperkecil atau dibatasi.

“Jadi masyarakat umum, juga Non Government Organization (NGO)  maupun mahasiswa gak bisa ikut protes terhadap Amdal. Yang bisa protes, ya cuma yang berdampak langsung,” ucapnya.

Andi Wijaya mengatakan banyak yang akan terkena dampak Omnibus Law ini jika nantinya disahkan, seperti mahasiswa, buruh, masyarakat adat.

“Salah satunya mahasiswa, dia bakal menjadi pekerja. Lalu buruh, kenapa buruh berdampak langsung, karena apabila nanti Omnibus Law diterapkan  maka hitungan kerja itu bukan seperti sekarang yang hitungan hari, tapi hitungan perjam. Perjam dihitung gaji sekian. Jadi ketika istirahat bekerja, misalnya istirahat makan itu dipotong. Terus masyarakat adat, masyarakat di desa, mereka yang berdampak terhadap limbah perusahaan tak bisa berbuat apa-apa,” jelasnya.

Ia juga berpendapat hampir semua isi dari Omnibus Law bermasalah. Andi menilai proses pembuatannya tidak melibatkan publik. “Makanya kita tolak,” singkatnya.

Andi mengungkapkan, proses pengerjaan Omnibus Law dilakukan dengan cara diam-diam. Ia sangat menyayangkan terkait buruh yang tak diajak berpastisipasi dalam proses pengerjaan Omnibus Law.

“Negara ini lucu, yang mau diatur buruh tapi buruh gak diajak ikut serta dalam proses pembuatan aturannya,” cetusnya.

Terkait hal ini, Dosen Hukum UIN Suska Riau, Rudiadi menanggapi tentang Omnibus Law, yang menurutnya hal baru di Indonesia. Menurutnya, Omnibus Law merupakan tebusan baru dari Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan benturan aturan-aturan dalam aspek tertentu sehingga tujuan pemerintah membuat Omnibus Law ini agar semua aturan-aturan yang berbenturan tersebut dihilangkan kemudian digabung menjadi satu aturan baru.

“Ini menarik sekali untuk dikaji. Tapi masalahnya di negara sebesar ini, yakin tidak Omnibus Law itu dibuat untuk kesejahteraan rakyat? atau ini hanya untuk kepentingan kekuasaan,” katanya meragukan, Kamis (19/03/2020).

Rudiadi mengungkapkan ada beberapa sisi negatif dari Omnibus Law tentang ketenagakerjaan, perpajakan, atau investasi. Pemerintah diberi ruang yang cukup besar atau dengan kata lain kekuasaan terpusat pada pemerintah. Rudiadi memberi contoh terkait adanya hak presiden sebagai pemerintah untuk mengubah Peraturan Daerah atau undang-undang.

“Ada kemungkinan ini adalah pesanan atau bisikan-bisikan dari investor atau perusahaan besar, dalam pasal-pasal Omnibus Law tentang investasi atau perpajakan. Karena sepertinya ini lebih menguntungkan untuk pihak investor atau perusahaan besar,” ucap Rudiadi.

Sama seperti Andi, Rudiadi juga mengatakan Omnibus Law merugikan kaum buruh. Tambahnya, banyak kebijakan dalam Omnibus Law ini yang sangat merugikan kaum buruh.

“Di Omnibus Law ini ada penghapusan jumlah pesangon, jumlah pesangon akan diturunkan. Sanksi secara pidana dalam Omnibus Law ini juga ditiadakan. Artinya kalau ada konflik perusahaan dengan buruh, lalu buruh mempidanakan perusahaan yang disanksikan itu hanya secara administrasi saja, tapi secara pidana tidak. Nah di sini ada celah bagi investor atau perusahaan untuk semena-mena,” terangnya.

“Sebagai dosen ada beberapa hal yang membuat saya tidak sepakat dengan Omnibus Law, contohnya pemerintah itu diberikan kekuasaan. Omnibus Law ini harus dikaji lagi, ini dibuat untuk siapa. Kalau banyak yang dirugikan, ya saya tidak setuju,” tutupnya.

Reporter: Abdul Hafidz, Rindi Ariska
Editor: Bagus Pribadi
Foto: Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.