Kita, Kuisioner, dan Segala Pertanyaan Tentang Iraise

Penulis: Teguh Arif Ramadhan*

Gagasanonline.comYey ! libur telah tiba, libur telah tiba. Akhirnya Ujian Akhir Semeter (UAS) sudah berakhir. Sedikit cemas, banyak liburnya, hehe. Hari-hari penuh kebosanan akan menyongsong kehidupanku di beberapa bulan ke depan. Kenapa bosan? Kamu seharusnya tahu, hari-hari tanpa melihatmu di kelas itu sungguh membosankan, Nduk. Jian Ambyar!!!

Kabarnya nilai-nilai sudah dikeluarkan. Apa?! sekarang jadi banyak cemas dan banyak khawatirnya, jangan sampai ada mata kuliah yang mengulang. Bergegas aku membuka portal iraise, apaan tuh? Itu merupakan sebuah situs web di mana mahasiswa mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) dan melihat nilai-nilainya di Kartu Hasil Studi (KHS).

Seperti tahun-tahun sebelumnya, saat membuka situs ini kita akan disajikan beberapa kuisioner evaluasi kepada dosen-dosen yang telah mengajar di kelas pada semester yang lalu. What? Maksudmu mahasiswa gantian menilai dosen gitu? Widih Leh Ugha Tuch. Tiba-tiba setan berbisik ke telinga saya, “Inilah saatnya balas dendam.”

But wait and listen to me,  apakah jika kita memberi tanggapan kita berupa  nilai D yang artinya dosen tersebut sangat kurang baik, dosen tersebut akan mengulang di semester yang sama untuk memperbaiki nilai, alias remedial? Jikalau demikian, kasian ya, tapi lucu juga. Di semester yang mengulang itu ia bertemu dengan dosen yang baru, jadi dalam kelas di semester tersbut ada dua dosen yang mengajar, satu dosen yang memang mengajar kelas itu dan satu lagi yang mengulang karena dapat nilai D dari maahsiswanya. Hiks pedih, Cuk!

Baca juga: Tampilan Fisik Bukan Satu-Satunya Bekal dalam Perjalanan Cinta

Resah dan gelisah membaca kuisioner ini. Kalau saya boleh bertanya, bolehkan? Masa gak boleh, sombong amat. Menurut rekan-rekan yang budiman, apakah kuisioner seperti ini bisa menyuarakan suara mahasiswa soal kinerja dosen-dosen? Apakah dengan adanya kuisoner ini dosen tersebut mau mengubah cara mengajar dan sikap mereka di kelas? Banyak tanya amat, kaya wartawan. Lah emang saya konsentrasinya jurnalistik, Cuk. Kalau saya banyak korupsi ya berarti saya pejabat di negeri tercinta ini.

Tapi dari semua pertanyaan saya yang tiba-tiba nyeplos itu, jawabannya ya, mungkin saja sih dosen-dosen tersebut mau melihat hasil kuisioner dan mengubah cara mengajarnya menjadi lebih baik. Saya mah orangnya huznuzon saja, siapa yang tahu kan? Saya sih tidak tahu, kebanyakan tahu juga gak enak makanya kadang-kadang saya ganti dengan makan tempe.

Menurut saya yang agak sok tahu ini, ada baiknya jika mahasiswa diberi ruang sendiri untuk menilai dan memberi ulasan, widih udah kaya belanja onlen aja pake ulasan segala. Lebih tepatnya seperti evaluasi gitu, seperti juri-juri di lomba dangdut yang mengomentari peserta mulai dari cara bernyanyi, menari hingga pakaiannya. Nah kalau dosen tentu bukan itu yang kita nilai atau evaluasi, mungkin bisa dimulai dari kemampuan mengampu mata kuliahnya, cara mengajar, bersikap, materi yang disampaikan hingga pemberian tugas yang seharusnya sesuai dengan mata kuliah yang diajar.

Baca juga: Kurangnya Perhatian Pemerintah Terhadap Masyarakat Desa Tanjung Beringin

Ada ide- ide yang mungkin bisa digunakan. Mahasiswa bisa memberi surat yang berisi keluhan atau evaluasi terhadap para dosen, atau diadakan suatu forum untuk mengomentari kinerja dosen-dosen , di dalam forum ini bukan untuk menghina atau meneriaki dosen ya. Tidak boleh dong, kalau mau teriak-teriak, ya di hutan bareng sama tarzan. Dalam forum ini nantinya mahasiswa diperbolehkan untuk menyampaikan keluh kesahnya, dan dosen mendengarkan kritik dari mahasiswa. Dosen kan bukan tuhan, dan mahasiswa bukan kerbau, jadi bisa mengkritik dosen dengan tujuan saling membangun suatu sistem pembelajaran yang lebih baik di semester depan. Mashok Ra Cuk ?

Mengapa saya bilang seperti itu? ya gak apa apa, orang saya punya mulut masa ndak boleh ngomong, hehe. Menurut pikiran saya yang biasa-biasa saja ini, cara seperti itu lebih afdol dan lebih memungkinkan terciptanya penilaian yang jujur dan sungguh-sungguh. Kamu tahu gak, Nduk, kalau mahasiswa sekarang itu maunya yang cepat saja, gak mau repot. Jarang sekali mahasiswa yang benar-benar membaca kuisioner, yah gak usah jauh-jauh menuduh mahasiswa-mahasiswa yang budiman itu, Nduk. Jujur, iya saya tahu kalau saya itu orangnya jujur, saya tuh malas baca-baca kuisioner seperti itu, dan ujung-ujungnya saya memberi nilai atau mengisi kuisioner dengan asal-asalan saja.

Ada dosen yang saya beri nilai A, B dan C. Lagi-lagi saya harus jujur, saya kasihan kalau sampai harus memberi nilai D atau E kepada dosen, setidakenaknya dosen itu mengajar, saya tetap tidak membiarkannya mengulang di semester lalu, hehe. Sudah jujur, perhatian lagi, kamu tetap gak mau sama saya, Nduk? Dengan pemilihan tanggapan yang asal pilih ini tanpa benar-benar menilai dan memberi evaluasi, hasil dari kuisioner ini tidak akan bisa dinggap sebagai hasil yang valid. Alhasil, kuisioner ini jadi terlihat seperti main-main dan tidak berguna. Bener gak guys? Atau saya yang sok tahu. Iya berhubung saya ini lelaki, jadi salahkan saya saja, Nduk.

Baca juga: Urgensi Pendidikan Dalam Menciptakan Insan Pencipta

Bukan hanya itu kegelisahan saya, Nduk. Kamu masih hidupkan? Masih mendengarkan saya kan? Jadi begini, Nduk. Situs iraise tahun ini tiba-tiba error seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun di mana kita masih bertegur sapa dan chating sampai malam. Kamu lupa ya? Tapi, errornya tidak seperti biasanya. Lah emang error yang seperti biasanya itu ada? Lah mana gua tahu, emang gua emaknya error?

Kamu masih mau mendengarkan kan, Nduk. Begini ceritanya, di salah satu grup Whatsapp saya, iya salah satu, kalau salah lima remedial dong saya, hehe. Di grup tersebut ada seorang teman yang mengirim hasil screen shoot gambar chatting atau dari status Whatsaap seseorang yang entah siapa, misterius sepertinya. Apa hantu kali yak? Emang hantu pake Whatsapp? Wah hantu yang sosialita. Jian mumet ndasku, Cuk! Di situ tertuliskan kalau mahasiswa yang belum membayar UKT tidak bisa membuka iraise dan yang sudah membayar baru bisa membuka iraise sekaligus mengisi KRS. Lalu pertanyaannya, apa kamu yakin gak mau tirai dua aja? Waduh kenapa jadi superdeal dua milyar, Jancuk!! Pertanyaannya, apa hasil screen shoot itu sebuah informasi yang benar? Mana gua tahu, gua aja masih bingung mau pilih tirai dua atau kantong sebelah kiri, hehe.

Karena ketidaktahuan itu, saya memutuskan untuk menulis kegelisahan ini. saya berharap kalian atau kamu, tahu atau sekadar peka, Nduk, kamu iya kamu. Selain orangnya jujur, saya ini tidak mudah percaya orangnya, alias super ngeyel. Emang ada superhero selain Superman? Yah Ra Ngerti, Mbok! Untuk membuktikan kebenaran dari informasi yang tidak tahu siapa penulisnya itu, saya memberanikan diri untuk coba log in ke iraise, dan ternyata oh ternyata saya gagal masuk Indonesia Idol guys. Apaan sih? Maksudnya saya gagal log in. Tiba-tiba pikiran saya mengingat sesuatu, yap benar saya belum juga bisa memilih antara tirai nomor dua atau kantong sebelah kiri. Lah ini acara belum kelar juga dari tadi? Kali ini serius guys, rupanya saya memang belum membayar Uang Kuliah Tunggal alias Uut Permata Sari eh UKT maksudnya. Dan semua ini cocok dengan informasi yang tersebar tadi, saya belum bayar UKT dan kemudian saya tidak bisa log in iraise. Jago juga tuh orang bisa bener gitu infonya. Jangan-jangan bisa makan beling juga tuh orang.

Baca juga: Merayakan Toleransi dengan Sikap Intoleran

Tapi walaupun kesal karena tidak bisa log in, ada setitik pikiran positif dari kepala saya. Kalau sistem iraise yang error atau katakanlah tidak error, karena memang harus membayar UKT lebih dulu ketika mau log in, ada baiknya juga. Apa coba yang baiknya itu? Sabar dong, ngegas mulu ini orang. Sistem seperti ini berguna agar kita tidak lupa atau telat membayar UKT, jadi kita selalu ingat ketika ingin mengisi KRS, kita harus membayar UKT dulu. Jadi tidak ada lagi pembayaran UKT yang telat. Dari tadi kita-kita mulu, kita siapa? Kita itu saya dan kamu, Nduk, memangnya ada siapa lagi selain kamu.

Akan tetapi, pihak kampus terkesan membuat mahasiswa untuk membayar UKT secara cepat. Pertanyaannya mengapa pihak kampus ingin mahasiswa membayar UKT cepat-cepat dan tidak seperti tahun sebelumnya? Inovasikah? Atau? Yang tahu jawabannya boleh angkat tangan, nanti dapat buku dari saya. Lah emang sampean penulis? Lah ini kan saya lagi nulis, piye toh, Cuk. Kamu menunggu saya menjawabnya, Nduk? Maaf ya, saya sendiri juga ndak tahu apa jawabannya, Nduk. Wong saya ndak ada dipihak siapa-siapa kok, saya kan indie gitu anaknya. Jangan cemas dan menunggu jawabannya, Nduk. Berat, biar saya saja. Dilan indie, Jancuk!!

Jadi begitu, Nduk, kegelisahan saya saat ingin melihat nilai saya di semester yang lalu. Bukannya saya tidak yakin sama nilai saya. Tapi kalau nilai yang sudah keluar itu tidak dilihat, nanti saya dibilang pria yang tidak perhatian. Bukannya kamu yang menuntut saya untuk selalu perhatian padamu, Nduk. Bicaralah, dari tadi diem saja kamu. Belum ngopi, ya?

Editor: Bagus Pribadi
Foto: Gagasan/Teguh Arif Ramadhan*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.