Penggunaan Uang Kertas Semakin Tak Relevan

Penulis: Rafid Syuhada**

Gagasanonline.com – Awalnya, setiap manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Seiring dengan perkembangan zaman, mereka menyadari bahwa apa yang mereka hasilkan tidak cukup dan memerlukan apa yang dihasilkan oleh orang lain. Dari sinilah muncul kegiatan saling tukar satu sama lain antar dua orang yang saling membutuhkan.

Kegiatan ini disebut dengan barter atau in nature. Sistem ini bertahan selama beberapa waktu, hingga muncul ketidakpuasan karena sulit untuk menentukan bahwa apakah barang yang akan ditukar bernilai sama. Selain itu, sulit juga untuk menemukan orang yang memiliki  yang dibutuhkan dan bersedia menukarkannya.

Uang pertama kali muncul pada abad ke-6 sebelum masehi oleh Bangsa Lydia, dengan menempa campuran emas dan perak.. Adapun komposisi antara emas dan perak adalah 75:25 dan disebut sebagai ‘stater’ atau ‘standar’.

Sekitar tahun 560 – 546 sebelum masehi, Croesus menciptakan uang logam untuk digunakan oleh Bangsa Yunani. Dalam sejarah uang, bangsa ini dikenal sebagai pembuat uang logam pertama karena uang didesain dengan berbagai gambar menarik. Nilai uang pada masa itu ditentukan oleh bahan pembuatnya.

Baca: Demokratisasi Relasi Sipil-Militer di Indonesia

Uang kertas yang kita kenal sekarang diciptakan oleh orang Tiongkok pada abad pertama masehi oleh Dinasti Tang yang saat itu berkuasa. Penciptaan uang kertas ini didasari pada kesulitan yang dihadapi karena pasokan logam mulia (emas dan perak) sebagai bahan baku uang berjumlah terbatas serta sulitnya untuk bertransaksi dalam jumlah besar.

Uang di Indonesia sudah dimulai sejak masa kerajaan-kerajaan Nusantara. Setiap kerajaan memiliki mata uang tersendiri dan akan berbeda dengan mata uang dari kerajaan lain. Pada masa itu, uang terbuat menggunakan emas dan perak, dan nilainya ditentukan oleh beratnya.

Memasuki masa penjajahan Belanda, uang diterbitkan oleh VOC berbentuk koin dan kertas. Mata uang kertas dibuat dengan menggunakan jaminan perak seratus persen. Begitu pula pada masa penjajahan Jepang yang menerbitkan jenis uang koin dan kertas versi pemerintahan Jepang di Indonesia. Uang koin pada masa ini dibuat dengan menggunakan alumunium dan timah.

Baca: Refleksi Semangat Pahlawan Mahasiswa UIN Suska Riau

Setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah Indonesia membuat uang sendiri yang disebut sebagai uang ORI. Sejak saat itu, desain uang di Indonesia terus mengalami pergantian desain dan nilai sesuai dengan masa kepemimpinan pemerintahan. Kini, kita mengenal pecahan uang tertinggi senilai Rp 100.000,00.

Sebelum dikeluarkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968, kegiatan pencetakan uang dilakukan oleh pemerintah. Namun setelah terbitnya undang-undang tersebut, hak pemerintah dalam pencetakan uang dicabut (pasal 26 ayat 1). Maka dibentuklah bank sentral sebagai satu-satunya lembaga yang berhak mencetak dan menerbitkan serta mengedarkan uang di Indonesia yaitu Bank Indonesia.

Pada zaman milenial seperti sekarang ini, uang kertas  begitu penting dalam kehidupan. Mulai dari sebagai alat tukar hingga alat bayar. Dalam lingkungan mahasiswa, uang kertas bisa dihabiskan sebanyak Rp. 150.000 untuk satu minggu. Kebanyakan uang itu digunakan untuk makan sehari-hari dan keperluan kampus.

Baca: Asap dan Uji Coba Kepemimpinan Syamsuar

Tidak hanya uang kertas, saat ini sudah ada sistem pembayaran melalui digital di Indonesia seperti Dana, GO-PAY, Ovo, dan lain-lain. Sistem ini begitu praktis karena tidak perlu membawa dompet lagi tapi kita harus mengisi saldo sebelum memakainya.

Namun, tidak semua orang bisa menikmati sistem ini. Biasanya hanya orang-orang berada yang memakainya. Di Indonesia sendiri masih ada sistem barter. Sistem ini masih bisa dipakai meluas untuk masyarakat Indonesia tetapi dengan catatan harus “win to win solution “.

Lalu, bagaimana dengan Hadits Nabi Muhammad SAW tentang uang kertas ini? Rasullulah bersabda :

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada saat itu orang yang tidak memiliki putih (perak) dan kuning (emas), dia akan kesusahan dalam kehidupan” (H.R. Imam Thabrani).

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada masa itu tidak ada yang bermanfaat kecuali dinar (uang emas) dan dirham (uang perak)” (H.R. Imam Ahmad).

Apabila di akhir zaman, manusia di kalangan mereka itu harus menggunakan dirham-dirham dan dinar-dinar sehingga dengan kedua mata uang itu seorang laki-laki menegakkan agama dan dunianya”. (H.R. Imam Al-Thabrani).

Ternyata  mata uang sekarang ini Dollar, Yen, Rupiah, Poundsterling, Euro dan sebagainya pada hakikatnya hanya selembar kertas biasa dan yang berbentuk koin juga koin biasa yang tak ada harganya yang hanya menjadi “uang” karena adanya jaminan dari bank. Bank tersebut berani menjamin uang kita karena mereka menyimpan cadangan devisa berupa emas dan perak.

Baca: Korupsi dan Cerminan Terhadap Iman

Hal ini membuat kita seperti tersihir akan hadirnya uang kertas seolah-olah memiliki nilai padahal tidak sama sekali. Dahulu, ketika menggunakan emas dan perak 1 dirham itu bisa membeli satu ekor ayam dan sekarang 1 dirham tetap bisa membeli satu ekor ayam. Zaman sekarang, nilai uang kertas bisa berubah-ubah atau sering kita sebut mengalami inflasi. Inflasi ini sangat merugikan karena mana mungkin mata uang negara Amerika lebih kuat daripada mata uang Indonesia.

Kita masih terjebak ke dalam sistem uang kertas ini. Hadits Nabi mengatakan apa yang kita gunakan tidak ada harganya lagi yang artinya uang kertas ini tidak akan berlaku lagi di masa depan. Agar kita tidak ikut runtuh dengan sistem ini, kita harus keluar dengan cara mengembalikan muamalah dengan cara menukarkan uang kertas tersebut dengan emas dan perak lalu menggunakannya sebagai kehidupan sehari-hari.

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi, UIN Suska Riau angkatan 2019.

Editor: Bagus Pribadi
Foto: Gagasan/Rafid**

One thought on “Penggunaan Uang Kertas Semakin Tak Relevan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.