Sexy Killers: Oligarki dalam Pusaran Tambang Batu Bara

Penulis: Bagus Pribadi

Judul Film: Sexy Killers
Sutradara: Dandhy Laksono
Produksi: Watchdoc Documentary
Durasi: 88 Menit

Batu bara menjadi salah satu kebutuhan umat manusia saat ini. Seiring berjalannya waktu, mengikuti globalisasi, manusia tak bisa terpisah dengan listrik. Apalagi dengan gencarnya kampanye Revolusi Industri 4.0 yang kita sendiri tak tahu siapa yang diuntungkan dan dirugikan. Di Indonesia, sebagian besar adanya aliran listrik berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Dan mayoritas PLTU di Indonesia menggunakan batu bara sebagai bahan bakar, tentu karena harga batu bara paling murah.

Film dokumenter berjudul Sexy Killers ini, menampilkan perusahan-perusahan tambang yang sangat tidak manusiawi. Dengan durasi selama 88 menit, film yang diproduksi Watchdoc mampu mendeskripsikan secara kompleks perihal kejahatan perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia.

Baca: Membuka Dunia Imajinasi yang Penuh Makna

Di awal film, suara Dandhy Laksono sebagai sutradara muncul diiringi aktivitas penambangan yang ada di Kalimantan Timur. Mulai dari ledakan bom hingga truk-truk pengangkut hasil tambang, menjadi suguhan yang memilukan. Melalui drone, Watchdoc menampilkan luasnya daerah penambangan batu bara. Permukiman warga tampak sangat kecil dibandingkan dengan lokasi penambangan batu bara. Desa-desa dihimpit lokasi penambangan. Adapun desa yang tak terhimpit, namun hanya berjarak 100 meter dari lokasi penambangan.

Desa yang dibangun sekitar tahun 1970-an itu adalah desa para warga yang mengikuti program transmigran pada masa Orde Baru. Sebelumnya, warga tersebut tinggal di Jawa dan Bali. Desa bentukan pemerintah itu sekarang dihancurkan oleh pemerintah sendiri. Melalui perusahaan tambang, pemerintah memperlakukan rakyat transmigran dengan sesuka hati.

Dengan logat Jawa, seorang warga menunjukkan keruhnya air sumur mereka kepada Watchdoc. Bukit-bukit yang dulunya menjadi sumber air bersih kini telah berubah menjadi lokasi tambang batu bara. Warga sekitar lokasi penambangan hanya mengandalkan turunnya air hujan atau air bekas tambang yang membawa serta endapan lumpur.

Baca: Memelihara Harimau di Tubuh yang Tragis

Warga sudah melakukan protes bertahun-tahun lamanya. Salah satunya, Nyoman, petani transmigran asal Bali yang saat ini tinggal di Desa Kerta Buana, Kabupaten Kutai Kartanegara. Ia protes dengan menghadang alat berat, membuatnya ditangkap dan dipenjara selama tiga bulan dengan pledoi mengganggu operasional perusahaan. Hal ini membuat perusahaan makin leluasa beroperasi dan teman-teman Nyoman yang takut mendapati nasib sepertinya. Desa Kerta Buana salah satu desa yang dihimpit oleh lokasi penambangan batu bara.

Watchdoc turut menampilkan bekas pengerukan tambang batu bara yang saat ini berubah menjadi ‘kolam raksasa’. Bahkan ada sebuah lubang bekas galian itu yang tepat berada di belakang salah satu sekolah dasar. Bukannya menutup kembali lubang bekas galian tersebut, perusahaan tambang hanya memberi pagar dengan seng tipis serta tulisan larangan mendekati lokasi tersebut.

Lubang bekas tambang itu telah banyak memakan korban. Sedikitnya ada 3500 lubang galian tambang di Kalimantan Timur. Antara tahun 2011-2018, di Kalimantan Timur tercatat 32 jiwa yang meninggal dunia akibat lubang-lubang bekas tambang. Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor dengan santai sembari senyam-senyum menanggapi wartawan yang bertanya tentang lubang-lubang bekas tambang yang memakan korban. Ia menjawab, “Ya namanya nasibnya dia, meninggalnya di kolam tambang, kan. Ikut prihatin. Itukan pertanggungjawabannya dunia akhirat. Waspadalah, kan tahu ada lubang. Jangan-jangan ada hantunya itu,” katanya sambal tertawa.

Kegiatan penambangan batu bara yang jaraknya dekat dengan permukiman warga ini membuat warga resah. Masing-masing rumah warga mengalami keretakan pada dinding. Ada juga warga yang menunjukkan pergeseran rumahnya, sehingga membuat pintu dan jendelanya tak bisa ditutup dengan rapat. Warga terdekat lokasi penambangan melakukan protes selama bertahun-tahun, juga dengan Aksi Kamisan Kalimantan Timur. Namun, penambangan batu bara di Kalimantan Timur kian hari kian meluas.

Baca: Kesetaraan Gender di Tengah Revolusi

Dari Kalimantan Timur, batu bara itu diangkut menggunakan kapal tongkang ke lokasi PLTU di Bali maupun Jawa. Watchdoc menampilkan pengangkutan batu bara yang berada di Karimun Jawa. Wilayah tersebut, sebagiannya merupakan wilayah taman nasional, yang artinya tak diperbolehkan melakukan aktivitas umum. Tetapi, kapal-kapal tongkang tersebut melintasi Karimun Jawa sehingga menyebabkan rusaknya terumbu karang.

Watchdoc ikut bersama Greenpeace dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) untuk mendokumentasikan aktivitas salah satu kapal tongkang yang melanggar aturan. Greenpeace memboikot kapal tongkang dengan cara melakukan pengecatan di badan kapal.

Di sisi lain, film ini juga menampilkan konflik warga dengan PLTU Batang di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. PLTU Batang digadang-gadang akan menjadi PLTU terbesar di Asia Tenggara. Petani dan nelayan melakukan protes di Kantor Bupati Batang. Tapi, kita sebagai penonton disuguhi tindakan-tindakan represif oleh aparat kepolisian terhadap petani dan nelayan yang menolak PLTU Batang.

Film ini berlayar ke Bali, tepatnya di Celukan Bawang, Buleleng, Bali. Watchdoc tak hanya menyoroti nelayan, tapi juga menyoroti petani kelapa yang bertetangga dengan PLTU. Sepetak kebun kelapa milik Ketut Mangku, terhimpit oleh pabrik PLTU. Hal itu membuat kualitas kelapa menurun, yang awalnya Mangku mendapatkan 9000 butir kelapa setiap kali panen, kini hanya dapat memanen 2500-an butir saja.

Lokasi pabrik PLTU yang bertetangga dengan permukiman warga mengakibatkan kerugian terhadap warga. Mulai dari penyakit paru-paru, infeksi saluran pernapasan, sampai rumah yang tiap jamnya berdebu. Salah satu warga, mengidap kanker nasofaring akibat limbah yang ada pada abu terbang.

Sexy Killers juga menyoroti salah satu warga Bali yang menggunakan energi matahari untuk aliran listrik. Energi matahari membuatnya menghemat jutaan rupiah perbulan. Baginya tak perlu ada pembangkit dengan lahan luas yang mendistribusikan listrik ke setiap rumah dengan jaringan dan kabel-kabel panjang. Masing-masing rumah harusnya menyediakan panel surya sesuai kebutuhan rumah itu. Katanya, jika lembaga keuangan bisa memberikan kredit sepeda motor, harusnya juga bisa memberikan kredit terhadap panel surya untuk setiap rumah tangga.

Film ini mendeskripsikan efek-efek samping yang dirasakan oleh warga sekitaran tambang dan pabrik PLTU. Kegiatan ini meraup untung sebesar-besarnya tapi juga merugikan warga sekitar dengan sebesar-besarnya pula. Melalui izin pemerintah, perusahaan tambang batu bara bisa beroperasi dengan leluasa. Di sini, peran pemerintah telah sempurna menindas rakyat.

Baca: Siapakah Dirimu Mahasiswa?

Apalagi sebagian besar yang memiliki perusahaan tambang adalah orang-orang yang memiliki kewenangan di bangku pemerintahan. Tak terkecuali dengan dua pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Film ini telah sangat jelas menyampaikan siapa-siapa saja dalang di balik tambang batu bara di Indonesia melalui infografik yang ditayangkan.

Lalu apa yang dilakukan warga yang terkena efek negatif tambang batu bara ini. Warga yang berada di persimpangan jalan ini ditindas habis-habisan di negerinya sendiri. Melalui apparat militer, perusahaan, bahkan pemerintahan itu sendiri.

Film ini sangat dianjurkan ditonton sebelum berlangsungnya Pemilihan Umum 2019. Bagaimana bisa kita memilih salah satu kandidat Capres-Cawapres, sedang mereka termasuk dalang di balik efek negatif yang ditimbulkan tambang batu bara. Bagaimana bisa kita memilih tanpa membawa sisi kemanusiaan kita.

Film produksi Watchdoc edisi terakhir Indonesia Biru ini dapat disaksikan di kanal Youtube. Sebelumnya Watchdoc memproduksi film dokumenter berjudul Asimetris, tentang konfik kelapa sawit. Menonton Sexy Killers menyadarkan kita tentang penindasan yang ada di Indonesia. Posisi kita sebagai rakyat serupa dengan mereka yang mengalami penindasan. Hari ini mereka, suatu saat bisa jadi kita.

Editor: Wulan Rahma Fanni
Sumber Foto: Watchdoc

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.