Berkat Doa Ibu

Rahma Ayu Ningsih telah melewati masa-masa sulit menimba ilmu demi menyelesaikan studi S1-nya di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Perjuangannya terbayar sudah. Dengan berbekal semangat dan doa sang Ibu, asisten dosen ini menjadi pemuncak pada Sidang Senat Terbuka Wisuda Sarjana dan Dipoloma ke-60 dengan IPK 3,85.

Oleh Kiki Mardianti

Wisudawati lulusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi ini selain cerdas akademik, juga pekerja keras. Untuk membiayai kuliahnya, selain beasiswa ia juga nyambi sebagai guru les. Dengan bekerjalah Ayu, sapaan akrabnya, bisa menambah penghasilan.

Terlahir dari garis keturunan Minang, Ayu mewarisi sifat gigih dan mandiri. Anak kedua dari empat bersaudara ini mengajar les sejak awal kuliah. Ia mendapatkan beasiswa ketika duduk di semester tiga. Sebelumnya ia membiayai kuliahnya dengan sisa tabungan ketika SMA. “Walaupun dapat beasiswa tapi tetap sambilan ngajar les juga,” katanya.

Selain mengajar les di kantor tempatnya mengajar, ia juga mengajar privat ke rumah-rumah. Ia harus pandai-pandai membagi waktunya. Ketika mengajar malam sebelum magrib ia sudah menyiapkan semua tugas kuliahnya, begitu juga sebaliknya. “Alhamdulillah kalo dijalani dengan ikhlas, enggak akan ternganggu, pandai-pandai ngatur waktu aja,” ujarnya.

Dalam menghadapi tugas kuliah ia juga butuh tenaga ekstra untuk belajar dan bisa paham. Ia mengaku bahwa dirinya bukanlah tipe pembelajar, dalam belajar ia tak terlalu rajin. Ketika malas menghampiri ia melawan dengan mengingat semua impiannya. Prinsipnya tidak mesti belajar seharian, biar belajar sebentar asalkan niat dari hati. Di saat dosen menerangkan, ia perhatikan dengan baik. “Kalau enggak ngerti tanya sampai ngerti, kalo di kelas udah ngerti insya Allah nanti pas di-review jadi makin ngerti,” tambahnya.

Semenjak ditinggal ayahnya untuk selama-lamanya Mei 2009 lalu, ibunya harus berjuang sendirian. Dengan penghasilan dari berwarung kelontong kecil-kecilan di rumah, ibunya mampu menguliahkan dua anak sekaligus, Ayu dan adik di bawahnya. Walau kakak pertamanya sudah lulus kuliah dan bekerja, tapi masih ada tanggungan lagi, adik Ayu paling kecil yang duduk di kelas enam SD.

Acap kali ibunya menerima cemoohan, namun itu semua mereka jadikan pendongkrak untuk masa depan. “Ibu mah orangnya kuat, makanya anaknya juga kuat,” ungkapnya.

Ibunyalah yang menjadi sumber semangat bagi Ayu. Ia merasa masih banyak yang belum bisa ia berikan. Semua pencapaian yang ia dapatkan belum apa-apa, dan masih banyak kekurangan. Jalan yang ‘kan ditempuhnya masih panjang. “Nah sekaranglah waktunya berjuang untuk wujutin semuanya.”

Doa Ibunya sangat berpengaruh bagi Ayu. Setiap kali hendak ujian, kuis atau ujian-ujian lainnya, ia selalu menelepon ibunya untuk minta doa, “Pokoknya udah jadi tradisilah, karena doa orangtua tuh ampuh.”

Ia merasa pencapaiannya sekarang masih seperti hadiah untuk kedua orangtuanya. Ia sadar adiknya sudah duduk di bangku kuliah juga, tak tega melihat ibunya berjuang sendirian. Tidak memiliki target untuk cumlaude, hanya bertekad selesai 3,5 tahun, namun takdir baik memihak padanya. Tak hanya selesai di semester tujuh, ia bahkan mendapatkan predikat cumlaude dan pemuncak universitas. “Pengan cepat-cepat lulus, dan Alhamdulillah cumlaude,” terangnya.

Gadis berkulit sawo matang ini mengenang masa-masa sulitnya di awal kuliah. Tak jarang Ayu merasakan kesulitan keuangan. Mengingat biaya hidup dan harga buku yang mahal, terkadang ia hampir menyerah. Tatkala tabungannya sudah menipis sempat terlintas di pikirannya untuk berhenti kuliah. Jalan kemudahan menghampirinya, ada saja rezeki untuknya. Ia mendapat tambahan jam mengajar. “Terbukti kalau rezeki itu sudah diatur, yang penting kita yakin dan semangat,” ungkap Ayu optimis.

Bagi Ayu yang paling utama adalah berdoa. Apapun yang ia minta, selalu ia sebutkan dalam doa. Dengan penuh keyakinan Allah akan mengabulkan doa-doanya. “Insya Allah semuanya bakalan lebih mudah.”

Ayu merasa beruntung kuliah di jurusan Matematika. Menurutnya dosen-dosen di jurusan tersebut berkualitas dan pandai mendidik mahasiswa, terutama dosen pembimbing yang juga sekaligus pembimbing akademiknya, Ari Pani Desvina, M.Sc. Ia menyadari tanpa ilmu dan dukungan mereka, muskil baginya menyabet pemuncak universitas.

Kepintaran Ayu tidak hanya ketika berada di kampus saja, selama berada di bangku sekolah dasar ia selalu mendapatkan juara satu. Di bangku SMP pernah juara satu try out bersama sekecamatan Mandau Pinggir. Ketika di bangku SMA ia juga sering mengikut olimpiade matematika, mendapatkan 10 besar. Dan di Universitas ia menjadi asisten dosen.

Di mata juniornya, Ayu dikenal sebagai wanita yang baik, ramah, dan cerdas. “Meskipun orangnya pintar banget tapi mau berteman dengan siapa saja,” ujar Rafiqa A’zima mahasiswi Matematika semester enam. Tak jarang ia bertanya mengenai pelajaran yang kurang dipahaminya. Menurut Rafiqa, Ayu juga sosok yang patut dicontoh. “Mudah-mudahan bisa seperti kak Ayu,” harapnya.

Ayu juga berbagi tips belajarnya. Terlebih dahulu harus ada niat dari hati. Kemudian senangi pelajaran dan dosennya. Biar lebih cepat nangkap, dalam belajar harus serius. Perhatikan dan jika tidak mengerti jangan sungkan untuk bertanya pada dosen. Selain itu, selalu mengulangi pelajaran di rumah/kost. Dan tak lupa berdoa.

Kini ayu sedang mencari peluang beasiswa S2. Dosen dan Wakil Dekan mendukungnya melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Jika kuliah S2 menggunakan biaya sendiri ia mengaku tak sanggup. Ia berencana kuliah sambil kerja seperti tatkala ia menyelesaikan S1-nya. “Kalau Allah ngasih izin rencananya mau keluar, sekitaran Asia aja. Karena jauh-jauh juga enggak diizinin sama orangtua,” ungkap perempuan penyuka Matematika ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.