Education Field Trip di Kampung Bandar Senapelan, Kota Pekanbaru

Penulis: Ristiara Putri Hariati

Gagasanonline.com – Embun terasa sejuk menerpa kulit, pagi itu pukul 06:00 WIB, tampak sekumpulan mahasiswa program studi Aqidah Filsafat Islam ’21 berkumpul di halaman gedung Rektorat, berbondong-bondong mengadakan kegiatan Education Field Trip ke Kampung bandar Senapelan, pada Sabtu, (11/6/2022). Field trip ini dibimbing oleh Wilaela, dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah Peradaban Islam.

Matahari mulai menguarkan panasnya, pukul 07:00 WIB, gerombolan mahasiswa itu berangkat menggunakan Trans Metro Pekanbru (TMP). Lokasi wisata bersejarah Senapelan berada di jalan Ahmad Yani, sehingga waktu tempuh perjalanan ke sana sekitar satu jam.

Begitu sampai, mahasiswa langsung disambut oleh pria ramah bernama Dadang Irham. Dia pemandu wisata bersejarah ini, umurnya sekitar 40 tahun. Dia juga yang akan menjadi informan para mahasiswa.

Perjalanan field trip dimulai dari RTH Tunjuk Ajar Integritas. Mahasiswa mengunjungi Monumen Tugu Pengibaran Merah Putih, ini sebagai salah satu tonggak sejarah Pekanbaru pada zaman kemerdekaan, tepatnya pada Jum’at, 15 September 1945 pukul 14:00 WIB. Rentang waktunya hampir satu bulan dari kemerdekaan karena, dan informasi hanya bisa ditangkap melalui telegram dengan kode morse ketika itu.

Dadang menjelaskan, saat kabar kemerdekaan sampai melalui telegram, berita besar itu tidak langsung disebarkan. Hingga 29 Agustus 1945 datang 3 orang informan dari Sumatera Barat membawa pamflet berisi teks proklamasi kemerdekaan dengan bubuhan tandatangan dari Soekarno. Ini sudah diperbanyak dan dibawa dari Bukit Tinggi ke Pekanbaru.

Pada 10 November 1968, tugu monumen itu telah diresmikan menjadi cagar budaya. Dibuat dengan batu karena kisah dari tempat tersebut memiliki nilai tersendiri. “Meski benda yang aslinya sudah tak berada ditempatnya lagi dan batu tersebut berasal dari Bangkinang.”

Selanjutnya, rombongan mahasiswa berjalan menyusuri jalan arah Masjid Raya Pekanbaru. Di sana terdapat toko roti tertua di Pekanbaru. Dadang kemudian mengajak mahasiswa mengunjungi toko itu dan mencicipi roti legendarisnya. Menurut informasi toko roti ini berdiri sejak 1953, namun bukan toko roti pertama di Pekanbaru.

“Banyak toko roti tua di Pekanbaru yang sudah tutup, namun hanya inilah yang bertahan hingga sekarang,” kata Dadang.

Untuk lokasi masjid Raya Pekanbaru, jaraknya hanya 100 meter dari toko roti Senapelan. Diketahui masjid tertua kota Pekanbaru ini didirikan pada 1926. Menurut sejarah, mesjid dibangun oleh Sultan Siak, tapi pada catatan lain menyebutkan rumah ibadah tersebut dibangun oleh masyarakat sekitar. Arsitektur masjid menggunakan pencampuran seni antara Turki dan Riau. Dengan perpaduan warna kuning dan hijau yang melambangkan kesejahteraan dan agama yang kuat pada bangunanya.

Kata Dadang, masjid Raya Pekanbaru telah direnovasi sebanyak 5 kali. Salah satunya pada 1985, masjid ini dibongkar total, “tahun sebelum itu juga sudah ada perombakan namun tetap meninggalkan yang asli. Jika ditelusuri ke dalam masjid, maka akan ditemukan keramik hijau tua, sebagai penanda bahwa dulu adalah bekas bangunan Masjid Raya yang lama.”

Di dalam area masjid Raya Pekanbaru juga terdapat sumur yang disebut-sebut tak pernah kering. Konon setiap orang yang meminum air dari sumur tersebut akan berbeda-beda rasanya. Sebab itu air sumur ini di juluki sebagai air tujuh rasa.

Selanjutnya rombongan diarahkan menuju makam Sultan dan keluarga Kerajaan Siak. Letaknya di sebelah Timur bangunan masjid, makam itu terbuat dari batu granit dengan panjang 4,20 meter dan tinggi sekitar 105 sentimeter. Makam ini dibuat besar bertujuan untuk membedakan raja dengan rakyatnya.

“Sebab jika dibuat makam biasa seperti yang diluar bangunan ini maka makam raja akan hilang. Karena kita tidak tahu apakah dia raja atau orang biasa,” kata Dadang.

“Makna dari bentuk makam yang besar ini bisa diibaratkan seperti panjang kekuasaan, panjang umur, dan tinggi derajatnya seorang raja.”

Makam umat muslim di sini arahnya membujur ke selatan dan utara dengan wajah menghadap kiblat. Untuk membedakan makam laki-laki dan perempuan dapat dilihat bentuk batu nisannya. Pada makam laki-laki bentuk nisan persegi atau bulat, sementara makam perempuan berbentuk pipih.

Setelah mengunjungi beberapa, perjalanan dilanjutkan menuju Rumah Singgah Tuan Kadi. Sebelum ke sana mahasiswa singgah di tempat yang cukup monumental, yaitu gudang garam dan rumah tenun. Gudang garam namanya mirip salah satu merek produk rokok, tapi ini bukan rokok melainkan garam. Tempat ini sebagai toko penampung garam yang berasal dari pulau Jawa. Adapun rumah tenun, ini berisi produk tenun asli buatan tangan masyarakat sekitar.

Berjalan sekitar beberapa meter dari gudang garam dan rumah tenun, barulah sampai ke Rumah Singgah Tuan Kadi. Rumah ini merupakan tempat singgah Sultan Siak Sri Indrapura saat berkunjung ke Senapelan. Setiap arsitektur yang ada pada bangunan tersebut memiliki makna filosofi tersendiri.

“Salah satunya dinding rumah yang vertikal menunjukkan pemilik rumah adalah seorang bangsawan. Dan pemilihan warna kuning pda dinding diambil dari bendera siak yang melambangkan keemasan dan kejayaan,” jelas Dadang.

Kampung bandar Senapelan adalah kawasan cikal bakal berdiri kota Pekanbaru pada masa Sultan Siak ke-4, yakni Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Ia memindahkan pusat kekuasaan Siak dari Mempura ke Senapelan pada 1762. Kemudian, karena kaya dengan sejarah, budaya, religi, dan kulinernya, akhirnya pemerintah meresmikan tempat ini sebagai objek wisata bersejarah melalui Perda RIPPARDA tahun 2021.

Editor: Kakak Indra Purnama
Foto: Ristiara Putri Hariati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.