Polemik Gedung Dosen Terpadu: Seperti Jemuran, Digantung!

Penulis: Hendrik Khoirul Muhid, Wulan Rahma F

Gagasanonline.com – Hiruk pikuk pembukaan acara Perkemahan Wirakarya Perguruan Tinggi Keagamaan (PW PTK) se-Indonesia ke XIV tahun 2018 yang ditaja Pramuka Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau cuma tinggal kenangan, lapangan sepak bola yang jadi tempat Sanggar Latah Tauh mempersembahkan Tarian Masal di pembukaan acara setingkat nasional itu, kini telah terganti dengan seonggok gedung mangkrak yang tak kelar dibangun.

Gedung yang rencananya kelar pada Desember 2018 itu mandek pembangunannya, meloncat tiga tahun dari tenggat seharusnya, tanpa ada tanda-tanda adanya kelanjutan. Kini gedung yang rencananya diberi nama Gedung Dosen Terpadu tersebut nasibnya seperti jemuran, digantung. Sesuai dengan spanduk yang dipasang di depan bangunan tanpa status  itu, “Gedung ini seperti jemuran, digantung” begitulah tulisannya.

Menurut salah satu mahasiswa, Tri Parlan Zaputra, spanduk tersebut adalah sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap pihak kampus. Saat diwawancarai di pinggiran danau UIN Suska Riau, pada Senin, 6 Desember 2021 lalu, Tri meminta agar pihak kampus segera menindaklanjuti dan memberi kejelasan gedung tersebut. Ia merasa kecewa karena pembangunan gedung tersebut berdampak menghilangkan kreativitas mahasiswa dalam bidang olahraga terutama sepak bola. “Kan di bangun di atas lapangan sepak bola itu, tapi pembangunan malah tidak selesai dan digantung seperti jemuran,” ujarnya.

Tri juga menganggap kampus tidak memiliki totalitas yang baik terhadap pembangunan di UIN Suska Riau. Bukan hanya Gedung Dosen Terpadu yang tak kunjung rampung, banyak gedung di UIN Suska Riau yang pembangunannya tak selesai, seperti masjid Al-Jamiah UIN Suska, Lapangan sepak bola, dan Laboratorium terpadu. “Rektor sekarang harus jelas terhadap pembangunan yang ada di UIN ini, dan pembangunan gedung ini bisa cepat diselesaikan,” katanya.

Mahasiswi Manajemen tahun 2019 Wirdatul Jannah juga mempertanyakan kelanjutan pembangunan Gedung Dosen Terpadu. “Katanya mau dijadikan gedung dosen tapi sampai sekarang belum jadi-jadi, pastinya jadi pertanyaan buat kita entah itu segi biaya yang dikorupsi atau  apa pun kan kita enggak tahu, tapi sebisa mungkin kalau sudah dibangun ya harus diselesaikan,” kata dia. Wirdatul juga turut berkomentar terkait spanduk yang dipasang di gedung mangkrak tersebut, dia menduga tulisan tersebut dipasang oleh mahasiswa yang merasa kecewa.

***

Akhir Maret 2019, Gagasan berupaya mengungkap fakta di balik kemandekan pembangunan gedung yang digadang sebagai tempat berkumpulnya para dosen ini. Kala itu, pagi menjelang siang, Rabu, 27 Maret 2019 sekitar pukul 10.45 WIB Gagasan mendatangi lokasi proyek yang bersebelahan dengan gedung Fakultas Syariah dan Hukum ini. Pagar seng setinggi kurang lebih dua meter mengelilingi lahan bekas lapangan sepak bola, pagar pembatas ini menghalangi pandangan mata dari luar. Suasana tampak lengang, beberapa sepeda motor tengah diparkir di dekat pintu masuk yang tertutup. Terdapat tulisan ‘Dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan’ yang ditulis dengan cat warna merah pada dinding pagar seng di samping kanan pintu.

Sejumlah pekerja tampak sibuk mengerjakan konstruksi bangunan, namun lebih banyak yang sedang istirahat di bedeng (rumah darurat sementara). Penjaga lokasi pembangunan yang bertugas hari itu memperkenankan masuk setelah mengajukan beberapa pertanyaan. Gagasan hanya diizinkan mengamati dari pos penjagaan dekat pintu masuk, meskipun sudah menunjukkan kartu identitas wartawan.

Gedung yang rencananya dijadikan tempat kerja dosen tersebut masih jauh dari kesan ‘jadi’,  kerangka besi penyangga masih mengelilingi bagian-bagian pinggir gedung empat lantai ini. Bahan  bangunan berupa bata dan pasir teronggok di sekitar proyek pembangunan, kayu bekas konstruksi yang tak terpakai menumpuk di sudut kanan bangunan. Sementara itu, kubah yang menjadi ciri khas gedung-gedung UIN Suska Riau, sudah terpasang di atap gedung itu. “Saya di sini sebagai satpam kontraktor, dari Bekasi,” kata penjaga yang mengaku bernama Azwir, sembari menunjukkan kartu tanda pengenal dari PT. Citra Prasasti Konsorindo, kontraktor pemenang tender pembangunan Gedung Dosen Terpadu.  “Mandornya sedang tidak ada,” kata penjaga.

Itulah sebabnya Gagasan tidak diperbolehkan meninjau lokasi pembangunan lebih jauh. Ketika Gagasan berusaha meminta nomor ponsel mandor proyek, penjaga tersebut enggan memberikannya dengan dalih tidak menyimpan nomor kontak mandor, akhirnya penjaga menawari nomor kontaknya untuk di kemudian hari bisa dihubungi saat akan meliput kembali. Setelah berbincang-bincang dengan penjaga dan tidak banyak membuahkan hasil, akhirnya Gagasan memutuskan untuk mendatangi lokasi proyek di lain waktu saat mandornya sudah ada di lokasi.

Kali kedua, Senin, 1 April 2019, Gagasan kembali mendatangi lokasi proyek pembangunan Gedung Dosen Terpadu setelah sebelumnya berusaha mengontak Azwir, namun setelah beberapa kali dihubungi nomornya tidak aktif.  Sesampainya di lokasi, Gagasan dihadang dua penjaga yang sedang makan siang di pos penjagaan, namun bukan Azwir. “Mau ngapain?” tanya salah seorang penjaga dengan  nada bicara menginterogasi. Tak jauh berbeda dengan  usaha beberapa hari sebelumnya, ternyata mandornya hari itu masih tidak ada di lokasi pembangunan.

Lagi-lagi hanya diberi nomor kontak petugas jaga tersebut, yang mengaku atas nama Erfandi. Pada 17 April 2019, Gagasan menghubungi Erfandi via Whatsapp, saat itu Erfandi mengatakan bahwa mandornya masih ada di Jakarta, “Kalau mau hari Senin saja datangnya,” saran Erfandi. Empat hari kemudian, 21 April 2019, Gagasan kembali menghubungi Erfandi, baik lewat Whatsapp maupun panggilan via telepon seluler, namun nomor kontak Erfandi tidak aktif. Keesokan harinya Gagasan mendatangi lokasi proyek pembangunan Gedung Dosen Terpadu, namun sesampainya di sana, suasana tampak lengang.

***

Tergusurnya lapangan sepak bola jadi lokasi proyek Gedung Dosen Terpadu menimbulkan sejumlah protes, terutama dari kalangan mahasiswa yang kerap mengadakan turnamen sepak bola di sana. Saat diwawancarai pada September 2018 lalu, Kepala Bagian Pusat Pengembangan Bisnis, yang saat itu dijabat Prof Kirmizi Ritonga mengatakan bukan berarti tak ada pengganti untuk Lapangan Sepak Bola. Ia menjelaskan rencana penggantian Lapangan Sepak Bola bertempat di lahan sebelah kiri sebelum Portal Jalan Buluh Cina. “Jadi kami bukan mengabaikan kepentingan mahasiswa,” ujarnya. Untuk usulan  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) rencana Lapangan Sepak Bola tak bisa lagi tahun 2018 karena termasuk rencana anggaran jangka pendek. Ia mengatakan tahun 2019 akan diusulkan pembuatan lapangan sepak bola.

Namun tampaknya rencana tersebut harus tertangguhkan hingga tahun 2020, pasalnya Kirmizi mengatakan tidak ada pembangunan di tahun 2019, hal ini disebabkan target pembangunan Gedung Dosen Terpadu yang harusnya rampung Desember 2018 namun sampai kuartal 2019 tak juga kelar. Karena tidak selesai di tahun 2018 itulah, di 2019 ini tidak ada pembangunan, “Karena tidak selesai, istilahnya dipenalti, ” tutur Kirmizi. Untuk saat ini tidak ada usulan  untuk pembangunan lapangan sepak bola, “Karena yang ada saja enggak selesai. Kita belum  berani mengusulkan untuk membangun lapangan sepak bola baru,” tambahnya.

Alasan lapangan sepak bola dijadikan lokasi proyek karena hanya lahan itu yang siap pakai, sebab kata Kirmizi, saat diwawancarai pada Selasa, 4 September 2018 silam mengatakan hal itu dilakukan demi mengejar target Gedung Dosen Terpadu kelar pembangunannya dalam tiga bulan dari September hingga akhir 2018. “Lapangan Sepak Bola tanahnya sudah padat jadi tak perlu menimbun lagi supaya Desember bisa selesai, kalau buka hutan lagi kan prosesnya panjang,” jelasnya.

Namun saat dikonfirmasi terkait kapan tenggat waktu perampungan pembangunan Gedung Dosen Terpadu pada Selasa, 9 April 2019, Kirmizi Ritonga yang juga selaku Pejabat Pemegang Komitmen (PPK) pembangunan gedung tersebut menjelaskan tenggat waktu penyelesaian gedung seharusnya rampung pada akhir Januari 2019. Lantaran hingga akhir Februari 2019, kontraktor dari PT. Prasasti Konsorindo tak dapat merampungkan pembangunan gedung tersebut, pihak UIN Suska Riau akhirnya memberikan tambahan tenggat waktu kepada kontraktor PT. Citra Prasasti Konsorindo hingga pertengahan April 2019 plus harus membayar sejumlah denda. “Jika kontraktor melewati batas waktu, pihak UIN Suska akan memberikan sanksi denda dan di-blacklist,” kata Kirmizi saat itu.

Dalam penjelasan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah, yang dimaksud Daftar Hitam atau Black List adalah daftar yang memuat identitas Penyedia Barang atau Jasa yang dikenakan sanksi oleh Kementerian Lembaga Satuan Kerja Perangkat Daerah Institusi lainnya (KLDI). Terkait pemenangan tender kontraktor oleh PT. Citra Prasasti Konsorindo, Kirmizi juga tak tahu menahu. Pasalnya dirinya hanya melanjutkan proyek tersebut dari pejabat sebelumnya. “Tak tahu saya proses bagaimana kontraktor itu diterima,” tuturnya.

Dalam situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Bengkalis, Riau, perusahaan ini pernah dinyatakan kalah lelang lantaran masuk dalam daftar hitam rekanan yang dirilis Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 2014 lalu. PT Citra Prasasti Konsorindo di-blacklist pemerintah sejak Januari 2014 hingga Januari 2016. Kirmizi bahkan mengaku tidak tahu saat ditanyai terkait penyebab mengapa pihak kontraktor PT Citra Prasasti Konsorindo hingga melewati tenggat waktu kesepakatan, ia menyebut selama ini tidak ada keterbukaan dari pihak kontraktor dengan UIN Suska. Kirmizi menduga pihak kontraktor kekurangan dana. “Koordinasi antara kontraktor dengan  UIN aman, cuma mereka tidak mau terbuka, apalagi soal dana,” tutur Kirmizi.

Pada 22 April 2019, Gagasan mengonfirmasi kembali perihal pem-black list-an kontraktor  yang telah melewati batas perampungan gedung Dosen Terpadu hingga tiga kali terhitung dari akhir Januari, akhir Februari dan terakhir April. Kirmizi saat ditemui di ruang BLU mengungkapkan, status Gedung Dosen Terpadu sedang dalam proses penghitungan kemajuan jumlah persentase yang telah dikerjakan oleh  kontraktor. “Saya minta orang itu menghitungnya secara detail, jangan ada  kelebihan, jangan ada  kekurangan,” kata Kirmizi.

Sementara untuk proses mem-black list kontraktor dari PT. Prasasti Citra Konsorindo, Kirmizi mengaku bukan wewenangnya untuk melakukan hal tersebut, “Saya belum pernah  mem-black list orang,” tuturnya. Perkara black list itu pun sebenarnya Kirmizi tidak tahu apakah dari pihak UIN Suska Riau atau Departemen dari Kementerian Agama. “Ya mungkin nanti akan ada-lah pemberitahuan dari sana kita harus black list atau tidak, mekanismenya macam mana memblack list itu saya kurang tahu, karena enggak gampang juga mem-black list perusahaan, menyangkut banyak orang,” tutur Kirmizi, “Iya, kalau pekerjanya banyak, kita black list nanti pekerja kehilangan kerja,” tambahnya.

Di tengah sesi wawancara, ponsel Kirmizi mendapatkan panggilan. “Dari buk Mila ini, dia mau laporan hari ini,” katanya setelah usai mengangkat telepon. Mila adalah Projek Manager dari PT Riau Multi Cipta Dimensi (RMCD), “Dia konsultannya, yang mengawasi pembangunan (Gedung Dosen: red) itu orang ini,” jelas Kirmizi.  Setelah selesai wawancara dengan Kirmizi, Gagasan duduk di luar ruang kerja Kirmizi, sengaja menunggu kedatangan orang dari RMCD tersebut. Tak berselang lama, empat orang pria dan satu orang perempuan masuk ke ruang BLU. Namun karena Kirmizi masih ada kegiatan lain, sekelompok orang tersebut ikut duduk menunggu bersama Gagasan. Benarlah, orang-orang tersebut dari RMCD dan hendak melaporkan hasil penghitungan persentase kemajuan pembangunan Gedung  Dosen  Terpadu.

Di ruang tunggu Gagasan sempat berbincang sejenak dengan tim dari RMCD, meminta waktu untuk wawancara tim RMCD setelah mereka melaporkan hasil persentase penghitungan pengerjaan gedung oleh kontraktor kepada Kirmizi. Mereka setuju, dan akhirnya memutuskan untuk menunggu, berselang lima menit kemudian salah seorang dari mereka tiba-tiba menyeletuk, ”Cek grup Wa.” Tak lama kemudian mereka beranjak pergi, tapi bukan ke ruangan BLU. “Kami cari angin sebentar ya,” kata salah seorang dari mereka. Setelah hampir 45 menit kami menunggu, tim dari RMCD tersebut tak jua kembali, lantas akhirnya  Gagasan memutuskan untuk kembali esok hari, menanyakan pada Kirmizi. “Penghitungan untuk saat ini, berdasarkan informasi yang di sampaikan RMCD kemarin, sudah mencapai 64 persen,” kata Kirmizi.

Kepala Bagian (Kabag) Umum, yang saat itu dijabat Munir, mengatakan penyelesaian pembangunan gedung dosen disebabkan lambatnya kontraktor dalam pengerjaan. Usut punya usut, Munir menduga kontraktor kekurangan dana selama pembangunan, pasalnya kontrak prosedur pembayaran dengan kontraktor PT Citra Prasasti Konsorindo, UIN Suska Riau baru akan membayar separuh setelah proses pembangunan mencapai 50 persen, dan sisanya akan dibayar setelah pembangunan rampung. “Banyak sekarang kontraktor modal dengkul,” tukas Munir.

Tak hanya itu, Munir mengatakan, batas akhir perampungan pembangunan gedung sebenarnya pertengahan April 2019. Jika tidak ada kemajuan, nantinya UIN Suska Riau akan mencari kontraktor baru. “Batasnya pertengahan bulan April, kalau tidak ada kemajuan, nanti kita cari lagi kontraktor baru, karena uang UIN masih ada sekitar Rp. 20 miliar lagi,” ungkapnya. Namun hingga awal Januari 2022, sejak direncanakan dan mulai dibangun pada tiga tahun lebih silam, wujud Gedung Dosen Terpadu hampir sama, masih mangkrak. Bedanya dinding seng sudah dibongkar. Kini tampak jelas semua mata memandang, bagaimana gedung tersebut berdiri kokoh bagai mayat hidup. Penampilannya kian menarik perhatian dengan spanduk beraroma humor, “Gedung ini seperti jemuran, digantung”.

Reporter: Hendrik Khoirul, Melsa Triamanda**, Ainul Hikmah**, Desi Fitria**, Indah Permata S**, Annisa Al Zikri**

Editor: Sabar Aliansyah P

Foto: Dok. Gagasan/WulanRf

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.