Bucin, Bentuk Kurangnya Mencintai Diri Sendiri

Penulis : Annisa Al zikri**

Gagasanonline.com– Istilah “Bucin” atau singkatan dari Budak Cinta sudah terdaftar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Sejak Oktober 2020. Kata bucin kerap digunakan untuk menandakan seseorang yang terobsesi pada pasangannya. Istilah bucin marak digunakan oleh masyarakat, terutama di kalangan anak-anak muda.

Bucin dimaknai sebagai tindakan berlebihan terhadap pasangan dalam menunjukan perasaannya. Ricca Angreini Munthe, Sekretaris Jurusan Psikologi UIN Suska Riau menjelaskan kebucinan itu terjadi karena kurangnya seorang dalam mengapresiasi dan mencintai dirinya sendiri.

“Cara agar tidak disakiti oleh pasangan itu adalah dengan cara meningkatkan self esteem bahwa kamu layak mendapatkan orang yang lebih baik, pacaran saja sudah sampai seperti ini apalagi nanti di kemudian hari,” tuturnya, Kamis, (23/12/2021).

Ricca  menyatakan bucin dapat menganggu kesehatan mental terutama mahasiswa, seseorang yang menjadi bucin akan mengesampingkan pertemanan dan menjauh dari lingkungan sosial. Menurutnya pula seseorang yang menjadi bucin berpotensi adanya toxic relationship.

Baca: Insecure, Rasa Membandingkan Diri dengan Orang Lain

“Misalnya ketika kita melakukan aktivitas harus ditemani, baik yang bucin dan dibucinin sama-sama mempunyai pengaruh jelek seperti tidak mandiri, dan lingkungan sosialnya menjadi sempit. Potensi untuk toxic relationship pun ada di situ, dan sebenarnya bucin itu sendiri juga sudah termasuk toxic relationsip,” ungkapnya.

Ia juga menuturkan untuk mengubah sifat orang lain bukan merupakan tanggung jawab seseorang seperti pasangan. Pasangan hanya bisa membantu atau mendukung perubahan tersebut.

“Kalau orangnya gak mau berubah, itu bukan tanggung jawab kita untuk mengubah orang lain, kita itu memang boleh berkeinginan mengubah seseorang tapi tantangan yang paling sulit adalah membuatnya sadar dan menyadari dia untuk mau berubah. Jangan pernah punya impian minta dia berubah dulu, tapi kita harus membuat dia sadar terlebih dahulu,” lanjutnya.

Selain itu ia mengimbau mahasiswa agar bersikap realistis ketika mencintai orang lain.
“Hindari lah bucin itu, cobalah lebih bersikap realistis. Boleh suka dan cinta orang lain tapi sesuai akal dan logika,” pesannya.

Alfia Rafika, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, berpendapat peranan teman sangat penting untuk mengingatkan seorang teman yang tengah  bucin hingga cenderung mengarah ke hubungan yang toxic.

Baca: Tanggapan Mahasiswa UIN Suska Terkait Varian Baru Virus Corona

“Cara mengatasinya harus disadari oleh kenyataan dan posisi seorang teman sangat dibutuhkan untuk mengingatkan,” sebut Alfia.

Syamsul Arifin, Mahasiswa Fakultas Peternakan menyatakan seseorang tidak akan bucin jika dapat mengontrol diri sendiri serta mampu berkomitmen.

“Namun jika berkomitmen dari awal, maka bucin itu masih bisa diatasi. Bisa membagi waktu untuk keluarga, untuk organisasi dan waktu untuk berdua. Tidak mungkin kita harus menjalani hubungan selalu berduaan” jelasnya.

Menurutnya pula kebucinan mempengaruhi keaktifan mahasiswa dalam berorganisasi.
“Inilah yang menjadi alasan kenapa mahasiswa banyak yang kurang aktif dalam berorganisasi. Jangan terlalu mengutamakan cinta dari pada cita-cita,” tutupnya.

Reporter : Annisa Al zikri**, Ainul Hikmah**
Editor: Lia Resti Andani
Foto : Gagasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.