Makrifat, Maksiat dan Memulai Hidup Baru

Penulis: Kakak Indra Purnama

Gagasanonline.com- Apabila Allah hendak membukakan satu pintu dari beberapa pintu  kemakrifatan (pintu itu dapat berupa sakit, bencana dan kemiskinan). Dan dengan pintu itu perasaan menjadi peka dengan keagungan Allah dan sifat-sifat-Nya maka sesungguhnya Allah sedang memberikan anugerah makrifat.

Sesungguhnya pintu-pintu makrifat itu benar-benar membangunkan kita dari tidur lupa kepada Allah. Dan ketika ilmu kemakrifatan itu masuk ke dalam hati, maka jangan berkecil hati sebab sedikitnya amal ibadah yang kita lakukan. Allah berfirman di dalam hadis qudsi, “Jika Aku menguji hamba-Ku yang mukmin, kemudian ia bersabar dan tidak mengaduh-aduh, maka akan Aku ganti daging dan darahnya dengan yang lebih baik dari sebelumnya, dan ia akan terbebas dari dosa-dosanya seperti ketika ia baru dilahirkan.”

Diriwayatkan, bahwa Allah berkata kepada malaikat pencatat amal, “Ketika seorang mukmin sedang sakit maka tulislah semua umurnya sebagai amal saleh.” Dari sinilah kita tahu bahwa Allah tidak membukakan satu pintu kemakrifatan, melainkan ia ingin memperkenalkan kepada manusia tentang kebesaran-Nya. Dan tidak diragukan lagi bahwa makrifat ini lebih utama dari pada amal ibadah yang menuntut adanya ikhlas. Sementara manusia sangat sulit untuk melakukan ikhlas.

Baca juga: Empat Cara Mengetahui Cacat Dalam Diri Sendiri

Sahabat sekalian, maka hendaknya kita mensyukuri atas segala apa yang dikehendaki Allah Swt termasuk makrifat-Nya. Agar kita terhindar dari kekufuran dan kesedihan yang kita dapat dari maksiat. Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan penyebab utama tumbuhnya bibit-bibit kesedihan dalam hidup kita, adalah karena kemaksiatan yang sering kita perbuat. Semakin lama kita berbuat maksiat, semakin menguat kesedihan itu pada diri kita. Sehingga kita merasakan kehidupan yang sempit, hati yang penuh kegelisahan, dan wajah yang selalu bermuram durja. Allah Swt berfırman: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (Tha ha: 124).

Maksud ayat tersebut adalah barang siapa yang berpaling dari perintah Allah dan dari apa yang Allah turunkan kepada rasul-Nya berupa syariat dan hukum-hukum, maka dia akan mendapatkan kehidupan yang keras dan sempit walaupun di luarnya terlihat enak.

Memang pada mulanya kita  akan merasakan nikmat saat berbuat maksiat, tapi kenikmatan itu hanya sebentar saja. Semua akan berubah seketika seiring dengan berjalannya waktu. Suatu saat dosa-dosa itu akan mencabik-cabik diri kita, mengeraskan kalbu, membuat diri selalu dalam keraguan, dan menggelapkan pemikiran.

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Al -An ‘am: 44).

Baca juga: Peristiwa-Peristiwa Pada Bulan Muharram

Oleh karena itu sahabat sekalian, Allah selalu menyeru kepada hamba-hamba-Nya agar mereka segera berpaling dari perbuatan maksiat. Karena dari sanalah akan terbit fajar baru dan menumbuhkan harapan-harapan baru.

Allah Swt menegaskan bahwa kunci dimulainya kehidupan baru adalah dengan bertaubat yakni dengan sebenar-benarnya taubat (taubatan nasuha). Inilah sebuah permulaan kita mendapatkan kemenangan yang hakiki. Kemenangan yang membuat seseorang dapat mengatasi sebab-sebab kelemahan dan kelalaian, membebaskan diri dari ikatan hawa nafsu dan kekufuran. Kemudian ia menetap di fase yang penuh dengan keimanan, kebaikan, ketenangan, kematangan, dan petunjuk.

Hanya mereka, orang-orang yang bertaubatlah yang akan mampu mengambil manfaat dari keadaan sekitarnya sambil menjaga ciri khas dirinya.

Baca juga: Memanfaatkan Nikmat Waktu Luang

Demikianlah manusia, apabila ia dapat memulai hidup barunya dengan taubat yang ikhlas, niat yang lurus penuh suka cita dan ketundukan pada Allah Swt, ia dapat berbuat banyak kebaikan dan prestasi yang sebelumnya tidak disadarinya.

Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al Baqarah: 38).

Dan, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung. (An Nuur: 31).

Sumber:
Ibnu Athaillah As-Sakandari. 2017. Mutiara Al-hikmah. Klaten: Semesta Hikmah. Hlm; 20
Muhammad Al-Ghazali. 2005. Mengubah Takdir Mengubah Nasib. Bandung: Jabal. Hlm; 11

Editor: Delfi Ana Harahap
Foto: Internet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.