Syafrudin Bebas, Petani Bukan Penjahat Lingkungan

Penulis: Bagus Pribadi

Gagasanonline.com – Syafrudin, 68 tahun, pria kelahiran Sumatera Barat. Pada 17 Maret 2019 ditangkap oleh penyidik di lahan 20 x 20 meter persegi, di Rumbai, Pekanbaru. Ia didakwa membuka dan membakar lahan.

Selama menjalani proses kasusnya, Syafrudin didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di antaranya; terbukti bersalah dan melakukan tindak pidana yang mengakibatkan dilampaunya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau teritorial kerusakan lingkungan hidup. Melanggar Pasal 98 Ayat 1 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menjatuhkan pidana dengan penjara selama 4 tahun dan denda Rp3 Milyar, subsiden 6 bulan penjara. Dengan barang bukti sebuah mancis dan ban dalam mobil bekas yang dipotong.

Istri Syafrudin, Zetma Erna Wilis menjelaskan bahwa Syafrudin ditangkap saat meengelola lahan palawijanya. Ia dijemput di kediamannya oleh dua polisi dan langsung membawanya ke kepolisian.

“Yang buat saya sedih, bapak (Syafrudin) ditarik bajunya dengan cara tak manusiawi. Polisi itu minta mancis yang digunakan bapak,” jelasnya sambil meneteskan air mata, Selasa (28/1/2020).

Zetma Erna Wilis mengatakan setelah penangkapan Syafrudin, setiap hari Senin dan Jumat ia selalu mengunjungi Syafrudin di Rumah Tahanan (Rutan). Ia selalu membawa obat Syafrudin karena memiliki penyakit asam urat.

“Di sana (Rutan) tak ada obat, jadi saya selalu bawakan obat. Kami ini tak punya uang, mintalah keringanan seringan-ringannya. Kami tak bisa bawa pengacara, selain adanya LBH (Pekanbaru) ini,” katanya sembari terisak.

Sekitar 10 bulan setelah penangkapan Syafrudin, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru melakukan diskusi lembar fakta, bertajuk “Petani Bukan Penjahat Lingkungan” di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau pada 17 Januari 2020.

Saat berlangsungnya diskusi, Noval Setiawan selaku Kuasa Hukum Syafrudin menjelaskan ada Amicus Curiae yang berfungsi mengawal kasus di pengadilan. Amicus Curiae ini berangkat dari pihak ketiga berupa warga sipil, yang ingin mendukung dan menuntut keadilan, termasuk terhadap kasus yang dialami Syafrudin.

“Jadi bisa melalui tulisan yang isinya argumen dan data berupa sanggahan dari JPU. Semua bisa melakukannya, secara personal maupun lembaga. Nantinya Amicus Curiae itu dikirim ke majelis hakim,” jelasnya Noval.

Anggota Walhi Riau, Ahlul Fadli menanggapi sebaiknya biaya yang dikeluarkan selama proses kasus Syafrudin digunakan untuk menindak korporasi yang terdakwa membakar lahan di Riau pada 2015, 2018, dan 2019. Ia juga menambahkan, semestinya penegak hukum mengetahui bagaimana masyarakat mengelola lahan dengan cara kearifan lokal.

“Jadi jangan langsung tangkap-tangkap saja. Pemerintah harusnya jangan membiarkan ketidakpahaman yang dimiliki orang-orang yang bekerja di pemerintahan dan masyarakat terkait kearifan lokal. Harusnya mengedukasi sehingga tak ada masyarakat kecil seperti petani menjadi korban,” terangnya.

Pada 28 Januari 2020, dilakukan sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Di dalam ruangan sempit itu, terdapat banyak wartawan, orang-orang terdekat Syafrudin, juga dari LBH Pekanbaru yang mendampingi kasus Syafrudin. Dalam sidang tersebut, JPU tetap teguh pada tuntutannya.

Setelah sidang berlangsung, Rian Sibarani selaku kuasa hukum Syafrudin berkata kuasa hukum mengajukan tanggapan pada tanggal 30 Januari 2020. Tambahnya, dalam sidang nantinya majelis hakim akan menanggapi pembelaan kuasa hukum dari LBH Pekanbaru terhadap kasus Syafrudin.

“Semoga nantinya majelis hakim memberikan keputusan dan melihat fakta dan kronologi yang akan ditentukan di putusan persidangan.,” singkatnya.

Putusan Sidang Petani Bukan Penjahat Lingkungan

Siang itu, Kantor LBH Pekanbaru terlihat orang-orang memakai baju hitam. Masing-masing dari mereka memegang selebaran bergambar Syafrudin dengan tulisan yang variatif. Dalam sebuah lebaran, ada yang bertuliskan “Petani Bukan Penjahat Lingkungan.” Mereka juga mengenakan caping yang lazim digunakan petani, bertuliskan “Teganya Sama Petani” yang menjadi tagar di situs petisi online Change.org.

Dari Kantor LBH Pekanbaru, di bawah terik matahari mereka long march ke Kantor Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dalam kegiatan itu, turut serta istri Syafrudin, Zetma Erna Wilis yang menggunakan caping juga memegang payung hitam bertuliskan “Aksi Kamisan Pekanbaru.”

Sesampainya di Kantor Pengadilan Negeri Pekanbaru, mereka menunggu sidang putusan Syafrudin di ruang tunggu sekitar 20 menit. Sampai pada Syafrudin tampak berjalan diiringi dua polisi di sisi kiri-kanannya. Ia mengenakan rompi oranye bertuliskan “Tahanan” dengan tangan diborgol, ia berjalan ke ruang sidang. Orang-orang berhimpitan di pintu ruang sidang, ingin masuk dan duduk menyaksikan sidang Syafrudin.

Pada 4 Februari 2020, setelah hampir setahun menjalani proses kasusnya, Syafrudin duduk menghadap majelis hakim yang diketuai Sorta Ria Neva guna mendengar hasil putusan persidangan terhadap dirinya.

Sorta Ria Neva membacakan riwayat Syafrudin, di antaranya lulusan SD, tak bisa lagi membaca, sudah mengelola lahan 20 x 20 meter itu sejak 1993 untuk menghidupi enam orang anak dan seorang istri. Sorta juga menjelaskan, lahan garapan Syafrudin itu bukan miliknya melainkan milik orang lain.

“Syafrudin hanya sebagai pekerja dan mengurus lahan itu,” terangnya.

Dalam bacaan hasil putusan sidang, Sorta menuturkan tuntutan JPU tak dapat dibuktikan. Pasalnya, sesuai dengan Pasal 69 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, poin tindak pidana jika kebakaran yang terjadi mencapai 2 hektar. Sedangkan Syafrudin tak sampai 2 hektar dalam mengelola lahannya. Sorta menegaskan, Syafrudin tidak membuka lahan melainkan mengelola lahan, dalam artian digunakan untuk kehidupan.

“Artinya ini dikelola setiap hari. Perbuatan terdakwa adalah bentuk kearifan lokal yang harus dipertahankan serta diperhatikan,” terangnya.

Sorta mengisahkan, Syafrudin bertujuan membersihkan belukar dengan cara menumpuk  belukar dan membakarnya dengan mancis. Lanjutnya, Syafrudin juga memasang sekat api, agar api tak menjalar.

Kemudian, Sorta melanjutkan bahwasanya bukti yang mengatakan Syafrudin melakukan tindakan pidana, lemah adanya. Karena JPU tak pernah membuktikan di persidangan hasil laboratorium dan tidak diperkuat keterangan ahli. Maka alat bukti, surat harus ditolak karena sesuai keterangan Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor  36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup dan Pasal 186.

“Bukti surat laboratorium harus diperkuat dengan ahli di persidangan, sedangkan ahli dan bukti sudah tak ditunjukkan di persidangan,” imbuhnya.

Atas hal itu, Sorta menyatakan kewenangan majelis hakim untuk memberi maaf dengan tidak menjatuhkan sanksi pidana atau tindakan apapun kepada Syafrudin. Harus dibebaskan seluruh dakwaan JPU.

“Karena terdakwa tak bersalah, maka harus dipulihkan haknya dalam kedudukan dan harkat serta martabatnya,” tutup Sorta dilanjutkan ketukan palu.

Di ruangan itu, sorak-sorai kebahagiaan menggema. Istri Syafrudin menangis terharu dengan seorang anak lelakinya. Syafrudin meninggalkan kursi sidangnya dan melepas rompi oranye bertuliskan “Tahanan” itu.

Di sisi lain, saat JPU menyampaikan akan menempuh upaya hukum berupa kasasi ke Mahkamah Agung, para pengunjung yang memenuhi ruang sidang serentak menyoraki Nuraini Lubis sebagai salah satu JPU.

“Woiii! Huuuu!” sorak pengunjung sembari mengarahkan pandangan ke JPU.

Andi Wijaya sebagai kuasa hukum dari LBH Pekanbaru, menyatakan selama proses kasus Syafrudin, JPU terkesan sangat memaksakan agar Syafrudin dinyatakan bersalah tanpa memandag nilai-nilai kemanusiaan. Ia juga berharap putusan bebasnya Syafrudin memberikan manfaat bagi masyarakat lain yang dimarjinalisasi.

“Tidak hanya Pak Syafrudin, tapi di banyak daerah yang tak terliput dan tak didampingi, masuk menjadi pelaku tindak pidana. Ini tak hanya di Riau,” tutupnya.

Reporter: Bagus Pribadi
Editor: Siti Nurlaila Lubis
Foto:Gagasan/BagusPribadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.