Asap dan Uji Coba Kepemimpinan Syamsuar

Penulis: Nurul Fadilah*

Gagasanonline.com – Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang terdiri dari pulau-pulau dengan potensi alam dan sumber daya manusianya yang baik. Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di pulau Sumatera yang dijuluki sebagai kota minyak, di bawah minyak di atas minyak. Itulah persepsi yang tepat ketika mendengar kata Riau. Riau terletak di bagian tengah tepian timur pulau Sumatera yaitu di sepanjang Pesisir Selat Malaka.

Luas wilayah Riau 87.023,66 km2, yang membentang dari Lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka. Riau memiliki iklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Riau memiliki 12 Kabupaten kota, 166 Kecamatan dan 1.846 Kelurahan/Desa.

Baca: Korupsi dan Cerminan Terhadap Iman

Jumlah penduduk Riau berdasarkan BPS sebesar 5.543.031 jiwa. Bahasa pengantar masyarakat Riau pada umumnya menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Riau saat ini merupakan salah satu terkaya di Indonesia dan sumber dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas alam, karet, kelapa sawit dan perkebunan serat. Dengan segala kekayaan minyak yang ada, Riau mampu menjadi pemasok minyak alam terkaya di Indonesia.

74 tahun sudah Indonesia merdeka dengan berbagai polemik dan tantangan yang dihadapinya serta kepemimpinan yang berganti-ganti. Riau telah dipimpin oleh 13 gubernur. Syamsuar merupakan gubernur yang menjabat saat ini, dilantik sejak 20 Februari 2019. Syamsuar pernah menjabat sebagai Bupati Siak dua periode yakni pada tahun 2011-2016 dan 2016-2019, serta Wakil Bupati Siak periode 2001-2006. Setelah resmi dilantik menjadi Gubernur Riau Syamsuar dan Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution  akan menjalankan program kerja 100 harinya, di antaranya sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) ke daerah.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Riau rentan terhadap Karhutla disebabkan oleh korporasi yang tidak bertanggung jawab, membuat masyarakat terkena imbas berupa kabut asap. Korporasi membuka lahan dengan cara penebangan hutan lalu membakanya, penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya 33% pada 2005. Rata-rata 160.000 hektare hutan habis ditebang setiap tahun dengan meninggalkan 22% atau 2,45 juta hektare pada tahun 2009.

Deforestasi adalah kegiatan pembukaan lahan dengan cara ditebang atau dibakar, tujuannya untuk perkebunan kebun kelapa sawit dan produksi kertas, yang telah menyebabkan kabut asap yang sangat menggangu di Riau selama bertahun-tahun dan bahkan menjalar ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sementara itu, angka Karhutla berpotensi meningkat mengingat kabut asap semakin pekat. BMKG mendeteksi 1.278 titik panas mengindikasikan Karhutla. Ribuan titik panas ini menjadi rekor terbaru selama 2019.

Beberapa waktu lalu, kabut asap yang semakin hari kian bertambah membuat seluruh Instansi Pemerintahan dan segala aktivitas di Riau lumpuh total. Tak hanya itu, kualitas Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dari Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menunjukkan udara Pekanbaru sudah tidak sehat. Sejak Agustus hingga September 2019, kabut asap masih terus terjadi dan semakin tak terkendali sehingga membuat korban Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) kian bertambah pula. Dinas Kesehatan kota Pekanbaru mencatat selama Agustus 2019, penderita ISPA yang berobat ke puskesmas mencapai 5.357 kasus. Namun, sangat disayangkan, saat kabut asap menyerang Riau, Gubernur Riau pergi bertandang ke negara tetangga Thailand. Hal ini membuat seluruh aktivis mahasiswa marah dan kecewa terhadap Gubernur Riau yang dinilai tidak bertanggung jawab sebagai pemimpin Riau.

Rakyatku Sayang, Rakyatku Malang. Itulah kata yang tepat melihat kondisi masyarakat Riau saat ini. Pemimpin yang dulu dipercaya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan Riau khususnya kabut asap, membuat masyarakat kecewa. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintahan dalam melawan kabut asap yang kian pekat dan membuat udara di Riau khususnya Pekanbaru sudah memasuki status berbahaya. Namun, masyarakat dan aktivis menganggap pemerintahan lamban dalam menangani kabut asap, sehingga kasus ini terus terjadi setiap tahun dan kabut asap betah berada di Riau. Berdasarkan data yang disampaikan Gubernur Riau pada saat bertemu dengan Aliansi Mahasiswa UIN  Suska, (16/09). Ia mengungkapkan bahwa pemerintahan dan Kapolda telah bekerja sesuai SOP yang ada, sudah ada 49 Tersangka dan 1 Korporsi yang ditangkap dan ditahan. Kini pemerintah terus berusaha dalam melawan kabut asap dan Gubri meminta bantuan doa kepada seluruh masyarakat serta masa aksi di Riau agar hujan turun dan membuat kabut asap cepat hilang dari Bumi Lancang Kuning ini.

Baca: Tolak Militeristis juga Tandingan Budaya Patriarki dalam Politik Emak-Emak

Kepemimpinan Syamsuar baru berjalan setengah tahun. Namun, sikap yang ditunjukkan Syamsuar saat menemui Masa Aksi pada (16/09) yang disebut sebagai Aliansi Mahasiswa UIN Suska menunjukkan bahwa Gubernur Riau memiliki kisi kepemimpinan bergaya tim, sikap Gubernur Riau yang mampu mengendalikan dirinya meskipun dalam keadaan jengkel dikarenakan masa aksi membuat teatrikal pocong yang d tempelkan foto Gubernur Riau lalu menyolatkannya bersama-sama di depan gedung Gubernur Riau tersebut.

Syamsuar juga memiliki control emosi yang baik meskipun mungkin Syamsuar dalam keadaan tertekan namun ia tetap tersenyum saat menemui masa aksi, di mana ia dituntut harus bertindak cepat dan sigap dalam menangani kabut asap dan apabila ia tidak mampu melakukannya maka Gubri harus mencopot jabatannya sesuai dengan tuntutan masa aksi. Namun, dalam keadaan seperti itu dia tetap menunjukkan kebutuhan akan saling mempercayai, saling menghargai dan juga respek terhadap masa aksi yang sudah lama menunggu kedatangannya.

Pemimpin dengan kisi kepemimpinan seperti itulah yang ditunggu oleh masyarakat Riau dan Syamsuar harus tetap mempertahankan gaya kepemimpinannya agar Ia mampu menjabat sebagai Gubernur Riau selama waktu yang telah di tentukan dan tidak gagal dalam kepemimpinannya tersebut.

Karena ada tujuh alasan pokok kegagalan seorang Pemimpin, di antaranya tidak sensitif, tidak peduli, suka melakukan intimidasi, dan omong besar, dingin, menjaga jarak dan arogan, mengkhianati kepercayaan pribadi, terlalu ambisius, egoistik, bermain politik, mementingkan diri sendiri, mempunyai masalah kinerja dengan dunia bisnis, tidak mampu mendelegasikan dan membangun tim kerja, tidak mampu memilih bawahan yang tepat. Hal-hal inilah yang harus dijauhkan dari diri seorang pemimpin jika tidak ingin kepemimpinannya dianggap gagal oleh masyarakat.

Seluruh masyarakat dan korporasi yang ada di Riau harus mampu bekerja sama dengan pemerintah untuk tidak membuka lahan dengan membakar hutan agar masalah ini tidak berlarut-larut serta dapat mengubah statement yang ada menjadi rakyatku senang, rakyatku menang. Mari kita berdoa bersama-sama agar Gubernur Riau mampu mengatasi masalah kabut asap dengan cepat dan seluruh aktivitas masyarakat kembali berjalan dengan normal.

*Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Syarif Kasim Riau

Editor: Winda Oktavia
Foto: Internet

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.