Penulis: Siti Nurlaila Lubis
Gagasanonline.com – Jumat malam, (18/10/2019) sekitar pukul 19.00 WIB suasana Trans Studio Mini di Transmart Pekanbaru tidak ramai seperti biasanya. Namun sekitar pukul 20.00 WIB ke atas, pengunjung sudah mulai berdatangan. Dari kanan eskalator, tepatnya pintu masuk, beberapa anak-anak kecil bersama orangtuanya nampak menikmati permainan yang disediakan.
Tidak jauh dari posisi pembelian kartu, Siti Amisa, ibu paruh baya yang datang jauh dari Sungai Pinang membawa enam orang anak yatim piatu, terlihat asik bermain di depan box capit boneka. Menurutnya tempat bermain seperti Trans Studio Mini lebih nyaman dan tidak begitu menakutkan serta aman untuk anak-anak.
“Kalau pasar malam terlalu ramai buat anak-anak, takut nanti anak hilang, terlalu bebas, tidak bisa kita pandang gini. Kalau di sini lebih terkontrol karena ruangan,” ungkapnya.
Baca: Menikmati Wisata Alam Danau Berwarna di Kawah Putih
Ririn, ibu dua orang anak ini juga menambahkan jika ia lebih memilih mengajak anak bermain di Trans Studio karena dekat dengan ruang salat. Ia mengatakan jika jarang ditemui di mal besar yang taman bermainnya dekat dengan ruang salat.
“Semua mal pasti punya tempat bermainnya, tapi jaraknya jauh dari ruang salat,” ujarnya
Namun menurut Zaki, pengunjung yang datang dari Bekasi mengatakan jika dibandingkan dengan pasar malam jelas jauh bedanya. Baginya, pasar malam termasuk hiburan rakyat yang mudah terjangkau, semua kalangan bisa saja datang. Kalau tempat bermain di mal besar untuk masyarakat menengah ke atas.
“Kurangnya, di sini tempatnya tidak pindah-pindah, kalau pasar malam kadang dua minggu sekali pindah,” katanya.
Daerah Jalan Kartama, Pekanbaru sudah sebulan membuka pasar malam. Suasananya tak begitu ramai karena saat itu tidak malam minggu. Sepuluh permainan berdiri dengan kokoh, tiap tiang permainan dihiasi lampu warna-warni guna memperindah bentuk dari permainan tersebut. Sesekali lampu dibuat berkedip-kedip. Sisi kiri pintu masuk, pengunjung yang sedang bermain kora-kora berteriak histeris ketika kapal diayunkan dengan kencang.
Saat itu pedagang yang berjualan bisa dihitung dengan jari. Ada penjual kacang rebus, penjual gulali dan popcorn, penjual bakso bakar, penjual minuman dingin, dan serba-serbi makanan lainnya. Menurut Prayitno, pedagang telur dadar mini, sepinya pengunjung biasanya dari Senin sampai Jumat, sedangkan Sabtu dan Minggu ramai.
”Pasar malam di sini sudah hampir sebulan, selain di sini daerah pasir putih juga sering ada pasar malam,” ucapnya.
Baca: Matinya Otonomi Kampus UIN Suska Riau
Prayitno mulai berjualan setelah Isya, rata-rata dalam semalam dagangannya habis sekitar tiga papan telur. Ia menyarankan jika sudah sebulan pasar malam dibuka harus ada penyegaran lagi karena masyarakat suka bosan.
”Saya berjualan di sini karena dekat rumah, makanya berdua dengan istri. Kalau biasanya sendiri,” ungkapnya.
Tak beberapa jarak dari posisi tempat berjualan Prayitno, terlihat Saiful Mahendra bersama salah seorang temannya yang baru berkunjung ke pasar malam. Menurutnya lokasi pasar malam sangat strategis letaknya, namun pengunjungnya saja yang kurang ramai. Jika dibandingkan dengan taman bermain di pasar moderen, sangat jauh bedanya.
“Kalau bareng teman-teman lebih asyik di pasar malam sih, saya pribadi suka di luar ruangan,” pungkasnya.
Reporter: Siti Nurlaila Lubis
Editor: Bagus Pribadi
Foto: Siti Nurlaila Lubis