Mimpi Anna

Penulis: Teguh Arif Ramadhan

Gagasanonline.com– Ketika pertama kali Anna buka mata, ia merasa ada yang aneh, ada sesuatu yang berbeda dan tak pernah ia rasakan sebelumnya. Dunia begitu gelap dan dingin. Semua berubah menjadi es, begitupun kamarnya berubah menjadi musim salju. Anna menampar pipinya, berulang kali ia cubit daging-daging di pahanya dan benar sakit yang ia rasakan. Ini bukan mimpi, ini nyata! Ini seperti musim santa claus berkeliling membagi-bagikan hadiah untuk anak kecil. 

Namun gelap dan tidak ada kebahagiaan yang muncul, hanya ada ketakutan dan keresahan yang ia rasakan. Anna tidak lagi berada di rumah bibinya, ia sedang di dunia lain, baunya seperti dongeng Cinderella dan Putri Tidur yang rela dicium bibirnya oleh lelaki kaya. Kini isi kepala bergejolak, bertanya-tanya, memburu jawaban namun semua tembakannya meleset, tidak menemukan apa-apa. 

Anna bangun dari tidur dan berjalan kearah jendela. Ia melihat keluar dan semakin terkejut. Ia melihat sepasang raksasa dan anaknya sedang berjalan-jalan. Sekelilingnya ada kurcaci-kurcaci, peri-peri,  dan hewan-hewan ajaib berlarian. Semuanya menyembunyikan diri, tidak ingin terlihat oleh keluarga raksasa itu. Dunia yang dingin dan gelap ini telah dikuasai keluarga raksasa yang menjamah apa pun di hadapannya. Inilah penyebab dunia menjadi ketakutan dan cahaya matahari tertutupi kepala besarnya.

***

Senja datang, raksasa kembali ke hutan yang gelap, aura seram muncul dari sana, pohon-pohon tidak bergerak namun seperti bergumam ketika raksasa berjalan melewatinya. Senja di sini langitnya tidak merah dan tenang, namun saat langitnya membiru, matahari yang tenggelam semakin terperosot dan tak nampak sinarnya.

Lampu-lampu dinyalakan, ayam-ayam masuk ke kandangnya, bebek-bebek berbaris tanpa empunya, aroma masakan mulai menggoda hidung-hidung yang lelah menahan napas berjam-jam saat kemunculan raksasa. Perut Anna bergetar, cacing-cacing perut mulai bernyanyi, Anna memegang perutnya sambil berjalan pelan-pelan keluar, mengikuti bau yang membangunkan cacing di perutnya. 

Anna mengendap-endap ke rumah yang entah siapa pemiliknya, mungkin perempuan tua, lelaki tampan, tukang kayu atau hanya gadis kecil yang ditinggal mati kedua orang tuanya. Anna berjalan dengan menahan napas, menahan bunyi langkah kakinya, sampai ia pada sebuah ruangan yang penuh dengan besi, pedang, tombak, dan tempat peleburan besi. Di dindingnya terpajang kepala rusa dan kulit macan. Anna mulai ketakutan dan merasa salah telah memasuki rumah itu. Tiba-tiba lewat bayangan hitam, dan terdengar suara anak kecil, suara perempuan.

“Ayah, ayok kita makan dan minum cokelat panas,”

“Iya, tolong buatkan ayah satu,”

Terdengar langkah kaki yang mendekatinya, Anna bersembunyi di bawah meja, ia melihat sepasang kaki yang begitu mungil dan putih, seputih salju. Anna sedikit senang kalau ia telah melihat kaki putri salju, namun ia juga takut kalau yang ia lihat adalah kaki penyihir kecil yang jahat, seperti yang sering di dongengkan oleh bibinya sebelum tidur.

Ia bisa saja disihir menjadi kodok atau burung yang jelek. Itu akan menjengkelkan sekali. Beberapa helaian napas selanjutnya, si kaki mungil pergi dari ruangan itu, Anna bergegas keluar dari bawah meja yang sempit, ia buru-buru mencari makanan dan mendapatkan sepotong roti dan selai madu, bau yang ia cari tidak ia temukan, mungkin itu adalah bau dari cokelat panas yang dibicarakan si kaki mungil tadi. Anna membuka pintu tempat ia masuk tadi dan pergi dengan roti yang semoga bisa membuat cacing perutnya diam.

***

Setelah memakan roti dengan selai madu, Anna merasa tenang, ketakutannya hilang, ia mulai berjalan-jalan, mencari-cari sesuatu namun ia sendiri tidak tahu apa yang ia cari. Sekarang ia hanya ingin menikmati dinginnya salju, gelapnya malam, berisiknya pepohonan, dan riuhnya hewan-hewan malam.

Di tengah suara angin, Anna mendengar suara nyanyian, tapi ia ragu, nyanyian tersebut seperti tangisan, namun terdengar memiliki irama dan tangga nada. Anna mengikuti dari mana suara itu berasal, dengan saksama ia berjalan, menaruh segala kekuatan pada telinganya, sampailah ia di perbukitan yang tidak ditumbuhi pepohonan, yang ada hanya ilalang dan batu-batu besar.

Di atas batu yang cukup besar, sedang duduk perempuan memakai sepatu bot dan pakaian koboy, dengan pistol terpasang rapi di pinggangnya, namun ia tidak menunggang kuda melainkan ia duduk bersama seekor kera yang memakai gaun. Anna memandangi keduanya, monyet dan perempuan koboy tampak saling berbicara, si monyet bercerita kalau ia di tinggal pergi oleh suaminya yang seorang pelaut, dan si perempuan koboy mengaku sedih karena menyesal telah memanggang dan memakan kudanya sendiri karena tak bisa menahan lapar di suatu perjalanan yang menguras tenaga.

Si monyet dan perempuan koboy terlihat murung satu sama lain, mereka merangkul layaknya sahabat sehidup semati, perempuan koboy menangis sekeras-kerasnya dan si monyet menyanyikan lagu yang paling sedih semerdu-merdunya. Keduanya tampak meratapi nasibnya. 

Ketika Anna terlihat asik melihat sebuah drama kehidupan yang mengundang air mata itu, ia merasakan ada seseorang yang mengawasinya juga, ia merasakan darahnya mulai naik, bulunya tegak dan tubuhnya tiba-tiba saja merinding.

Ketika Anna melihat ke belakang, ia melihat tiga manusia berbadan kuda, sentak Anna berteriak dan berlari ke dalam hutan, menghindari pohon-pohon dan akar-akar yang besar, namun Anna terjatuh sebab hutan begitu gelap, kepalanya membentur akar pohon dan pingsan. Kemudian manusia kuda menangkapnya.

Kini Anna digantung di pohon, kakinya di atas dan kepalanya di bawah, manusia-manusia kuda berlari memutari Anna, sambil minum arak, tertawa, bernyanyi dan mengucapkan syukur dengan begitu semangat. Seolah-olah mendapat tangkapan ikan besar, manusia kuda mengadakan pesta besar-besaran.

Konon pesta ini adalah pesta yang disajikan untuk raksasa yang diadakan setiap satu tahun sekali, di mana raksasa akan memakan satu perempuan yang keluar di malam hari. Di tengah-tengah keributan, Anna terbangun, kepalanya pusing, dan pandangannya memudar. Pelan-pelan ia mengingat apa yang terjadi, kepalanya semakin sakit. Ia melihat banyak sekali makhluk jelek, dengan mata besar, tangan berduri, kepala bertanduk, gigi bertaring, memiliki ekor, dan semua adalah hewan yang mirip manusia, membuat Anna semakin bergidik.

Di sana ia melihat penampakan babi berwajah temannya, kera besar berwajah ayahnya dan keledai-keledai dengan wajah mirip guru-gurunya di sekolah, Anna merasa bingung, kenapa semua orang yang ia benci tiba-tiba berada di dunia aneh bersamanya. Semua orang yang menyakitinya, teman, ayah dan guru-gurunya.

Di tengah kebingungan, tiba-tiba ada burung yang menghampirinya, mengetuk-ngetuk jidatnya. Burung itu sedang membawa jamur di paruhnya, seolah-olah ingin menyuapinya, burung tersebut memaksa Anna membuka mulut dan memasukkan jamur tersebut. Burung tersebut menyuapi Anna seperti anak sendiri. Anna mengunyahnya secara terpaksa, walau lama-kelamaan dikunyah, jamur tersebut menjadi manis dan menimbulkan aroma yang nikmat. Setelah menelannya, Anna pingsan kembali, pesta meredup, suara-suara hilang, tersisa keheningan dan kegelapan.

***

“Anna! Anna !”

Anna terbangun, cuaca sangat panas, matanya silau terkena cahaya matahari. Ayam-ayam berkokok, suara bising dari dapur, Anna membuka mata dengan tersenyum. Ia berjalan kearah jendela, yang ada hanya sepasang suami istri yang gemuk dan anaknya, orang-orang yang sedang bekerja dan berjualan buah dan sayuran. Anak-anak kecil kejar-kejaran.

“Ah cuma mimpi,”

Anna berjalan ke dapur untuk menemui bibinya yang sedang membuat cokelat panas, dan di meja sudah tersedia roti dan selai madu.

“Bibi ke mana saja? Aku rindu,”

“Bibi di sini saja, kepalamu kenapa? Kau terjatuh lagi?”

Editor: Siti Nurlaila Lubis
Foto: Khalisa Hanifah

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.