Keutamaan Puasa Syawal

Penulis: Hendrik Khoirul

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

 

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).

عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ. مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idulfitri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisal.” (HR. Ibnu Majah no. 1715. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Puasa syawal merupakan puasa dilakukan di bulan Syawal selama enam hari setelah berpuasa di bulan Ramadan, dengan imbalan pahala seperti berpuasa selama setahun penuh. Adapun hukum puasa Syawal, sebagaimana yang disebutkan Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni: “Puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya mustahab menurut mayoritas para ulama” (Al-Mughni, 3/176). Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam bukunya yang berjudul al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, bahwa: “Para sahabat beliau telah bersepakat tentang kesunahan puasa enam hari pada bulan Syawal. Berdasarkan hadis di atas, mereka berpendapat bahwasanya sunah mustahabbah untuk melakukannya secara berurutan pada awal-awal bulan Syawal, tetapi ketika seseorang memisahkannya atau menundanya sampai akhir bulan Syawal, ini juga diperbolehkan. Karena masih termasuk makna umum dari hadis tersebut. Dan kami bersepakat atas masalah ini dan ini juga menurut Imam Ahmad dan Abu Dawud.”

Artinya, tata pelaksanaan puasa Syawal menurut Imam An-Nawawi tidak harus berurutan, meskipun diutamakan tetapi boleh terputus-putus, dan alangkah baiknya pada minggu pertama bulan Syawal, yakni pada hari ke 2-7 Syawal. Tetapi sekalipun di luar ketentuan tersebut dan tidak berurutan tetap mendapat keutamaan puasa Syawal, yaitu seakan puasa setahun penuh.

Menilik dari pendapat Syekh Ibrahim Al-Baijuri: “Puasa Syawal tetap dianjurkan meskipun seseorang tidak berpuasa Ramadan dan seseorang tersebut mendapat keutamaan sunah puasa Syawal dengan cara melakukan puasa qadha atau puasa nadzar (di bulan Syawal).” Dapat disimpulkan bahwa orang yang mengganti puasa atau menunaikan nazar puasanya di bulan Syawal tetap mendapat keutamaan puasa Syawal.

Lalu bagaimana hukumnya jika kita ingin mengganti puasa Ramadan sekaligus berpuasa Syawal? Dalam buku Syarh Nadhom Qowaid Fiqhiyyah, al-Mawahib as-Saniyah, Imam Abdullah bin Sulaiman menyebutkan bahwa kita boleh melaksanakan dua amalan sekaligus dalam satu niat. Misalnya niat puasa qadha, tetapi sekaligus dapat pahala puasa Syawal, maka kita tidak perlu menunggu puasa qadha terlebih dahulu untuk melaksanakan puasa sunah Syawal, atau sebaliknya, karena amalan-amalan yang sunah sudah tercakup dalam amalan yang fardu.

Selain berpahala layaknya berpuasa setahun penuh, puasa Syawal juga menjadi penanda, jika kita terbiasa puasa selepas puasa Ramadan adalah tanda diterimanya amalan puasa Ramadan. Karena ketika Allah menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberikan ia taufik untuk melakukan amalan shalih selanjutnya. Sebagaimana perkataan sebagian salaf:

ثواب الحسنة الحسنة بعدها

“Balasan dari kebaikan adalah (diberi taufik untuk melakukan) kebaikan selanjutnya.”

Sumber: muslim.or.id dan beritagar.id
Foto: Internet
Editor: Syahidah Azizah Sipayung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.