Kesetaraan Gender di Tengah Revolusi

Judul Buku      : Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan
Penulis            : Ihsan Abdul Quddus
Penerjemah     : Syahid Widi Nugroho
Penerbit           : Pustaka Alvabet
Cetakan           : I, April 2012
Tebal               : 226 halaman

Oleh: Delfi Ana Harahap

Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan adalah buku yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang selalu mengedepankan pemikiran logika dibandingkan perasaan dan sisi perempuannya, ia tidak membiarkan kegagalan menerpa dirinya, bahkan sekalipun. Ambisinya yang besar  selalu berhasil menghantarkannya ke kancah perpolitikan dalam parlemen maupun pelbagai organisasi pergerakan perempuan yang menempatkan dirinya dalam lingkar elit kekuasaan. Latar belakang keberhasilan perpolitikan yang masih konservatif menjadikannya sebuah fenomena baru dalam kesadaran gender. Kehampaan demi kehampaan mulai menyelimuti kehidupan pribadinya yang tidak sejalan dengan keberhasilannya dalam dunia perpolitikan. Sehingga membuat jiwanya seakan tercerabut karena kegagalan demi kegagalan mendera, mulai dari kegagalan berumah tangga sebanyak dua kali. Bahkan anak kandungnya lebih akrab dengan sang nenek dan ibu tiri.

Suad memulai pergerakan politiknya sejak berumur 15 tahun dengan menjadi penggerak siswi-siswi SMA-nya dalam demonstrasi gerakan nasionalisme Mesir. Dan mengambil Jurusan Hukum ketika memasuki dunia perkuliahan. Kiprah organisasinya pun semakin berkembang dan memiliki banyak relasi perpolitikan.

Sesaat setelah kelulusannya, Suad memutuskan menikah dengan Abdul Hamid. Bidik rumah tangganya tidak berjalan dengan mulus, ke egoisan demi ke egoisan Suad sangat terlihat. Ia ingin menjadi penguasa dan kendali atas suaminya serta tidak memiliki waktu luang untuk suaminya karena lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah mengurusi dunia politik. Suad merasa tidak ada kecocokan terhadap suaminya. Ia menganggap suaminya malas dan cepat berpuas diri berbeda dengan dirinya yang mempunyai ambisi sangat besar. Ketika hamil, Suad tetap tenggelam dalam dunia perpolitikan hingga dia melahirkan bayi perempuan dengan sedikit rasa kecewa. Lagi-lagi Suad sangat egois akan dirinya dengan melimpahkan beban mengasuh anaknya pada Ibunya. Seiring berjalannya waktu Suad memutuskan bercerai dengan Abdul Hamid dan kembali tinggal bersama kedua orang tuanya. Suad enggan dipanggil ibu oleh Faizah anaknya, ia hanya ingin Faizah memanggilnya Suad dan mengangap anaknya sebagai adik.

Status janda yang melekat pada Suad menimbulkan aneka pemberitaan miring  yang membuatnya tidak nyaman bersepak terjang dalam dunia politik maupun sebagai dosen. Suad mengakalinya dengan menghindari hubungan spesial dengan seseorang atau kelompok secara khusus. Namun dorongan emosional dan hasrat kewanitaannya tidak bisa dibendung. Ia menjalin kedekatan dengan pria bernama Adil dan sempat melakukan hubungan terlarang. Tetapi logika Suad menolak untuk menikah dengan pria itu, karena idealisme politik mereka yang berbeda yang menurut Suad tidak akan menguntungkan baginya. Hingga ia menghindari semua aktivitas dan kegiatan perpolitikan yang membuatnya bertemu dengan Adil.

Untuk menjaga dirinya dari bencana kesendirian, Suad memutuskan menikah dengan Dokter Kamal yang dianggapnya bukan seorang pemalas seperti Abdul Hamid yang suka menghambur-hamburkan waktu luang. Ia menganggap Kamal memiliki hasrat ambisi dan kepribadian yang sama dengan dirinya. Tapi kembali keegoisan Suad yang ingin mendominasi dan memegang kendali akan suami membuat Kamal mulai tidak nyaman. Ia pun melakukan perlawan atas sikap istrinya dengan balik bersikap ingin mendominasi. Ini membuat keributan antara keduanya makin sering terjadi ditambah jarangnya waktu luang di antara keduanya. Kamal pun memutuskan untuk menceraikan Suad.

Hingga di umurnya yang telah mencapai 55 tahun, Suad berusaha lari dari kehidupan pribadinya dan berusaha membunuh sisi kewanitaanya dengan melakukan hal apa saja yang membuatnya lupa bahwa ia perempuan. Ia pun tetap berada dalam lingkar kepemimpinan di dalam organisasi serta mengejar ambisi dan karier dengan ditemani Rifat Abbasy sekertarisnya.

Novel terjemahan Arab ini diterjemahkan dengan bahasa yang mudah dipahami dan tidak berbelit-belit seperti bukan membaca novel terjemahan. Kisahnya tentang pergumulan karir, ambisi, cinta serta tuntutan kesetaran gender pada diri seorang perempuan, menjadikan novel ini sangat menginspirasi.

Penulis menggambarkan tokoh Suad adalah wanita yang sangat egois, yang selalu ingin mendominasi dan memegang kendali akan suaminya dan terkesan angkat tangan dalam mengurusi anaknya dengan melimpahkan Faizah pada neneknya. Ketika Faizah lebih dekat dengan ibu tirinya kembali keegoisan Suad sangat mendominasi dengan melarang anaknya sering berkunjung ke rumah tirinya. Padahal kesalahan Suad sendiri jarang memberikan waktu luang pada Faizah sehingga ia buta akan perkembangan anaknya. Keegoisan Suad banyak menggugah kekesalan saya dan di bagian pertengahan novel terkesan membosankan karena hanya membahas kiprahnya di dunia perpolitikan.

Pentingnya waktu luang dalam berumah tangga, komunikasi, perhatian, berfikir dengan melibatkan perasaan dan kerelaan perempuan untuk meredam ambisi dan perasaan egois adalah beberapa pesan yang dapat ditangkap dalam novel ini.

 

Editor: Bagus Pribadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.