[Opini] “Lampu Kuning” Akreditasi Jurusan di Kampus Madani

Gagasanonline.com– UIN Suska Riau baru saja memenangkan nominasi penghargaan Universitas Islam Negeri dengan persentase kenaikan jumlah pendaftar tertinggi dari jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN) tahun 2018. Peningkatan tersebut berada pada angka 103,97% dari tahun sebelumnya. Angka yang cukup signifikan jika melihat dari semakin tingginya animo pelajar untuk menjadi mahasiswa UIN Suska Riau, khususnya pada bidang keagamaan.

Tahun 2018, UIN Suska Riau menerima 5.500 mahasiswa baru (maba) yang berasal dari berbagai jalur pendaftaran. Namun persentase kuota mahasiswa dari jalur UM-PTKIN ini kecil jika berbanding dengan jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang berada di angka 40% dari total penerimaan maba.

Penghargaan tersebut tentu cukup membanggakan Kampus Madani UIN Suska Riau. Setidaknya menjadi obat pilu di saat kecamuk akreditasi tiga jurusan yang belum jelas juntrungannya. Jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI) dan Jurusan Ilmu Komunikasi (Ilkom) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, serta Jurusan Hukum Keluarga di Fakultas Syariah dan Hukum yang saat ini berstatus akreditasi kadaluarsa. Ini berdasarkan laman Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Akibatnya, keresahan tidak hanya dirasakan pihak jurusan, tapi juga mahasiswa yang nasibnya di ujung tanduk. Dari masalah tidak bisa daftar munakasah, validasi, hingga yang mengeluh lantaran terpaksa membayar uang kuliah lagi walaupun sudah selesai ujian skripsi.

Status kadaluarsa akreditasi sebuah jurusan sama saja tidak memiliki akreditasi atau eksistensinya tidak diakui. Jika pihak jurusan mengurus akreditasi ini enam bulan sebelum kadaluarsanya akreditasi, Jurusan Ilkom, BKI, dan Hukum Keluarga sebenarnya bisa menikmati hasil pengajuan akreditasi. Terhitung untuk Jurusan Ilkom, berdasarkan daftar akreditasi yang dirilis situs BAN-PT, pada 21 September 2018 telah kadaluarsa dan baru melakukan pengajuan akreditasi di hari tanggal kadaluarsanya tersebut. Buruknya lagi, Jurusan BKI yang kadaluarsa di tanggal yang sama dengan Jurusan Ilkom, baru melakukan pengajuan ulang di tanggal 10 Oktober 2018.

Mengacu pada pasal 28 Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Nomor 100 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta bahwa perguruan tinggi yang tidak mengajukan akreditasi atau berstatus kadaluarsa, perguruan tinggi tersebut memiliki konsekuensi di antaranya, pada poin pertama tidak dapat menyelenggarakan proses belajar mengajar, poin kedua tidak diperbolehkan menerima mahasiswa baru dan poin terakahir tidak diperbolehkan meluluskan mahasiswa ataupun melaksanakan wisuda.

Pada pemberitaan di laman uin-suska.ac.id, Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr Akhmad Mujahidin menyebutkan akreditasi A UIN Suska Riau harga mati. Ia mencanangkan dalam waktu empat bulan, 38 jurusan di UIN Suska Riau telah terakreditasi A. Alih-alih, sejumlah jurusan malah bermasalah terkait akreditasi.

Pernyataan Rektor yang menyebut dalam jangka empat bulan 38 jurusan di UIN Suska Riau ditargetkan terakreditasi A, tentu saja diucapkan dengan gegabah tanpa melihat kondisi di lapangan. Tiga jurusan di atas saja terlihat ngos-ngosan menyelesaikan persoalan akreditasi ini. Celakanya, efek tidak jelasnya akreditasi ini justru berdampak kepada mahasiswa semester 14. Mau tidak mau mereka harus menyelasaikan kuliahnya di paruh semester 2018.

Setidaknya, ada 43 mahasiswa Ilkom yang kini di semester 14. Mereka umumnya saat ini dalam proses pengerjaan skripsi tahap akhir dan sebagian menunggu jadwal ujian skripsi. Jika akreditasi tersebut belum keluar hingga pengujung semester ini, tentunya 43 mahasiswa tersebut di-drop out dari kampus karena telah habis masa jatah kuliah yang diberikan kampus.

Pihak kampus telah melakukan berbagai upaya supaya BAN-PT cepat menyurati hasil akreditasi. Untuk itu, pihak BAN-PT mestinya juga merespon permohonan yang diajukan UIN Suska Riau terkait permohonan percepatan visitasi untuk jurusan-jurusan bermasaah tersebut. Lucu saja jika mahasiswa dikeluarkan dari kampus lantaran akreditasi jurusan kadaluarsa. Masalah ini tentu saja akibat dari keteledoran pimpinan kampus sebelum rezim Rektor saat ini. Dan tentu saja yang paling bertanggung jawab atas masalah ini adalah pihak jurusan karena pihak jurusanlah yang mengurus segala ihwal terkait akreditasi ini.

Memang tidak bisa dipungkiri kuantitas itu penting. Tetapi kualitas juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Antara kuantitas dan kualitas itu harus seimbang. Jika kuantitas untuk meraih akreditasi A tersebut dipersiapkan secara matang dan tidak merugikan mahasiswa, kualitas itu akan berjalan berdampingan dengan sendirinya. Belajar dari kasus ini, ke depannya pihak jurusan hendaknya jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama.

Penulis: Adrial Ridwan
Editor: Aqib Sofwandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.