[SIKAP] Wisuda Khidmat Karena Kampus Memperlakukan Tamu Dengan Hormat

p { margin-bottom: 0.1in; line-height: 120%; }


Beberapa waktu lalu,
UIN Suska Riau baru saja melepas para mahasiswanya yang telah
berhasil meraih sarjana. Hajatan 4 kali setahun ini dijadikan momen
membanggakan bagi kebanyakan mahasiswa untuk orang tua, keluarga
besar, atau kerabat dekat. Beberapa diantara mereka memboyong para
keluarganya untuk menyaksikan kebahagiaan ini. Adalah suatu kebanggan
saat memakai Toga dan menyandang gelar sarjana.
Selain kebanggan,
khidmat merupakan kata lain yang identik dengan wisuda sebagai
kegiatan seremonial. Momen terhormat perlu dilakukan dengan cara
terhormat dan diikuti dengan cara yang khidmat. Ada kabar bahwa
wisuda yang dilaksanakan kampus islami madani dikritik beberapa orang
tua wisudawan karena kekurangan pihak kampus dalam menciptakan
suasana yang khidmat saat wisuda. Alasannya, karena suasana rasa
nyaman dan fasilitas yang kurang dapat melayani mereka. Itu bukan
barang baru, dan bukan barang bekas. Akan tetap baru jika mekanisme
menggelar wisuda tak kunjung berubah.
Para keluarga yang tak tertampung pun ikut mengeluh. Mereka yang bangga melihat kerabatnya meraih sarjana ingin sekali rasanya menyaksikan. Datang dari tempat yang jauh. Di tengah ketidaknyamanan tempat, parkir kendaraan yang menyeripit, mereka hanya dapat ‘menghayal’, membayangkan sang rektor memindahkan tali toga diatas kepala kerabatnya. Kalau beruntung paling cuma dapat mengintip di tempat ‘sempit’.

Banyak kritikan yang
dilempar banyak orang yang pernah terdengar atau terbaca. Namun,
penulis tidak membahas semuanya karena perlu diskusi panjang tentang
kritikan-kritikan itu. Beberapa titik yang tampak saja, salah satunya
kemampuan gedung dan fasilitas Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa. Daya
tampung yang perlu ditambah dan fasilitas pendingin ruangan yang
tidak memadai.

PKM perlu perbaikan dan penambahan daya tampung karena
gedung ini bukan saja sebagai tempat wisuda, tetapi juga sering
digunakan sebagai tempat acara-acara dengan jumlah peserta yang
banyak. Tentu saja, diimbangi dengan jumlah toilet, lokasi parkir
dan pendingin ruangan untuk suhu dari kepadatan.

Selain itu,
manajemen dalam penanganan pedagang yang menyulap kampus menjadi
pasar kaget. Mungkin pihak security sebagai penanggung jawab keamanan
dan ketertiban mengaku telah bekerja sekeras mungkin untuk
menciptakan suasan aman dan tertib. Para pedagang juga mempunyai
pendapat lain tentang keberadaannya saat momen wisuda. Tetapi yang
perlu dievaluasi bukan tentang keberadaan pedagang melainkan
penanganan pedagang yang banyak jumlahnya.
Belum lagi
pungutan-pungutan liar yang dilakukan dengan mengatasnamakan uang
kebersihan. Penulis tidak pernah atau belum pernah menemukan dasar
atau landasan aturan hitam diatas putih yang dapat melegalkan
pungli-pungli itu menjadi pungutan ‘halal’. Sekedar diketahui,
belakangan ini pungli kebersihan tidak hanya terjadi saat wisuda,
tetapi juga hari-hari lain dan di acara lain. Pernah terdengar hal
ini karena keenganan penanggung jawab kebersihan untuk bekerja tanpa
gaji. Jam kerja senin sampai jumat, diminta bekerja lagi pada hari
sabtu dan minggu. Memang tak salah, zaman sekarang tidak ada kerja
tanpa “operasional”.
Ada cerita disaat
seorang ibu pedagang tersedu-sedu menagis saat dagangannya di
pindahkan pihak security. Si pedagang memang mengaku salah, tetapi ia
menyayangkan sikap security yang membuat perasaannya ingin
menumpahkan air mata. Ada perbedaan perlakuan katanya, meski
sama-sama membayar.
Perlu menjadi
sorotan dan perhatian semua elemen kampus. Baik Pimpinan, pegawai,
dosen, mahasiswa bahkan alumni sekalipun untuk memperbaikinya,
terutama panitia pelaksana. Wisudawan dan keluarga sangat memerlukan
suasana khidmat, aman dan nyaman saat momen yang membanggakan itu. 
Perlu diskusi atau kebijakan baru dalam penanganan parkir dan para
pedagang, perlu peninjauan ulang dalam hal pemanfaat area kampus yang
efektif dalam penanganan parkir dan pedagang. Pungutan dengan
mengatsnakamakn uang kebersihan juga perlu di pertanyakan, karena
hingga saat ini, lingkungan PKM pasca wisuda itu tak pernah lepas dari
timbunan sampah.
Al Hafiz Yunas (Wartawan Gagasan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.