gagasan-online.com : Tak pernah terpikir oleh Rezza Akmal jika suatu saat nanti dia akan menjadi seniman yang mengharumkan nama universitas. Teringat olehnya dulu hanyalah seorang anak kecil yang selalu menari saat suara lagu dari radio terdengar. Begitulah seterusnya, bukan menjadi siapa-siapa dalam hidupnya hingga duduk di bangku SMA, yang kemudian mulai menemukan jati diri.
Saat sekolah Rezza yang bernama lengkap Muhammad Rezza Akmal ini belajar seni teater dan pantomim. Pada tahun ketiga, dia pun mendapat kesempatan tampil perdana menyambut siswa baru di sekolah.
Ketika tamat dan melanjutkan studi di Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Rezza tak berhenti meneruskan potensinya di bidang seni. Jiwanya kembali digerakkan dengan atmosfer seni yang dia dapat dari organisasi kampus.
Panggilan itu yang kemudian membuat Rezza saat di tingkat pertama kuliahi, melangkahkan kaki di Sanggar Latah Tuah (SLT) UIN Suska Riau.
Pertama berada di SLT tak lantas membuat sulung berdarah Aceh ini langsung menjadi orang hebat. Semuanya bermula dari nol. Tak jarang dia menjadi kru pembantu umum yang posisinya di balik panggung.
“Saya jalani saja dengan senang hati, tidak gengsi. Harus kuat demi menjadi seniman hebat,” katanya, 22 September 2015 saat di wawancarai di sekretariat SLT.
Masih melekat di memorinya ketika masih junior, Rezza pernah menjadi tukang sapu, membisikkan naskah, hingga memanjat panggung untuk melempar bunga untuk pementasan.”Meski posisinya membantu, tapi bagi saya itu juga pekerjaan penting. Tanpa itu semua, mungkin pementasan tidak akan berjalan lancar. Intinya, kerjakan saja semua yang disuruh,” tuturnya.
Ejak begitu dia akrab disapa, semakin serius bergelut dalam kesibukan aktivitas sanggar. Keterlibatannya kembali terbukti saat SLT menggelar pementasan Ibu Kota Jakarta. Sebuah kota di mana orang-orang mengatakan ‘sekejam-kejam ibu tiri masih kejam ibu kota’.
Ketika itu dia diberi tugas mencari perlengkapan pementasan.”Saya menyusuri ibu kota. Naik bus dan tersesat. Malu bertanya sesat di jalan. Tanya sana-sini dan akhirnya kembali ke lokasi pementasan,” ungkapnya mengurai kembali ingatan itu.
Meski sendirian berkeliling di kota megapolitan sempat membuatnya sedih, namun pengalaman itu dia jadikan batu loncatan untuk meraih mimpinya menjadi seorang seniman. Hingga pada periode 2013-2014 kepengurusan SLT, dirinya dipercaya menahkodai kelompok seni yang gaung namanya sudah terdengar di seantero Bumi Lancang Kuning ini
Keberhasilan pementasan naskah Duanu inilah yang akhirnya menjadi pancingan bagi lahirnya karya-karya besar Rezza di tahun-tahun berikutnya.“Lama-lama jadi berani,” ungkapnya.
Tidak terputus pada kesuksesan yang sudah diraih, bidang seni lainnya seperti menari dan bermusik juga dia pelajari. “Tapi satu saja yang belum saya kuasai, bernyanyi dengan baik,” tuturnya sambil tertawa.
Mengingat sebuah keberhasilan tak pernah lepas dari peran orang-orang terdekat, gagasan-online pun mewawancarai salah satu seniornya via telepon Wella Sartika Indri yang kini tengah mengabdi di salah satu institusi pendidikan Thailand.
Di mata Wella, Rezza adalah sosok yang punya semangat luar biasa, pekerja keras dan bisa diandalkan. “Sekali pun untuk tugas yang sepele. dia tetap bertanggung jawab. Dulu awalnya Ejak pernah diminta untuk menjaga sandal peserta saat Temu Teater Mahasiswa Nusantara, saat itu kami menjadi tuan rumah acara.
“Dia paling tidak suka kalau dalam rapat ada yang bertanya apa penyebab masalahnya. Dia hanya tegaskan untuk mencari solusi, bukan penyebabnya,” kata Wella.